Mengenal Asuransi Komersial Dalam Islam
Majalahnabawi.com – Asuransi pada zaman sekarang sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ini bisa dibuktikan dengan munculnya banyak perusahaan yang mewadahi asuransi, termasuk didalamnya asuransi komersial.
Perlu kiranya diketahui bahwa Asuransi Komersial berawal dari asuransi bahari yang muncul di Italia Utara pada abad ke-15. Sebab banyaknya kekhawatiran yang mengancam lalu lintas perniagaan jalur laut. Maka muncullah asuransi di mana para pemilik komoditas membayar sejumlah premi dan ketika terjadi hal yang tidak diinginkan dengan barang mereka, pihak asuransi akan memberikan kompensasi sejumlah dana.(Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 88)
Asuransi Komersial Dalam Catatan Sejarah
Lantas masyarakat sadar bahwa pihak asuransi telah meraup keuntungan yang banyak, sementara para pemilik komoditas merasa aman dan tenang. Maka asuransi ini menjadi laku keras menyebar dan perpindah dari satu negara ke negara yang lain, seperti Britania.
Kemudian pada abad ke-19 mulai masuk ke negara-negara Arab. Buktinya, pembahasan ini baru mulai dibahas oleh Ibnu Abidin pada abad itu. Baru pada abad 20, asuransi berkembang pesat dan menyebar di negara-negara Arab dan menyentuh segala lini kehidupan. Kemudian dibawalah pada forum-forum fikih lalulah terjadilah perbedaan sengit di kalangan ahl fikih. (Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 89)
Hukum Asuransi Komersial
Dalam literatur kontemporer dijelaskan bahwa asuransi komersil adalah
عقد التأمين التجاري عقد يلتزم فيه المؤمن بمقتضاه أن تؤدي الى المؤمن له أو الى المستفيد له الذي إشترط التأمين لصالحه مبلغا من المال أو إيرادا مرتبا أو أي عوض مالي أخر في حالة وقوع الحادث, أو تحقق الطر المبين بالعقد, وذلك في نظير قسط أو أية دفعة مالية يؤديها المؤمن له للمؤمن, ويحتمل بمقتضاه المؤمن تبعة مجموعة من المخاطربإجراء المقاصة بينها وفقا لقوانين الإحصاء
“Asuransi komersial adalah suatu kontrak di mana pihak perusahaan asuransi berkomitmen untuk menyerahkan sejumlah harta atau intensif rutin kepada anggota atau ahli warisnya ketika terjadi insiden atau peristiwa yang telah tertulis dalam kontrak. Dana tersebut sejatinya adalah persentase dari premi yang dibayarkan setiap anggota kepada perusahaan asuransi. Demikian, perusahaan akan menanngung sejumlah kerusakan kecil akibat terjadinya insiden sesuai presentasi dan aturan yang berlaku.”(Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 89)
Dalam hal ini setiap anggota dan perusahaan dibangun atas kerelaan dengan dibuktikan dokumen perjanjian. Dan perjanjian yang dilakukan bersifat mengikat dan transaksional atau al-Mu’awadlah. Serta terjadinya resiko yang masih bersifat insidentil. Dan relasi yang mengandung ketimpangan. Juga adanya temporal yang menjadi acuan penentuan premi.Berkaitan dengan asuransi ini, Dr. Muhammad Utsman Syabir merinci pendapat ulama beserta dalil yang mereka gunakan. Ada yang tidak membolehkan da nada juga yang memperbolehkan. (Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 98)
Berbagai Pendapat Ulama
Menurut mayoritas ulama, seperti Muhammad Abu Zahrah, ahmad Husaini dan lainnya berpendapat bahwa al-Ta’min al-Tijari atau asuransi komersial tidak diperbolehkan oleh syariat. Mereka mengharamkan asuransi komersial beralasan, pertama, mengandung gharar yang merugikan kepada para nasabah. Kedua, asuransi komersial mengandung riba fadl dan riba al-Nasiah. Ketiga, asuransi komersial sarat dengan kerugian, karena ada unsur taruhan dan perjudian. dan Keempat, sejatinya asuransi komersial ialah transaksi utang dengan utang.(Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 98)Menurut sebagian ulama kontemporer, seperti Abdul Wahhab Khollaf dan lainnya, al-Ta’min al-Tijari atau asuransi komersial hukumnya sah secara syariah. Argumentasi yang mendasari pendapat mereka, diantaranya ialah qiyas atas nidzam ‘aqilah dalam pembunuhan yang salah. Titik temu (illat) diantara keduanya sama-sama meringankan beban orang yang tertimpa musibah dengan cara mengambil harta dari tiap-tiap orang yang serikat. (Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 105)
Juga menyamakan akad asuransi komersial dengan akad muwalah dalam hal warisan yang mendapat afirmsi dari syariat. Dan menyamakan akad al-Ta’min al-Tijari dengan masalah dlaman khatharit thariq (tanggungan yang diberikan kepada orang yang mengatakan bahwa suatu jalan itu aman dari marabahaya namun fakta tidak aman) yang juga dibolehkan oleh syariat. Dan alasan terahir, menganalogikakan asuransi komersial dengan sistem pensiunan dan jaminan sosial yang inklud dalam al-Ta’min al-Ta’awuni yang hal ini diperbolehkan oleh ulama kontemporer. (Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 105)
Pendapat Yang Unggul
Sedangkan Dr. Muhammad Utsman Syabir, mengunggulkan pendapat yang pertama, yakni pendapat yang melarang penerapan asuransi komersial. Beliau memiliki alasan yang tidak jauh beda dengan alasan sebelumnya, yaitu mengandung gharar, riba dan transaksi utang dengan utang. Lalu beliau berkomentar bahwa saat ini, kejadian yang ditimbulkan oleh asuransi komersial bukanlah sesuatu yang tabu, melainkan acap kali asuransi komersial tersebut diekploitasi untuk mendapatkan keuntungan, semisal menyuruh orang lain untuk membakar rumahnya supaya dia memperoleh sejumlah harta jaminan dari asuransi. (Dr. Muhammad Ustman Syabir, al-Muamalah al-Maliyah al-Muasirah hal. 110)