Motivasi Orientalis Mengkaji Islam – Part 1
Majalahnabawi.com – Orientalis atau yang kita ketahui dengan ahli ketimuran (A. Hanafi, Orientalisme Ditinjau Menurut Kacamata Agama 1981:9) dalam bahasa Arab berarti Mustasyriq, dan gerakannya mereka sebut dengan orientalisme atau Istisyraq. Dalam kaidah bahasa arab berasal dari kata syaraqa, sebagai contoh: Syaraqat al Syamsu Syarqan, artinya telah terbit matahari dari timur, kemudian mengalami tashrif menjadi Istisyraaq. Secara penggunaan kata orientalis sendiri berasal dari bahasa Prancis yaitu orient yang berarti timur. Orientalis adalah orangnya, sedangkan orientalisme adalah gerakannya.
Orientalis Menurut Beberapa Tokoh
Beberapa tokoh mencoba untuk menjelaskan orientalis secara istilah, di antaranya Thaha Amin menurutnya “orientalis adalah orang yang melakukan kajian tentang masalah-masalah ketimuran, baik sastra, bahasa, antropologi, sosiologi, psikologi dan agama dengan menggunakan pendekatan Eurocentris “(Thaha Hamim, Islam dan NU di Bawah Tekanan Problematika Kontemporer, 2004: 268). M. Ibrahim alfayumy menurutnya “orientalis berarti Setiap orang yang mendalami bahasa orang timur dan peradabannya” (M. Ibrhim Fayumy, al Istisyraq Risalatu Isti’mar, 1993:143). Sedangkan orientalisme adalah “studi yang difokuskan terhadap Timur Tengah oleh orang Barat “(Samy Afify Hijazy, Qadhaya Islamiyah Mua’shirah, 2009:).
Dr. Samy Afify menjelaskannya menjadi dua kelompok besar:
a) Studi yang Barat lakukan yang berhubungan dengan ketimuran, baik dari segi bahasa, adab, sejarah, kepercayaan, syariat, dan peradabannya secara umum.
b) Studi akademik yang Barat lakukan, khususnya para ahli kitab terhadap Islam dan umat Islam dari segala lini, aqidah, syariat, pemikiran, peradaban, sejarah, moral, yang bertujuan untuk merusak dan menanamkan keraguan terhadapa orang Islam dan menyesatkan mereka dari agama Islam. (Samy, 2009: 35) :
Penegrtian di atas dapat di kelompokkan menjadi dua bentuk (Samy, 2009:. 38),:
a) Pengertian umum, yang berarti setiap orang barat yang meneliti tentang ketimuran secara keseluruhan.
b) Pengertian khusus, yang berarti studi Barat yang berhubungan dengan Islam bagian timur, baik dari segi bahasa, adab, sejarah, aqidah, syariat.
Awal Pertemuan Islam dan Barat
Andalusia atau yang kita kenal hari ini dengan nama Spanyol, merupakan pintu yang telah membuka hubungan Islam dengan Barat, dan cikal bakal kemajuan peradaban yang dirasakan oleh Barat pada saat ini, secara khusus dan dunia secara umum. Barat sebelum Islam, merupakan wilayah yang berada di bawah sebuah pemerintahan yang tunduk di bawah pengaruh gereja, dan masyarakatnya hidup di dalam pemerintahan tersebut dengan sebuah agama yang kita kenal Nasrani atau Kristen.
Selama 7 abad Islam berada di Andalusia 755 M 1492 M, banyak hal yang sudah umat Islam hasilkan untuk kemajuan peradaban umat manusia, Andalusia sudah berubah menjadi sebuah pusat perdaban manusia, di samping Bagdad yang berada di Timur. Berbagai macam ilmu pengetahuan berkembang, dan banyak lahirnya ilmuan-ilmuan yang sampai hari ini jasa mereka masih memberikan sumbangsih terhadap kemajuan dan kemaslahatan kehidupan manuisa modern.
Ibn Bajjah, banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Salah satu karyanya yang fenomenal adalah Hay bin Yaqzhan, yang masih dipelajari sampai hari ini, bagi mereka yang menggeluti filsafat. Ibn Rusyd filosof muslim yang pemikiran-pemikirannya Barat masih membahasnya sampai hari ini. Ahmad ibn Ibas dari Cordova ahli di bidang obat-obatan. Umm al- Hasan bint Abi Ja’far ahli kedokteran. Dalam bidang sejarah dan geografi, antaranya adalah Ibn Zubair, Ibn Batuthah dan Ibn Khaldun (Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, 2008: 102).
