Memberikan Kesempatan kepada Pemuda untuk Berdakwah di Poso
Majalahnabawi.com – Selama saya di Poso, kurang lebih selama 4 bulan ini, saya merasakan bagaimana para ustadz yang menjadi pengurus PCNU Poso memberikan kesempatan kepada kami dai pemuda untuk berdakwah, semisal mengisi ceramah aqiqah, membaca doa maulid, menyampaikan ceramah hikmah maulid, menyampaikan khutbah Jum’at. Para ustadz PCNU Poso sangat memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan dakwa semisal hal-hal di atas, walaupun usia kami masih 23 – 29 tahun. Saya sangat merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk tampil memberanikan diri berbicara di hadapan khalayak umum, dan menyampaikan ilmu yang telah kami pelajari. Hal tersebut sangatlah penting bagi pemuda yang berilmu agar terbiasa menyampaikan ilmunya dan terbiasa berbicara di hadapan orang banyak.
Pengkaderan ulama muda di daerah Poso, menurut saya lumayan berhasil, para ustadz yang sudah berumur sangat memberikan kesempatan untuk dai muda, ya walaupun ustadz ‘tua’ itu mampu dan sempat melakukan dakwah semisal di atas.
Hal di atas, sangat berbeda dengan keadaan yang saya alami di Jakarta, khususnya di daerah Jakarta Barat, yang mana hampir tidak diberi kesempatan kepada santri atau alumni pondok pesantren untuk menjadi imam shalat, kultum, khutbah Jum’at, walaupun santri atau alumni pesantren tersebut sudah lumayan ilmunya. Sehingga banyak lulusan pesantren yang gugup ketika berbicara di hadapan umum. Mungkin karena kurang diberikan kesempatan tampil sehingga kurang jam terbangnya. Bahkan yang lebih parahnya lagi, di masjid-masjid sekitar rumah saya di Jakarta Barat, khatib Jum’at itu harus orang yang sudah menikah, padahal tidak ada syaratnya itu di kitab-kitab fikih. Sehingga, saya ketika di daerah rumah, belum bisa menjadi khatib karena belum menikah, paling hanya sebagai muazin dan bilal Jum’at saja. Padahal, di masjid-masjid sekitar Darus-Sunnah Ciputat dan masjid-masjid di Poso, saya sudah sering berkhutbah Jum’at.
Ya itulah, perspektif orang tua yang mengurus masjid, terkadang ada yang serakah mau jadi imam terus, sehingga tidak memberikan kepada pemuda yang cukup ilmunya untuk menjadi imam, bahkan ada pengurus masjid yang keras kepala ‘saklek’ tidak mau menjadikan khatib Jum’at bagi pemuda yang belum menikah, padahal sudah lumayan ilmunya.