Menyingkap Makna LGBT dan Sejarahnya
Majalahnabawi.com – Fenomena homoseksual, lesbian, biseksual dan transgender atau disingkat LGBT di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Bukan lagi terselubung, para pendukung LGBT sercara terbuka dan terang-terangan meyuarakan pendapatnya di ruang-ruang publik. Mereka semakin berani menyuarakan legalisasi LGBT atas nama HAM dengan mengemukakan penafsiran kontekstual terhadap ayat-ayat al-Quran mengenai kisah kaum Nabi Luth. Terlebih lagi semenjak Mahkamah Agung Amerika Serikat melegalkan perkawinan sesama jenis bagi warganya pada tanggal 26 Juni 2015, pendukung LGBT di Indonesia juga mulai mengkampanyekan perkawinan sejenis melalui Undang-Undang di Indonesia.
Masyarakat juga terkotak mengenai respon mereka terhadap praktik LGBT ini. Ada yang menolak karena dalil agama dengan merujuk pada azab yang ditimpakan Allah kepada kaum Nabi Luth, serta adat dan budaya Indonesia yang menjunjung nilai-nilai keluhuran dan etika. Kelompok ini menganggap bahwa LGBT adalah bentuk penyimpangan seksual yang harus dicegah. Mereka yang memiliki kecendrungan ini harus diterapi agar kembali kepada kondisi normal dan tidak menyebarkan penyakit psikologis ini kepada orang lain. Bahkan para pelaku LGBT yang bertindak terang-terangan dan tertangkap aparat, seharusnya diproses sesuai hukum Islam dan mendapat sanksi yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya agar ia tidak membawa efek yang lebih negatif dalam masyarakat.
Argumen Pendukung LGBT
Namun, ada pula kalangan yang mendukung LGBT atas nama HAM dengan mengemukakan berbagai argumen rasional untuk memperjuangkan hak-hak kaum LGBT agar dipenuhi tanpa diskriminasi. Maka kemudian munculah dalil-dalil pembenaran akan kehalalan LGBT melalui penafsiran-penafsiran kontekstual al-Quran yang diusung oleh penggiat Islam liberal. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena akan menggiring opini dan cara pandang masyarakat agar menerima konsep LGBT sehingga bola salju dari dampak negatif LGBT akan terus membesar dan melanda semua lini masyarakat.
Untuk itu, perlu adanya pelurusan terhadap penafsiran yang hanya mengedepankan logika dan konsep kontekstual ini, apakah benar Islam melalui al-Quran dan Sunnah menyetujui dan melegalkan perbuatan LGBT. Para pendukung LGBT berusaha mencari legitimasi dalil dari al-Quran, memelintir maknanya dengan tidak melihat kepada ayat-ayat yang lain yang berkenaan dengan masalah yang ada. Padahal ayat-ayat al-Quran saling menafsirkan antara satu ayat dengan ayat lainnya. Hal ini disebabkan karena mereka hanya memiliki sedikit ilmu pengetahuan agama, belum banyak membaca tafsir dan Hadis, tidak mengetahui ushul fiqh dan sarana-sarana ijtihad yang lainnya, sehingga menurut mereka tidak ada larangan dari al-Quran dan Hadis untuk melakukan homoseksual dan lesbian sehingga menurut mereka, bahwa pelarangan terhadap LBGT adalah pelarangan terhadap HAM.
Pengertian LGBT
LGBT adalah adalah akronim dari lesbian, gay (homoseksual), biseksual dan transgender. LGBT merupakan jargon yang dipakai untuk gerakan emansipasi di kalangan non-heteroseksual. Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman budaya yang bersasarkan orientasi seksual serta identitas seksualitas dan gender.