Kemajuan Masa Peradaban Islam di Barat
Majunya ilmu pengetahuan di dunia Islam, sudah menciptakan sebuah peradaban yang maju di tengah-tengah kehidupan umat muslim, masa-masa ini kita sebut dengan golden age-nya Islam, dan dark age-nya Barat. Perbedaan yang begitu besar memang terlihat pada abad ini, atau yang disebut juga dengan abad pertengahan, pola kehidupan kedua belah pihak memang berbanding terbalik. Tidak hanya pada perkembanga ilmu pengetahuannya, tapi juga sudah pada tatanan kotanya dan bangunan-bangunan modernnya. Di lain sisi pada persoalan kebersihan, Barat kala itu masih menjadi persoalan besar.
Kemajuan peradaban yang Islam miliki, melahirkan ketertarikan yang begitu besar bagi masyarakat Barat untuk dapat belajar kepada umat Islam. Akan tetapi ketertarikan tersebut tidak serta merta bebas bagi siapa saja untuk belajar dan mengambil ilmu dari umat Islam. Pada awalnya, hanya terbatas untuk kalangan gereja, mereka belajar bahasa Arab, dan studi naskah yang umat Islam miliki. Tidak ada kendala yang begitu berarti yang Barat hadapi untuk dapat belajar dari umat Islam, karena umat Islam mebukakan pintu selebar-lebarnya bagi siapa saja yang ingin menimba ilmu, bahkan tidak sampai di situ, bagi siapapun dapat menikmati semua fasilitas yang ada, baik dari kalangan non muslim sendiri.
Perkembangan Islam di Barat
Apa yang mereka dapatkan dari umat Islam mereka bawa pulang, serta karya-karya yang berbahasa arab mereka terjemahkan ke dalam bahasa latin dan mereka pelajari, sampai pada akhirnya mereka mampu untuk mendirikan sekolah-sekolah bahkan universitas-universitas.
Bukan tanpa alasan adanya sebuah upaya pembatasan yang mereka lakukan untuk dapat belajar kepada umat Islam. Tidak bisa dipungkiri, bahwa adanya kekhawatiran pada masa itu terhadap pengaruh Islam sebagai agama damai dan maju yang semakin besar masuk ketengahtengah pemikiran dan pandangan masyarakat Barat yang melihat adanya kebebasan dan kemerdekaan di dalamnya serta jaminan kehidupan yang dirangkum Dharuriyatul Khamsah .
Pada saat yang bersamaan, perkembangan Islam begitu pesatnya, jauh menjangkau keluar batas wilayah-wilayah Islam, ke daerah di mana pada awalnya merupakan basis Gereja (M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, 2012: 228-229), meski Islam tidak memeranginya melalui perang senjata dan memaksa orang untuk masuk Islam. Keadaan ini sudah menggeser pengaruh gereja, karena masyarakat sudah mulai meragukan keberadaan gereja yang selama ini mereka hidup di bawah pengaruhnya. Reduplah pengaruh gereja yang selama ini telah menjadi legitimasi untuk sebuah kekuasaan. Hancurlah sistem theokrasi dalam struktur kehidupan Barat yang telah berlansung berabad-abad (Dr. Thariq Suwaydan, al Andalus Tarikh al Mushawar, PDF).
Lahirnya Studi Orientalis
Menurut Arbery istillah orientalis baru mereka pakai pada tahun 1630 M (Fayumy, al Istisyraq:142), akan tetapi belum bisa ia jelaskan awal munculnya orientalis secara pasti, karena munculnya orientalis ke tengah-tengah kehidupan ini karena faktor sejarah dan kondisi yang terus berkelanjutan, meskipun ada beberapa pendapat mencoba untuk menjelaskan kapan munculnya orientalis, diantaranya:
a) Berawal pada abad 12, setelah al-Quran diterjemahkan kedalam bahasa Latin.
b) Munculnya pada abad ke 13, ketika berkecamuknya perang Salib sejak 1097-1295 M.
c) Ketika Islam mulai membuka jendela ke Barat melalui Andalusia/ Spanyol, di mana para pendeta dan pelajar-pelajar Barat banyak yang berdatangan dan belajar dari umat Islam. (Samy , Qadhaya: 40-41).
Kuat dugaan, awal pekembangan orientalis itu sendiri berawal dari interaksi yang terjadi antara Barat dengan Umat Islam di Andalusia, keberadaan umat Islam di sana adalah awal dari persentuhan Barat dengan ilmu pengetahuan yang bersifat rasional yang sudah berkembang di dunia Islam, dimana perkembangan pemikiran di Barat sebelumnya lebih dominan diwarnai oleh pengaruh kekultusan ajaran agama.
Adanya persentuhan Islam dengan Barat ini, merupakan titik awal perhatian Barat terhadap Islam, yang pada akhirnya melahirkan perhatian bagi masyarakat Barat untuk meneliti tentang Islam lebih jauh, walau dengan motif dan motifasi yang berbeda-beda. Melihat dari perkembangan waktu dan motifasi yang ada, mendapat penjelasan bahwa studi yang mereka lakukan terhadap Islam secara khusus, dan Timur secara luas, pada awalnya berangkat dari sebuah kekhawatiran terhadap pengaruh Islam yang semakin besar masuk ke Barat (Samy Qadhaya: 46).
