Memperlakukan Perempuan Haid

MajalahNabawi.com- Menstruasi atau haid merupakan gejala normal berupa perubahan fisiologis dalam tubuh perempuan. Haid juga menjadi tanda kedewasaan bagi seorang perempuan. Haid umunya terjadi sebulan sekali apabila sel telur tidak dibuahi sehingga tidak terjadi kehamilan dan berujung pendarahan. Para wanita akan mengalami nyeri pada perut bagian bawah diakibatkan gejala tamu rutin bulanan ini.

Haid Masa Kini

Pada masa sekarang, masyarakat telah memahami siklus bulanan ini dan menjadikannya sebagai suatu gejala yang wajar. Banyaknya inovasi-inovasi baru terkait kesedian pembalut bagi perempuan haid, menjadikan para kaum hawa tidak perlu merasa khawatir untuk melakukan segala aktivitas kesehariannya di luar rumah. Oleh karena itu, keberadaan perempuan haid juga tidak akan menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang-orang di sekitarnya.

Nasib Perempuan Haid di Nepal

Namun ternyata hal ini tidak berlaku pada masyarakat pedesaan di Nepal. Berdasarkan  Nationalgeographic.co.id, terdapat tradisi yang sangat berakar kuat di pedesaan tersebut bernama Chaupadi. Tradisi yang berusaha membuat perempuan haid melakukan isolasi serta disiksa karena alasan adat dan keagamaan. Saat mengalami haid, perempuan dianggap sebagai makhluk kotor dan pembawa bencana.

Karenanya, mereka akan diasingkan dan tinggal di gudang bahkan di hutan selama seminggu dalam setiap bulannya. Selama prosesi pengasingan ini, tak jarang banyak dari kaum wanita menjadi objek kekerasan seksual dan yang lebih ekstem lagi sebagian dari mereka meninggal karena kedinginan, tergigit ular atau keracuna asap api unggun.

Pengucilan perempuan haid sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu. Pada masa serba keterbatasan itu, peprempuan haid mengalami perlakuan buruk yaitu dijauhi bahkan diasingkan karena dianggap kotor. Kaum Lelaki Yahudi pada masa itu bahkan tidak segan-segan mengucilkan istrinya saat haid. Mereka tidak makan, minum, bahkan duduk berdekatan dengan istrinya yang sedang haid.

Sikap Islam terhadap Perempuan

Lantas bagaimanakah pandangan Islam? Apakah perilaku tersebut dibenarkan? Nabi Muhammad Saw. menyikapi perilaku buruk kaum Yahudi tersebut terhadap wanita haid dalam hadis berikut ini.

 

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَتْ الْيَهُودُ إِذَا حَاضَتْ الْمَرْأَةُ مِنْهُمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهُنَّ وَلَا يُشَارِبُوهُنَّ وَلَا يُجَامِعُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ. فَسَأَلُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى } الْآيَةَ. فَأَمَرَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُؤَاكِلُوهُنَّ وَيُشَارِبُوهُنَّ وَيُجَامِعُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ وَأَنْ يَصْنَعُوا بِهِنَّ كُلَّ شَيْءٍ مَا خَلَا الْجِمَاعَ.

فَقَالَتْ الْيَهُودُ مَا يَدَعُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْئًا مِنْ أَمْرِنَا إِلَّا خَالَفَنَا. فَقَامَ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ وَعَبَّادُ بْنُ بِشْرٍ فَأَخْبَرَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَا أَنُجَامِعُهُنَّ فِي الْمَحِيضِ فَتَمَعَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَمَعُّرًا شَدِيدًا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ غَضِبَ فَقَامَا فَاسْتَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةَ لَبَنٍ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمَا فَرَدَّهُمَا فَسَقَاهُمَا فَعُرِفَ أَنَّهُ لَمْ يَغْضَبْ عَلَيْهِمَا.

Artinya: “Telah mengabarkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dia berkata; Telah memberitakan kepada kami Sulaiman bin Harb dia berkata; Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas dia berkata; orang Yahudi bila istri mereka haid, mereka tidak mengajak makan dan minum bersama, dan tidak berkumpul bersamanya di rumah.