Pengertian Lesbian berasal dari kata Lesbos, yaitu pulau di tengah lautan Egis yang pada zaman kuno yang dihuni oleh para wanita. Menurut mitologi Yunani, hubungan percintaan sejenis terjadi di pulau itu antara putri Shappo dan Athis. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan Lesbian sebagai wanita yang mencintai atau merasakan rangasangan seksual sesama jenisnya.[1] Istilah lesbian di dalam agama Islam disebut dengan “al-sihaq” (السحاق) yang berarti perempuan yang melakukan hubungan seksual dengan sesama perempuan.[2]
Adapun homoseksual terdiri dari dua suku kata, yaitu homo dan seksual. Homo berasal dari bahasa Yunani yang berarti sama. Sedangkan seksual mempunyai dua pengertian, pertama; jenis kelamin, dan kedua; keadaan yang berhubungan dengan alat kelamin, seperti persetubuhan atau senggama. Dalam KBBI, homoseksual adalah keadaan tertarik terhadap orang dan jenis kelamin yang sama.[3] Dalam perkembangannya, homoseksual lebih diartikan dengan hubungan seksual sejenis antar laki-laki (gay). Homoseksual di dalam agama Islam disebut dengan istilah “al-liwath” (اللواط) yang berarti orang yang melakukan perbuatan seperti perbuatan kaum Nabi Luth, yang pelakunya disebut “al-luthiyyu” (اللوطيّ) yang berarti laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki.[4]
Definisi Biseksual dan Transgender
Sedangkan Biseksual secara kebahasaan dari kata “bi” yang artinya dua sedangkan “seksual” bermakna persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga dapat disimpulkan secara Bahasa, bahwa biseksual adalah orang yang tertarik kepada kedua jenis kelamin yaitu baik laki-laki ataupun perempuan.
Adapun transgender, secara etimologi berasal dari dua kata yaitu “trans” yang berarti pindah (tangan; tanggungan); pemindahan, dan “gender” yang berarti jenis kelamin.[5] Sedangkan secara terminologi transgender diartikan dengan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan, atau adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.
Sejarah dan Perkembangan LGBT
Perilaku LGBT walaupun telah ada sejak waktu yang lama, istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 90-an untuk menggantikan frase “komunitas gay”. Setiap komunitas yang disebut dan terkandung dalam akronim di atas tersebut, pada praktiknya, telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing. Bagaimana mereka bersekutu dan menyimbolisasikannya lewat bendera pelangi adalah hal yang telah melewati proses yang sangat panjang.
Sesungguhnya, pasca perang dunia ke-II, kondisi masyarakat Amerika Serikat sedang sibuk berbenah dan tidak mudah panik secara moral. Pada masa itu, homoseksual adalah sebuah kata yang menunjuk pada “perbuatan”, dan bukan mengacu kepada “kelompok”. Siapa pun yang melakukan homoseksual atau seks antar sejenis hanya dipandang sebagai pelaku temporer dari perbuatan yang dianggap cabul dan menyimpang tersebut. Walaupun demikian, pada masa itu, tidak ada yang beranggapan bahwa homoseksual adalah hal yang dapat menetap sehingga dipandang sebagai sebuah kelompok masyarakat dengan satu kecenderungan atau preferensi seksual.
LGBT di Amerika Serikat
Kehadiran buku “Sexual Behavior in the Human Male” karya Alfred Kinsey pada tahun 1948 mengubah segalanya. Masyarakat AS dibuat gempar karena dalam buku tersebut Kinsey merilis hasil penelitian mengenai perilaku seksual sebagian masyarakat AS, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah mengenai perselingkuhan, seks pre-marital, frekuensi orgasme, masturbasi, hingga adanya temuan tentang 10 persen responden yang sering melakukan seks sejenis. Terlebih, Kinsey menciptakan apa yang disebut sebagai skala Kinsey, di mana ada kutub ekstrim yang menilai apabila seseorang sangat heteroseksual, dan di ekstrim lainnya, sangat homoseksual. Hal tersebut sebagai salah satu pemicunya, untuk pertama kalinya, istilah “orientasi seksual” digunakan sebagai sebab utama dari perilaku seksual sejenis. Sebagai buku yang merupakan ranah psikiatri, oleh karena penemuan tersebut, para psikiater Amerika Serikat merasa mempunyai kewajiban untuk membenahi kelompok yang 10 persen tersebut.
Oleh karenanya, pada tahun 1952, Asosiasi Psikiater Amerika (American Psychiatrist Association/APA) bertemu dan merumuskan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) atau sistem klasifikasi jenis-jenis penyakit kejiwaan – homoseksual dimasukkan sebagai penyakit kejiwaan (mental illness) mengenai penyimpangan seksual dalam DSM-I atau edisi DSM yang pertama (American Psychiatric Association, 1952). (A. Muiz Aziz, LGBT, Ditinjau Dari Aspek Sosiologis,Hukum, Ham & Pancasila, dalam “Forum Ilmiah” Volume 14 Nomor 1, Januari 2017, hal. 77.)
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Hal. 665
[2] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawir, cet. XIV (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Hal. 616
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 407
[4] Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasith, cet. II, Jilid II, (Mishr : Dar al-Ma’arif, 1393 H- 1973 M), hal. 846.
[5] Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, tt), hal. 757.