Metode Kritik Hadis Khalifah Ali bin Abi Thalib
www.majalahnabawi.com – Metode kritik hadis yang dilakukan oleh para sahabat adalah penting dalam menguji keabsahan riwayat hadis yang mereka terima dari Nabi. Mereka memiliki kriteria dan metode khusus yang digunakan untuk menilai kesahihan hadis. Berikut adalah beberapa metode kritik hadis yang diterapkan oleh para sahabat.
- Dari segi kedhabitan
Para sahabat sangat berhati-hati dalam mengingat dan meriwayatkan hadis. Mereka memiliki ingatan yang kuat dan teliti untuk memastikan bahwa mereka meriwayatkan hadis dengan akurat. - Kepahaman yang mendalam
Para sahabat memiliki pemahaman yang mendalam tentang Islam dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Mereka memastikan bahwa hadis yang mereka riwayatkan sesuai dengan pemahaman dan ajaran Islam yang benar. - Melakukan Verifikasi (Tahqiq)
Para sahabat sering kali mengkonfirmasi kebenaran suatu hadis dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada sahabat yang meriwayatkan. Jika ada keraguan atau ketidakjelasan, mereka akan mencari klarifikasi dari sahabat lainnya. - Melakukan penelusuran silsilah (Isnad)
Para sahabat akan memeriksa silsilah sanad (rantai perawi) hadis untuk memastikan bahwa tidak ada perawi yang diragukan atau tidak dikenal dalam rantai perawi. Mereka memastikan bahwa perawi adalah orang yang terpercaya dan memiliki integritas. - Pembandingan dengan Al-Quran
Para sahabat akan membandingkan hadis dengan al-Quran. Jika ada perbedaan antara hadis dan al-Quran, mereka akan memprioritaskan al-Quran sebagai sumber utama. Hal ini untuk menghindari penyebaran hadis yang tidak sesuai dengan ajaran al-Quran. - Konsistensi dengan ajaran Nabi
Para sahabat memastikan bahwa hadis yang mereka riwayatkan koheren dengan ajaran dan praktik yang pernah Nabi Muhammad Saw., lakukan. Mereka tidak akan memeriwayatkan hadis yang bertentangan dengan karakter atau tindakan Nabi.
Kritik Hadis Yang Dilakukan Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib tidak jauh beda dengan Abu Bakar, Umar, Ustman dan sahabat lainnya. Jika mereka menggunakan metode tathabbut (verifikasi), maka Ali menggunakan metode istihlaf / tahlif (sumpah). Tentunya metode ini hanya ia pakai ketika mendapatkan hadis dari beberapa sahabat atau tabiin yang diduga ada kemungkinan salah pada hafalannya, lebih-lebih setelah terjadinya fitnah kubra, seperti pernyataan Ali bin Abi Thalib dalam hadits Muslim berikut ini:
“Telah menceritakan kepada kami Waki, (dia berkata) Telah menceritakan kepada kami Mis’ar dan Sufyān dari Utsmān bin al-Mughīrah al-Tsaqafiy dari Alī bin Rab’ah al-Wālibiy dari Asma’ bin al-Hakam al-Fazary dari Ali, dia berkata; ((jika aku mendengar sebuah hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka Allah memberiku manfaat dari padanya menurut yang dikehendak-Nya. dan jika ada orang lain yang menceritakannya kepadaku, maka aku memintanya untuk bersumpah, apabila dia telah bersumpah kepadaku maka aku membenarkannya. Sesungguhnya Abu Bakar telah menceritakan kepadaku, dan benarlah bahwa Abu Bakar telah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ((tidaklah seorang lelaki berbuat dosa kemudian dia berwudlu dan membaguskan wudlunya, -Mis’ar berkata; -” kemudian dia shalat, sedangkan sufyan berkata” kemudian dia shalat dua rakaat dan memohon ampun kepada Allah kecuali pasti Allah akan mengampuni dosanya))”. (HR. Ahmad).
Metode khas yang dimiliki Ali ini nampaknya tidak bersifat universal. Terbukti beliau tidak pernah menerapkannya kepada Abu Bakar. Sebab Ali telah meyakini kejujuran Abu Bakar, yang berarti dari kejujurannya, maka Ali tidak mungkin menyumpahnya.
Keyakinan Ali pada Abu Bakar mungkin karena kejujuran Abu Bakar sudah mendapat legitimasi langsung dari Rasulullah Saw. atau mungkin karena Abu Bakar tidak pernah meriwayatkan hadits bil ma’na tapi selalu meriwayatkan hadits bil lafdz, oleh karena itulah hadis yang di riwayat Abu Bakar tidak banyak.