Mereka menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat “Mereka bertanya kepadamu tentang haidl. Katakanlah, ‘Itu adalah penyakit…” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk ikut makan dan minum dengannya, berkumpul dengan mereka di rumah, serta berbuat apa saja selain bersetubuh.

Perempuan Yahudi

Perempuan Yahudi tersebut berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membiarkan satu perkara pun yang ada pada kami kecuali dia menyelisihinya!” Lalu bangkitlah Usaid bin Hudlair dan Abbad bin Bisyr untuk memberitahukannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka berkata: “Apakah kita boleh menggauli mereka (para istri) yang sedang haid?” Wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berubah dengan perubahan yang mencolok, sehingga kami menyangka bahwa beliau sangat marah, lalu keduanya pergi.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menerima hadiah susu, maka beliau mencari jejak kedua orang ini lalu keduanya dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau memberi minum susu kepada keduanya. Jadi diketahuilah bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak marah pada kedua orang ini” (HR. Al-Nasa’i)

Penjelasan Hadis

Dalam Hadis di atas telah dijelaskan bahwa memperlakukan buruk perempuan haid bukan termasuk ajaran Islam. Rasullah Saw. menentang perlakuan buruk yang dilakukan para Suami terhadap istri-istrinya yang tengah mengalami haid. Karena Haid adalah suatu penyakit yang diberikan khusus untuk kaum hawa saja. Dinamakan penyakit karena umunya wanita akan mengalami kesakitan atau nyeri saat sedang haid. Pantaskah wanita haid dipekucilkan bahkan diasingkan di saat mereka butuh perhatian lebih terhadap sakitnya itu.

Rasulullah Saw. secara tegas mengatakan bahwa wanita harus tetap diperlakukan baik saat sedang haid sebagaimana saat sucinya. Wanita haid tidaklah najis, mereka tidak perlu untuk dijauhi bahka diasingkan. Rasulullah Saw. pun memperlakukan baik istri-istrinya dan tetap menggaulinya namun tidak menyetubuhinya. Perilaku Rasulullah Saw. tetap menggauli istri-istrinya saat haid disebutkan dalam hadis di bawah ini:

Hadis Lain

أَنَّ زَيْنَبَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ حَدَّثَتْهُ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ حَدَّثَتْهَا قَالَتْ بَيْنَمَا أَنَا مُضْطَجِعَةٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ حِضْتُ فَانْسَلَلْتُ فَأَخَذْتُ ثِيَابَ حَيْضَتِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَفِسْتِ قُلْتُ نَعَمْ فَدَعَانِي فَاضْطَجَعْتُ مَعَهُ فِي الْخَمِيلَةِ وَاللَّفْظُ لِعُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ

Artinya: Zainab binti Abu Salamah berkata kepadanya; Ummu Salamah berkata kepadanya; “Ketika aku sedang berbaring bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam selimut, tiba-tiba aku merasa haid, maka akupun segera keluar perlahan-lahan kemudian mengambil pakaian (yang biasa dipakai saat) haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, ‘Apakah kamu sedang haid? ‘ Aku menjawab, ‘Ya’. Beliau lalu memanggilku dan tidur bersama dalam satu selimut.” Lafazh ini dari Abdullah bin Sa’id”. (HR. Al-Nasa’i)

Kesimpulan

Dari kedua hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada alasan wanita diperkucilkan saat sedang haid. Hanya karena statsusnya yang berhadas tidaklah menjadikannya najis atau kotor. Para suami tetap dapat menggauli istrinya yang haid selama bukan menyetubuhinya karena wanita tersebut menggunakan pakaian haidnya atau atribut khusus haid yang pada masa sekarang disebut pembalut sehingga menghilangkan kekhawatiran terhadap bercecerannya darah haid tersebut. Apalagi di saat ini, seharusnya tradisi seperti Chaupadi harus segera dihilangkan dari muka bumi ini. Wanita harus selalu mendapat perlindungan, bukan menjadikannya sebagai pembawa bencana berdasarkan tamu bulanan yang pasti dialami oleh seluruh wanita.

Similar Posts