Mengambil Hikmah dari Perilaku Anjing
Majalahnabawi.com – Dalam setiap pertikaian tak jarang kita temui hewan-hewan yang dianggap “hina” seperti anjing, monyet, dan sebagainya. Tidak sedikit yang menganggap bahwa hewan tersebut hanya memiliki kesan negatif yang sejatinya setiap sesuatu memiliki sisi positif. Rasulullah Saw. bersabda: “Ambillah hikmah, tak akan merugikanmu, dari mana pun ia lahir”. (HR. Al-Dailami)
Hadis tersebut menunjukan bahwa segala sesuatu yang Allah Swt. ciptakan pasti mengandung pelajaran, baik makhluk hidup ataupun benda mati. Seperti Ibn Hajar al-Asqalani yang telah terinspirasi dengan batu dalam petualangannya menuntut ilmu, kesombongan iblis/syetan terhadap Nabi Adam, dan lain sebagainya. Di antaranya juga adalah anjing yang selama ini dianggap simbol keburukan. Namun, dibalik itu ada beberapa pelajaran atau hikmah yang bisa kita ambil dan patut diteladani.
Melihat Sisi Baik Seekor Anjing
Syekh Nawawi al-Bantani dalam karyanya “Kasyifatus Saja” memberi keterangan bahwa ada sepuluh sifat anjing sebagai cerminan orang-orang saleh. Di antaranya adalah:
Pertama, anjing adalah hewan yang senantiasa dapat menahan lapar. Inilah cerminan orang-orang saleh yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dengan cara tidak banyak makan, apalagi makanan yang syubhat atau bahkan haram.
Kedua, hewan ini hanya tidur sebentar saat malam hari. Ini adalah ciri-cirinya para mujtahid, yang menghabiskan waktunya untuk beribadah di malam hari, salat tahajud, belajar (muthalaah), dan kegiatan bermanfaat lainnya.
Ketiga, andaikan diusir seribu kali dalam sehari, hewan ini tidak akan beranjak dari pintu majikannya. Itulah tanda-tandanya orang jujur dan benar (shiddiq), yang setia mengabdi dan tunduk terhadapat perintah Tuhannya.
Keempat, jika mati anjing tidak meninggalkan harta warisan. Ini tandanya orang tidak cinta dunia (zuhud).
Kelima, apapun yang diberikan kepadanya baik makanan atau tempat tinggal, ia menerima dengan ikhlas, apa adanya. Inilah yang dinamakan qanaah, yakni seseorang yang selalu lapang dada dengan takdir dan pemberian Tuhan.
Keenam, anjing akan terus-menerus memandang pada setiap orang yang melihatnya, ia tidak akan berpaling sampai orang tersebut mamberi sesuap makanan kepadanya. Dan ini adalah akhlak orang-orang miskin, ia tidak meminta-minta atau bahkan mengemis.
Ketujuh, jika anjing diusir, dilempari, disakiti, ia tidak akan marah atau bahkan sampai dengki. Ini adalah akhlaknya sepasang kekasih.
Kedelapan, jika tempatnya ditempati hewan lain, ia akan pergi dan mencari tempat lain. Ini merupakan cerminan sifat orang yang ikhlas dan murah hati, dan ini termasuk perbuatan yang terpuji.
Kesembilan, jika anjing diberi sesuap makanan, ia akan memakannya dan bermalam di sana. Ini tanda-tandanya orang yang puas (qanaah).
Terakhir kesepuluh, setiap kali berpergian dari suatu tempat ke tempat yang lain, tak ada bekal apapun yang ia bawa untuk dirinya. Ini menandakan sifat orang-orang yang pasrah kepada Allah (tawakal).
Kesimpulan
Syekh Nawawi al-Bantani dalam “Kasyifatus Saja” menggunakan sifat-sifat anjing untuk menggambarkan akhlak mulia orang-orang saleh. Sifat-sifat tersebut mencakup kesederhanaan, kesetiaan, kesabaran, ikhlas, qanaah (merasa cukup), dan tawakal (pasrah kepada Allah). Dari hewan yang dianggap rendah, kita diajarkan nilai-nilai penting dalam mengendalikan nafsu, menerima takdir, dan beribadah dengan tulus.