Menilik Laku Hidup Kiai Syansuri Badawi
Majalahnabawi.com – Kiai Syansuri Badawi adalah pengampu pengajian Shahih Bukhari-Muslim ketiga setelah Hadharatusy Syaikh Hasyim Asy’ari.
Sebelas tahun yang lalu, saat awal nyantri di Ma’had Darus Sunnah Ciputat, tak terbesit sekalipun nama Kiai Syansuri Badawi. Namun, dua kali dalam seminggu, seluruh mahasantri Darus-Sunnah wajib mengikuti istighatsah. Dipimpin langsung oleh Pak Kiai, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. (1952-2016). Tepat setelah shalat Jamaah Shubuh. Di momen inilah, pertama kali saya menemukan nama Kiai Syansuri Badawi. Di lembaran bacaan istighatsah yang dibagikan kepada mahasantri baru, tertulis bahwa wirid ini diijazahkan oleh Kiai Syansuri Badawi. Salah satu guru Pak Kiai saat mondok di Tebuireng. Karena sebelumnya saya mondok di Ringinagung Kediri, nama Tebuireng bukanlah nama asing.
Kiai Syansuri Badawi adalah salah satu santri pilihan Hadharatusy Syaikh Hasyim Asy’ari (1871-1947). Dalam perjalanannya, beliau adalah tokoh penerus obor keilmuan Tebuireng. Pengampu pengajian kitab-kitab induk. Di antaranya adalah kitab Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari (194-256 H), Shahih Muslim karya Imam Muslim (204-261 H), al-Muhadzab karya Imam Abu Ishaq al-Syirazi (476 H), Ihya Ulum al-Din karya Imam al-Ghazali (450-505 H), Tafsir al-Baidhawi karya Imam al-Baidhawi (685 H), al-Asybah wa al-Nadhair dan Uqud al-Juman karya Imam al-Suyuthi (911 H), Fath al-Wahhab karya Imam Zakariya al-Anshari (926 H), dan kitab al-Iqna’ karya Imam al-Khatib al-Syirbini (977 H).
Kiai Syansyuri Badawi juga menorehkan khitmah pengembangan Tebuireng. Di antaranya adalah tercatat sebagai Wakil Pengasuh Tebuireng, Kepala Madrasah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng, dan Rektor Universitas Hasyim Asy’ari (UNHASY) Jombang. Jabatan Rektor ini mulai diemban dari tahun 1985 hingga 1997. Selain itu, dalam kancah politik nasional, beliau adalah anggota DPR-MPR Fraksi PPP. Terpilih dua periode sejak pemilu 1987. Dari peran dan kiprah ini, adalah sebuah kerugian generasi muda jika tidak mengenal tokoh kelahiran Majalengka 1918 ini.
Terkait hal itu, buku karya KH. Cholidi Ibhar yang berjudul “Mengais Keteladanan dari Kiai Syansuri Badawi” (2017) ini penting kita telaah. Setidaknya ada dua alasan. Pertama, selaku penulis, KH. Cholidi Ibhar adalah murid langsung Kiai Syansuri Badawi. Hal ini membuat buku setebal 120 halaman ini ditulis dengan penuh penghayatan. Terasa hidup. Pembaca seakan diajak untuk melihat langsung bagaimana laku hidup Kiai Syansuri Badawi. Mulai dari masa nyantri, kesulitan ekonomi saat mondok, keistiqamahan ngaji, riyadhah, cara mendidik santri, suasana pengajian, motivasi yang sering disampaikan, joke-joke segar beliau di saat mengajar para santri, dan masih banyak lagi.
Kedua, buku ini terasa renyah ketika di banyak bab, KH. Cholidi Ibhar membingkai ceritanya dengan paduan istilah-istilah klasik dan kontemporer. Semisal bahasa jemotos, sosok yang pepak, adreng, boyongan, inferiority complex, self convidence, self standing, dignity, right on the track, complete civilization, dan lain sebagainya. Selain itu, komparasi pemikiran Barat dan Timur tidak ketinggalan dihadirkan. Ditambah lagi dengan kentalnya komparasi kekayaan referensi klasik dan modern. Karena itu, buku terbitan Pustaka Tebuireng ini terasa berbobot secara akademis.