Mengkaji Pemikiran Juynboll dalam Menguji Otentitas Hadis (1)
Majalahnabawi.com – Layaknya tokoh-tokoh orientalis pada umumnya bahwa Juynboll pada dasarnya meragukan otentitas salah satu sumber ajaran agama Islam, yaitu hadis Nabi Saw. Berangkat dari teori common link yang sebelumnya dirintis oleh pendahulunya, Joseph Schacht dia sampai pada kesimpulan ini. Namun beberapa peneliti menyimpulkan bahwa Juynboll tidak se-skeptis orientalis lain dalam memandang hadis Nabi Saw. Mereka menempatkannya pada golongan middle-ground setelah melihat hasil buah pikirannya dalam hal ini. Lantas bagaimana pemikiran Juynboll dalam menguji otentitas hadis Nabi? Mari kita kaji bersama.
Biografi Singkat Juynboll
Gautier Hendrik Albert Juynboll merupakan salah seorang orientalis yang lahir di Leiden, Belanda pada tahun 1935. Ia merupakan seorang pakar dalam bidang sejarah perkembangan Islam, khususnya yang erat kaitannya dengan tradisi kenabian atau hadis. Lebih dari tiga puluh tahun perjalanan semasa hidupnya dihabiskan untuk mendalami persoalan yang berkaitan dengan hadis baik persoalan klasik maupun kontemporer.
Beliau merupakan alumnus fakultas Sastra, Universitas Leiden Belanda di mana disertasinya berfokus pada kajian para teolog muslim Mesir dalam memandang hadis Nabawi. Sebagai akademisi, Junyboll juga tercatat mengajar pada beberapa universitas. Tercatat dia pernah mengajar di The University of California, Los Angles (UCLA) dan University of Exeter (Inggris). Sejak tahun 1985 hingga seterusnya, dia telah mandiri secara finansial yang menjadikannya sebagai seorang ilmuwan swasta (private scholar) hingga tidak terikat pada suatu instansi tertentu. Hal inilah yang menjadi faktor dari beberapa pengkaji yang ingin mengupas secara detail terkait pribadinya merasa kesulitan mencari data. Selain karena tidak mengaitkan diri pada satu universitas tertentu terhadap satu jabatan fungsional, Juynboll juga tidak menganggap penting upaya melakukan publikasi terhadap biografinya secara ekstensif.
Juynboll wafat pada 19 Desember 2010 dengan meninggalkan beberapa karya fenomenal terhadap metodologi kajian Islam di barat khususnya yang erat kaitannya tentang kesarjanaan tradisi kenabian atau hadis, antara lain; The Authenticity of the Tradition Literature: Discussion on Modern Egypt, Muslim Tradition: Studies in Chronology, Provenance, and Authorship of Early Hadith, dan Studies on the Origins and Uses of Islamic Hadith.
Pemikiran Juynboll terhadap Otentitas dan Asal-Usul Hadis
Sebagaimana kalangan orientalis pada umumnya ketika kita berbicara tentang buah pemikiran mereka terhadap kajian keislaman khususnya tradisi kenabian atau hadis, maka pola berpikir yang harus kita bangun adalah bahwa mereka memosisikan diri dengan sikap skeptis pada segala sesuatu yang belum terverifikasi secara valid berdasarkan dalil-dalil ilmiah yang dapat diperlihatkan dan dipertanggung jawabkan berdasarkan data dan realitas yang ada. Tak terkecuali dengan Juynboll yang menjadikan keautentikasi segala sesuatu yang muncul dari Nabi Saw. menjadi main problem objek kajiannya.
Hal ini berangkat dari data sejarah yang sampai pada kita saat ini bahwasanya hadis Nabi Saw. baik berupa sabda, perbuatan, maupun ketetapan yang disandarkan pada beliau Saw. baru mulai muncul eksistensinya pada awal abad kedua hijriah. Ini menjadi suatu tanda tanya besar bagi beberapa pengkaji hadis dikarenakan antara awal mula hadis tersebut sendiri muncul sampai mulai berkembang menjadi satu ilmu tersendiri terdapat satu gap yang cukup panjang.
Walaupun beberapa sarjana muslim baik klasik maupun kontemporer sudah berupaya menjawab pertanyaan ini namun tetap saja menimbulkan rasa kurang puas dari beberapa kalangan, khususnya beberapa sarjana Barat yang bersikap skeptis. Di antara jawaban yang coba diutarakan untuk menyangkal permasalahan ini adalah adanya teori syarat suatu hadis dapat dikategorikan valid dan dapat dipertanggung jawabkan keasliannya ketika memenuhi kelima syarat hadis sahih (sanad yang tersambung, melalui jalur perawi yang adil dan dhabt- kuat hafalannya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat, dan terbebas dari cacat).
Meskipun teori di atas dianggap sudah mapan oleh sebagian sarjana muslim, namun teori ini mendapatkan kritikan dari Juynboll karena bagi dirinya, ketika ingin menguji keotentikan satu hadis haruslah terjawab setidaknya tiga pertanyaan mendasarkan yang mengakar pada sejarah hadis itu muncul, yaitu: where, when, dan who. Dengan menjawab ketiga pertanyaan tersebut maka terjawablah pertanyaan tentang asal-muasal (provenance), kronologi (chronology), dan kepengarangan (authorship) hadis yang bersangkutan. Dalam buku Muslim Tradition, Juynboll memberikan jawaban umum terkait tiga pertanyaan yang dia sodorkan tentu berdasarkan hasil penelitiannya selama ini.
Pertama, daerah yang ditinggali oleh para perawi pada tingkatan tabi’in junior dan generasi setelahnya merupakan tempat terciptanya suatu hadis. Hal ini dikarenakan jalur di atasnya tabi’in senior sangat sulit untuk mendapat informasi terkait disebabkan adanya perbedaan karakter wilayah pada beberapa rawi pertama di bawah sahabat. Kedua, secara umum, mayoritas hadis nabi paling tua diciptakan pada akhir abad satu hijriah (99-101 H) pada masa Umar bin Abdul Aziz di mana kebutuhan terhadap hadis secara umum mulai terasa. Ketiga, dikarenakan kodifikasi hadis baru mulai terlaksana pada beberapa dekade pasca Nabi Saw. wafat, maka terdapat suatu indikasi bahwa pada tingkatan inilah (tabiin – tabiut tabi’in) hadis dibuat.
Landasan teori Juynboll didasarkan pada apa yang telah dimulai oleh Schacht sebelumnya dengan mengembangkan teori common link. Juynboll meragukan transmisi periwayatan hadis sudah ada sejak zaman Nabi Saw. berdasarkan pada anggapan mula munculnya hadis seperti yang telah dijelaskan di atas yang akan diperjelas pada teori common link di akhir pembahasan nanti. Adapun yang menjadi tanda tanya sekarang adalah kapan awal-mula munculnya isnad yang diklaim sebagai otoritas tertinggi dalam menilai keabsahan suatu hadis tertentu?