Pengaruh Perubahan Masyarakat Barat setelah Mengenal Islam
Thaha Hubaysyi menyebutkan terjadinya perubahan tersebut di tengah-tengah masyarakat Barat setelah mereka mengenal Islam sangat dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:
1. Aspek masa lalu.
Di mana dalam keilmuannya Barat sangat jauh ketinggalan yang karena pertentangan antara ilmu dan agama. Dalam masalah ekonomi rakyat di mana rakyat kecil tidak memiliki kebebasan dalam harta, dan kemiskinan meraja lela, serta penindasan. Dalam aspek kesehatan mereka masih percaya kepada ramalanramalan.
2. Aspek agama
Gereja-gereja, doktrin doktrin agama merebut kebebasan dan tidak adanya kebebasan berfikir sehingga timbulnya pertentangan antara gereja dan umatnya.
3. Aspek Politik
Dengan berkembangnya daerah kekuasaan Islam dan makin sempitnya daerah yang Gereja kuasai. (Thaha Hubaysyi, Tayarat wa al Madzahib al Mu’ashirah Tahlilun wa rududun: 28).
Barat secara umum, bersyukur dengan hadirnya Islam, karena sudah membukakan bagi mereka jalan untuk mencapai sebuah kemajuan, yang selama ini belum mereka rasakan, akan tetapi, di lain sisi Islam juga menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian kalangan, terutama bagi Gereja.
Berbagai macam kekalahan yang pasukan Salib alami terhadap umat Islam dalam perang salib, yang menambah catatan kelam Gereja terhadap umat Islam, dalam upaya mereka untuk mengambil wilayah-wilayah yang telah umat Islam miliki, dan mengembalikan pengaruh-pengaruh mereka di tengah-tengah masyarakat, baik secara ideology dan politik membuat kondisi semakin parah.
Langkah-Langkah Mereka dalam Menjalankan Misi
Berawal dari rasa keingintahuan untuk belajar lebih jauh dari umat Islam agar mencapai sebuah kemajuan peradaban, pada akhirnya berubah menjadi sebuah upaya untuk menghambat pengaruh Islam masuk kedalam tubuh masyarakat Barat, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Gereja. Langkah-langkah offensive pernah merka coba melalui perang terbuka yang mereka lancarkan terhadap Islam, melalui Imperialisme penjajahan, dan studi-studi (orientalisme) tentang Islam denagn tujuan memberikan informasi-informasi yang keliru tentang Islam dan mencari-cari letak kelemahannya. Yang mereka kembangkan melalui sebuah sebuah framing pemberitaan dan media-media untuk menciptakan mindset negative terhadap Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Barat. Melalui mindset yang sudah tertanam dalam pikiran seseorang dengan framing yang mereka gambarkan dan mereka harapkan mampu, untuk menghentikan pengaruh Islam. Langkah-langkah yang mereka terapkan untuk menjalankan misi ini (Thaha Hubaysyi, Tayarat: 42-43):
1. Mempelajari bahasa Arab.
2. Berusaha memiliki manuskrip-manuskrip yang Islam miliki, dan memanfaatkan untuk kepentingan mereka.
3. Menghilangkan sisi positif yang ada dalam Islam dari kajian-kajian mereka.
4. Mencari celah kelemahan serta kekurangan yang ada dalam Islam, sehingga menjauhkan mereka dari nora-norma dan ajaran Islam.
5. Memanipulasi sejarah, agar umat Islam tidak mengenal lagi sejarah mereka.
6. Menimbulkan rasa kesukuan dalam diri umat Islam atau rasa fanatisme terhadap golongan, menciptakan sekte- sekte agar umat Islam terpecah belah. Dengan begitu umat Islam akan lemah dengan sendirinya.
7. Menyebarkan Islamopobhia di dalam kalangan Barat.
8. Menerapkan hukum-hukum buatan manusia.
Konsep Gerakan Orientalis
Dapat kita pahami pada dekade awal, studi Barat tentang Islam lebih dominan berasal dari kalangan gereja, yang ber-orientasi kepada strategi defensive untuk dapat mempertahankan diri dan kristenisasi untuk menghentikan pengaruh Islam, Dr. Ibrahim al Fayumy menyimpulkan secara garis besar orientalis dalam bentuk ini gerakannya mempunyai tiga konsep utama: ( Qadhaya: 39.)
1. Kristenisasi.
2. Imperialisme perang salib dalam skala internasional,
3. Mengupayakan segenap kemampuan untuk perang pemikiran.