Meraih Ridho-Nya dengan Taubat

Majalahnabawi.com- Setiap orang pasti pernah melakukan dosa, bahkan kakek kita terdahulu yakni Nabi Adam As. pernah berbuat kesalahan. Nabi Adam mengakui bahwa dirinya telah melakukan kesalahan dengan memakan buah khuldi. Padahal dalam kisahnya sebenarnya Nabi Adam tidak sepenuhnya salah, beliau mencari cara tersendiri supaya bisa melaksanakan tujuannya, yakni untuk melaksanakan misi dalam kehidupan di bumi. 

Tapi karena tergesa-gesa, padahal Allah sudah mempunyai cara tersendiri untuk menurunkannya didunia. Nabi Adam tidak mencari pembenaran atas dirinya, tidak berusaha untuk klarifikasi dari kesalahannya tersebut. Dari cerita tersebut kita bisa meneladani sikap Nabi Adam. Seyogyanya kita bisa meniru sikap Nabi Adam, jangan terbiasa mencari pembenaran atas diri sendiri ketika melakukan kesalahan. Seperti yang orangtua resahkan terhadap anaknya yang nakal. 

Padahal sebenarnya tidak ada anak nakal, yang ada anak yang mencari perhatian dari orang tuanya tapi tidak tau caranya. Kenapa anak mencari perhatian orang tua? Karna orang tua tidak cukup dalam memberi perhatian kepada anaknya. Jadi memukul anak itu sebenarnya sebuah kesalahan. Maka jadikan itu sebagai introspeksi diri. Dan jangan mencari kebenaran jika memang salah. Sebagaimana Nabi Adam yang mengakui kesalahannya dan meminta ampun kepada Allah. Maka sangat penting untuk kita menelisik keteladan dari kisah Nabi Adam tersebut.

Di dalam hadits, Rasulullah juga memerintahkan umatnya untuk bertaubat. Bahkan Rasulullah yang Allah janjikan masuk surgapun masih bertaubat kepada Allah. Tercantum dalam kitab Shohih Muslim yang berbunyi:

عَنْ أَبِي بُرْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْأَغَرَّوَكَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ ابْنَ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Dari [Abu Burdah] dia berkata; “Saya pernah mendengar [Al Agharr], salah seorang sahabat Rasulullah, memberitahukan Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah bersabda: ‘Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat seratus kali dalam sehari.’” (H.R. Muslim no. 4871)

Taubat sebagai Bentuk Penyesalan

Ketika sudah merasa berbuat dosa, maka taubatlah. Akui kesalahan tersebut dan minta ampunan kepada Allah. Taubat adalah rasa penyesalan atas terjadinya dosa kemudian meninggalkannya dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi, serta mengembalikan hak orang lain, jika memang dosanya terkait dengan hak orang lain. Setidaknya meminta maaf kepada orang tersebut. 

Syarat taubat ada 4, yang pertama menyesal, kedua meninggalkan dosa tersebut, ketiga berjanji untuk tidak melakukan dosa itu lagi, dan yang terakhir yakni mengembalikan hak orang lain, jika memang terkait dengan urusan orang. 

Jangan Terkalahkan Nafsu

Jangan mau setan mengelabuimu dengan berkata: “percuma kau taubat nanti dilakukan lagi”. Tapi bilanglah pada setan:”Ku taubati dosa yang sekarang, kalau kemudian saya ternyata melakukannya lagi (terkalahkan oleh nafsu), saya akan kembali mentaubatinya lagi”. Setidaknya kita tidak memikul dosa yang amat berat, dan ketika sudah bertaubat lalu ternyata melakukannya lagi. Seperti halnya menyapu sampah.

Ketika ada sampah dirumah, kemudian kita menyapunya maka rumah akan bersih. Maka ketika rumah kotor kembali, sampah-sampah yang terdahulu yang sudah kita sapu tidak kembali lagi ke rumah. Lagi pula siapa yang bisa menjamin, besok atau lusa kita akan melakukan dosa lagi, siapa tau setelah bertaubat ternyata Allah mengambil nyawa kita. Dan kita nggak pernah tau hal itu. Maka hal itu adalah sebuah rasa syukur, ketika kita kembali kepada Allah setelah taubat atas semua dosa yang kita lakukan.

Dan ketika dosa tersebut terkait dengan orang lain, semestinya bagi kita mengembalikan hak orang lain tersebut atau meminta maaf padanya. Pernah menfitnah orang lain, pernah bohongi orang lain, maka minta maaflah pada orang tersebut. Dan dosa paling berat memang ketika berhubungan dengan orang lain.

Kalam Imam Ghazali

Imam Ghazali berkata: “Kalau sekiranya kamu sebutkan kesalahanmu secara khusus akan membuat dia semakin marah, padahal lukanya sudah mulai sembuh, dia sudah mulai bisa melupakan, sudah mulai mengikhlaskan, tapi jikalau kamu sebutin lagi kesalahan tersebut, bahkan bisa jadi membuatnya semakin marah atau bahkan ingat lagi dengan masalahnya dulu, maka minta maaflah secara umum saja, dengan berkata “Maafin salah saya yang kamu tau dan tidak tau”. Walaupun ketika urusannya dengan materi, lebih baik malu didunia daripada malu diakhirat. Selebihnya dosa kita sama Allah, kita meminta maaf kepada Allah dari berbuat dosa hingga menempuh jalan taubat.

Similar Posts