Miras dan Racun Masa Depan Bangsa
MajalahNabawi.com- Jagat publik digegerkan dengan keputusan terbaru presiden mengenai minuman keras. Hal ini tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021. Aturan itu merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Peraturan terbaru yang diteken presiden tersebut menunjukkan bahwa praktik investasi minuman keras di Indonesia sudah mendapat restu, bahkan diperjualbelikan secara eceran dengan ketentuan tertentu. Tapi, tetap saja sesuatu yang bahaya akan menghasilkan bahaya pula, meski itu dalam jumlah sedikit.
Dari Jabir r.a Rasulullah saw bersabda: “Suatu zat yang banyak dan dia memabukkan, maka jumlah kecilnya pun tergolong haram”. (H.R Ibn Hibban dalam kitab Bulughul Maram, hadis sahih). Hadis ini apabila ditarik secara kontekstual terhadap pelegalan praktik jual-beli minuman keras, maka sudah jelas perdagangan tersebut haram, meski dalam takaran sedikit.
Kehadiran minuman keras di tengah masyarakat sejak awal tidak pernah mendatangkan keuntungan jasmani dan rohani, kecuali keuntungan materi bagi pihak pengusaha pengedar minuman tersebut. Kerugian yang diterima oleh peneguk akan diterima dalam estimasi waktu cukup lama.
Perusak Kesehatan
Secara medis, sikap konsumtif masyarakat yang candu atau pemula terhadap minuman keras dapat merusak organ hati. Penyakit hati dalam tubuh yang dapat timbul di antaranya: pelemakan hati, hepatitis (peradangan hati), dan sirosis (rusaknya hati) (Tidy, C. Patient Info, 2017, Alcohol and Liver Disease).
Deretan penyakit yang dihasilkan oleh konsumsi minuman keras setidaknya menjadi faktor tuntutan agar distribusi minuman keras segera dihentikan. Karena tidak ada istilah minuman keras sebagai obat penenang pikiran akibat polemik kehidupan yang dialami. Justru meminumnya akan membuat pikiran semakin tak terkendali, dan fatalnya bisa mengakibatkan kecelakaan saat berkendara atau bunuh diri.
Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi akal sehat seharusnya menjaga kesehatan masyarakat secara lahir dan batin. Perkara kesehatan tidak cukup apabila disandarkan secara ilmiah. Dalam hal ini agama Islam melalui al-Quran telah menentukan sikap keharaman meneguk minuman keras bagi keselamatan kehidupan manusia.
Al-Baqarah ayat 219 menyatakan, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Setidaknya ada dua poin pesan moral ayat ini dari pengharaman minuman keras atau yang memabukkan. Di antaranya, pertama, walaupun memiliki manfaat, namun jumlahnya sangat sedikit ketimbang bahaya yang terkandung di dalamnya. Kedua, orang-orang yang berani menjauhi minuman keras telah masuk ke golongan orang yang pandai menggunakan akalnya karena telah meninggalkan suatu yang sia-sia.
Seberapa tanggguhnya imunitas seseorang terhadap serangan penyakit, akan tetap kalah apabila penyerang tersebut menyasar objek vital dalam diri, yakni otak dan hati. Orang yang kehilangan akal akan mengalami ketidakstabilan dalam mengatur pola kehidupannya, terlebih dalam bertutur kata. Ia akan melontarkan kalimat-kalimat spontanitas tanpa adanya saringan apakah perkataan itu layak diucapkan atau tidak.
Masa Depan Bangsa
Kesadaran menjaga keutuhan negara dibarengi dengan semangat juang dan menjunjung tinggi moral. Moral terbentuk dari sikap hati (kalbu) yang lembut, tidak mudah marah, dan peka terhadap fenomena sekitar.
Untuk mempersiapkan masa depan bangsa, maka calon penerusnya, dalam hal ini kalangan pemuda harus benar-benar memiliki bekal moral dan intelektual yang sangat cukup. Otak tidak akan merespon ilmu yang masuk apabila kondisinya mengalami keguncangan atau kelinglungan.
Bahkan, dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 43 mengatakan, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan… Ayat ini menjelaskan tidak sahnya sholat seorang mukmin yang masih dalam kondisi mabuk. Mengingat shalat adalah bentuk ibadah yang harus dilakukan secara penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, apalagi shalat juga merupakan sarana komunikasi dengan-Nya.
Begitu juga dalam urusan mengatur negara, seorang pemimpin tidak akan mampu mengajak komunikasi elemen masyarakat apabila dalam tekanan mabuk. Semuanya harus dilakukan secara sadar dan penuh tanggung jawab memiliki peran di dalam tatanan negara.
Tindakan pelegalan pemerintah dengan membuka peluang bisnis minuman keras, baik dengan dosis rendah atau tinggi secara bertahap akan membuat masyarakatnya menjadi pemabuk yang kehilangan akal sehat.
Ketika memutuskan suatu ketetapan, penting rasanya mengedepankan urgensi moral ketimbang keuntungan materi. Walaupun, terkadang jumlah keuntungan yang dihasilkan tak sebanyak tujuan mendapatkan materi semata secara lahiriah. Tapi, percayalah mengedepankan urgensi moral akan menyelamatkan kehidupan generasi mendatang.
Moral Lebih Penting
Allah swt sendiri tidak pernah menginginkan hamba-Nya untuk terjerumus dalam kebinasaan, dan Dia sendiri yang memerintahkan agar hamba-Nya tidak menjerumuskan dirinya secara sengaja ke dalam kebinasaan tersebut. “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (Q.S al-Baqarah:195).
Melihat dari sisi kemudharatan minuman keras dari segi konsumsinya, maka sebaiknya masyarakat tidak melanjutkan tegukannya, dan pemerintah tidak memberi ruang kesempatan beredarnya minuman keras tersebut di masyarakat. Perlu diingat lagi, bahwa keselamatan moral dan kesehatan akal lebih penting untuk menciptakan regenerasi pemimpin bangsa. Bukankah mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan negara yang sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea keempat? Mari perbaiki diri!