Mengenal Karya Bapak Kitab Kuning Indonesia
Majalahnabawi.com – Sebelum kita mengetahui lebih dalam karyanya, tahukah kalian siapa Bapak Kitab Kuning Indonesia tersebut? Beliau adalah al-‘Allamah al-Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani al-Tanari al-Syafi’i (العلامة الشيخ محمد نووي بن عمر الجاوي البنتني التناري الشافعي). Atau lebih dikenal Syekh Nawawi al-Bantani (lahir di Tanara, Serang, sekitar tahun 1230 Hijriyah atau 1813 Masehi-wafat di Mekah, Hijaz, sekitar tahun 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi). Ia adalah salah seorang ulama besar asal Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram di Saudi Arabia. Ia bergelar al-Bantani karena berasal dari Banten, Indonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab. Jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Mengenal Kitab Salah Satu Karangan Ulama Nusantara
Dalam tulisan ini, penulis akan mengenalkan kitab karangan ulama Nusantara yaitu karya Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi berjudul Tanqih al-Qaul al-Hatsits fi Syarh Lubab al-Hadis. Syekh Nawawi al-Bantani lebih terkenal dengan spesialisasinya di bidang anotasi (syarah kitab kuning), dengan bukti ragam karyanya yang berupa penjelasan atas kitab-kitab agama, seperti Nihayah al-Zain fi Irsyad al-Mubtadi’in anotasi dari Qurrat al-‘Ain bi Muhimmat al-Din karya Zainuddin Abdul Aziz al-Malibari, Kasyifat al-Saja ‘ala Syarh Safinah al-Naja, al-Tsimar al-Yani’ah fi Syarh al-Riyadh al-Badi’ah, dan masih banyak kitab anotasi lainnya termasuk kitab Tanqih al-Qaul.
Syekh Nawawi al-Bantani tidak membuat kitab hadis Arba’in secara independen. Beliau hanya menyarahkan terhadap kitab Lubab al-Hadis karya Imam Jalaluddin al-Suyuti. Syekh Nawawi al-Bantani sepakat dengan Imam al-Suyuti bahwa penulisan hadis Arba’in jalan untuk menjaga hadis Nabi,
مَنْ حَفِظَ عَلَى أُمَّتِيْ أَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا مِنْ أَمْرِ دِيْنِهَا قِيْلَ لَهَا اُدْخُلِ الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتَ
“Barang siapa dari umatku yang menghafalkan 40 hadis dari perkara agamanya, maka baginya bisa masuk surga dari pintu yang kamu kehendaki.”
Sistem Penulisan Kitab Arba’in Nawawi
Sistem penulisannya adalah hanya mencantumkan matan inti serta meringkas jalur periwayatan. Sebagaimana yang al-Suyuti ungkapkan, Syekh Nawawi al-Bantani mengatakan kitab ini memuat hadis-hadis Nabi Saw dan perkataan para sahabat yang diriwayatkan secara benar dan terpercaya. Untuk lebih meringkas kitab, Syekh Nawawi al-Bantani membuang beberapa sanadnya, seperti halnya yang beliau tulis dalam mukadimah kitabnya:
“Ammma ba’du…..aku (pengarang kitab Tanqih al-Qaul) menginginkan mengumpulkan kitab yang memuat tentang hadis-hadis Nabi dan Dawuhnya (perkataannya) Sahabat yang diriwayatkan dengan benar dan bisa dipercaya (Isnad sahih watsiq) dan aku membuang beberapa Isnad (agar lebih ringkas) dan aku menjadikannya 40 bab dan dalam setiap babnya aku isikan 10 hadis, aku menamakan kitab ini dengan nama ”Lubab al-Hadits” yang berarti intisari dari hadis, dan aku memohon pertolongan dari Allah yang Agung, dari kaum kaum kafir”
Isi dalam Kitab Arba’in
Di dalam kitabnya berisi tentang tema-tema mendasar dalam agama, meliputi akidah (teologi), ubudiah, dan muamalah (relasi sosial). Pada bab pertama ia menjelaskan tentang keutamaan ilmu dan ulama:
وقال النبى صلى الله عليه وسلم لابن مسعود رضى الله عنه يا ابن مسعود جلوسك ساعة فى مجلس العلم لا تمس قلما ولا تكتب حرفا خير لك من عتق ألف رقبة ، ونظرك إلى وجه العالم خير لك من ألف فرس تصدقت بها فى سبيل الله، وسلامك على العالم خير لك من عبادة ألف سنة
Wahai ibnu mas’ud dudukmu sesaat di majelis ilmu tanpa memegang pena dan tanpa menulis satu hurufpun itu lebih baik bagimu daripada memerdekakan 1000 hamba sahaya, memandangmu kepada orang alim itu lebih baik bagimu daripada 1000 kuda yang engkau sedekahkan di jalan Allah, dan ucapan salammu kepada orang alim itu lebih baik bagimu dari pada ibadah 1000 tahun mengamalkan sabda Nabi Muhammad Saw. Nabi Saw bersabda: “tidak ada di atas bumi seorang laki-laki yang berkata “tidak ada tuhan selain Allah, dan Allah maha besar, dan maha suci Allah, dan tiada daya kekuatan kecuali milik Allah” melainkan dosa-dosanya diampuni meskipun seperti buih lautan”.
Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan bahwa hadis tersebut ada dalam riwayat al-Tirmidzi dan al-Hakim dengan kualitas hasan. Dengan demikian, hadis tentang keutamaan tasbih memiliki banyak muttabi’. Sehingga kehujjahan hadis tidak hanya berasal dari satu hadis yang lemah, melainkan juga intertekstualitas dengan hadis-hadis lain yang setema. Allahu A’lam.
Pembahasan di dalamnya Menyangkut Perkara Sunnah dan Fardu
Kitab ini membahas berbagai amalan fardu maupun sunnah. Baik yang menyangkut ibadah maupun amalan utama serta adab yang harus oleh setiap individu muslim dan muslimat kerjakan.
Penjelasan tersebut merupakan sekelumit tentang salah satu karya beliau yang cukup fenomenal dan hampir oleh seluruh pesantren di Indonesia kaji. Sebagai motivasi untuk pembaca disini penulis juga menuliskan sedikit perjalanan beliau sehingga sampai menyandang gelar Syekh Nawawi al-Tsani. Bahkan sampai mempunyai julukan Sayyidul Hijaz dan masih banyak gelar lain yang beliau miliki.
Perjalanan Rihlah ilmu Syekh Nawawi
Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fikih, tauhid, al-Quran dan tafsir. Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada KH. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta. Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.
Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi. Makamnya terletak di Jannatul Mu’alla, Mekah. Makamnya bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti Abû Bakar al-Siddîq. Meski wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air. Tepatnya di Pondok Pesantren Nawawi Tanara di Tanara, Serang, asuhan KH. Ma’ruf Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai oleh para santri Nusantara, bahkan mancanegara.