MM Azami Runtuhkan Teori Hadis Orientalis; Catatan Singkat Tadarus Pemikiran Kiai Ali Mustafa Yaqub
Majalah Nabawi – Syekh Azami adalah seorang cendikiawan muslim kontemporer yang memfokuskan dirinya pada kajian Ilmu Hadis dan hadis. Beliau berjasa dalam menjaga eksistensi hadis masa kini terutama dari serangan orientalis. Penjelasan yang diberikan juga menggunakan dalil yang rasional dan argumentatif sampai seorang Profesor dari kalangan orientalis pun mengakui kehebatannya.
Ialah syekh Muhammad Mustafa Azami, guru dari Kiai Ali Mustafa Yaqub yang lahir di Mano, India Utara pada tahun 1932. Beliau mulai memperlajari hadis saat di bangku SLTA. Setelah itu, beliau melanjutkan rihlah ilmiahnya di College of Science di Deoband yang merupakan perguruan tinggi terbesar di India yang juga mengajarkan Studi Islam. Tidak cukup di sana, beliau melanjutkan studinya di Universitas al-Azhar Kairo Fakultas Bahasa Arab Jurusan Tadris lalu pulang ke tanah airnya setelah merampungkan studi pada tahun 1955.
Beliau mulai meniti karir akademisnya dengan menjadi dosen Bahasa Arab di Qatar. Kemudian ia ditunjuk menjadi sekretaris Perpustakaan Nasional (Dar al-Kutub al-Qatariyyah) di Qatar. Setelah itu, ia melanjutkan Pendidikan doktoralnya di Universitas Cambridge Inggris pada tahun 1964. Pada tahun 1966 beliau lulus dengan judul disertasi “Studies in Early Hadith Literature with A Critical Edition of Some Early Text” (Kajian Tentang Literatur Hadis Masa Dini Dengan Kritikal Edit Sejumlah Naskah Kuno). Dengan ini terekam jelas bahwa sosok Mustafa Azami telah mengenyam pendidikan di timur dan barat.
Pada tahun 1968, beliau mengundurkan diri dari jabatannya di Qatar dan pindah ke Makkah untuk mengajar di Fakultas Pasca Sarjana King Abdul Aziz (sekarang Universitas Umm al-Qura). Beliau juga turut berperan dalam pendirian fakultas tersebut bersama Dr. Amin al-Mishri. Pada tahun 1973 beliau pindah ke Riyadh untuk mengajar di Pasca Sarjana jurusan Studi Islam Universitas Riyadh (sekarang Universitas King Saud). Namun sayang, hanya segelintir orang yang mengetahui sosok intelektual ini. Karena itulah bapak Kiai Ali menulis buku ini yang berjudul “MM Azami Sang Pembela Eksistensi Hadis.”
Pembabat Orientalis
Syekh Muhammad Mustafa Azami membabat habis pemikiran-pemikiran orientalis yang meragukan otentisitas hadis. Terutama pemikiran yang diungkapkan Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht yang merupakan tokoh orientalis paling berpengaruh kala itu. Atas pemikirannya, Prof A.J Arberry, seorang tokoh orientalis terkemuka di Universitas Cambridge, mengakui kepakaran dan argumentasi-argumentasi yang dikemukakan syekh Azami.
Merontokan Teori Projecting Back
Joseph Schacht berpendapat bahwa hadis yang ada (terutama yang berhubungan dengan hukum islam) adalah buatan para ulama abad ke II dan III (saat pengumpulan dan pembukuan hadis). Dan di antara hadis tersebut tidak ada yang bisa dikatakan sahih, karena ulama pada abad itu hanya menisbatkan hadis yang mereka tulis pada ulama generasi terdahulu untuk mendapatkan legitimasi dari mereka. Ia menambahkan bahwa ahli fikih itu mengaitkan pendapatnya dengan tokoh di generasi sebelumnya hingga terbentuk sanad hadis. Dengan teori ini (projecting back) Joseph Schacht berkesimpulan bahwa hadis tidak mungkin ada yang sahih.
Syekh Mustafa Azami melakukan penelitian hadis Abu Hurairah – Abu Shalih – Suhail. Pada tabaqah tabi’ tabi’in terdapat 20-30 perawi yang tersebar dari India-Maroko, Turki-Yaman. Dengan kondisi teknologi yang belum canggih pada zaman itu, mustahil bagi mereka untuk bersepakat membuat hadis dengan redaksi yang sama. Atau mustahil juga bagi mereka untuk menulis hadis lalu ditemukan oleh generasi setelah mereka bahwa hadis pendahulu mereka sama dengan hadis pendahulu seseorang dari tempat yang sangat jauh. Dengan teori inilah syekh Mustafa Azami berhasil menumpas teori yang diada-adakan orientalis.
Meluruskan Istilah Ilmu Hadis
Kaum orientalis memiliki kecurigaan mengenai jumlah hadis. Mereka mengatakan, “Mengapa hadis nabi sampai ratusan ribu? Apakah nabi hanya berbicara saja dalam hidupnya atau terdapat banyak hadis palsu?”. Pertanyaan ini timbul dari kesalahan dalam menghitung hadis. Syekh Mustafa Azami menjelaskan bahwa jika ada satu matan hadis dengan 10 jalur periwayatan, maka dihitung 10 hadis. Karena jumlah perawi yang banyak, jadilah jumlah hadis pun menjadi banyak. Sebagai tambahan, perlu diingat pula bahwa perkataan, perbuatan, dan ketetapan sahabat juga disebut hadis.
Kesalah pahaman kaum orientalis lainnya adalah mengenai penulisan hadis. Mereka menyatakan bahwa hadis tidak pernah ditulis. Pernyataan ini timbul dari kesalahan mereka mengartikan perkataan Imam Malik, “Orang pertama yang menulis hadis adalah Ibnu Syihab al-Zuhri”.
Penelitian syekh Mustafa Azami membuktikan bahwa tidak kurang dari 52 sahabat memiliki naskah catatan hadis. Dan tidak kurang dari 247 tabi’in memiliki hal serupa. Beliau juga berkesimpulan bahwa kata “dawwana” seharusnya diartikan sebagai “mengumpulkan tulisan-tulisan”. Dengan semua dalil argumentatif dan rasional inilah pemikiran-pemikiran orientalis dapat dikalahkan.
Allahu Ta’ala ‘Alam.