Mu’adz bin Jabal; Sahabat Nabi yang Diutus ke Yaman
Majalahnabawi.com – “Mu’adz bin Jabal adalah sosok (ulama/sahabat) yang paling alim mengenai perkara halal dan haram setelah Para Nabi dan Rasul dari dulu hingga nanti, dan memang Allah. Swt bangga akan mu’adz kepada malaikat”. Sabda Nabi Saw. (Abu Abdillah al-Hikam, al-Mustadrak ala shahihain)
Sosok Mu’adz bin Jabal di Mata Para Sahabat
Berbicara tentang Mu’ad bin Jabal adalah berbicara tentang kecerdasan yang melekat pada dirinya. Ia dikenal sebagai sahabat yang cerdas. Semua orang mengakui itu, termasuk Baginda Nabi Muhammad Saw. Para sahabat juga tak luput untuk memuji maqam (tingkatan) keilmuan Mu’adz bin Jabal. Misalnya, Shifah ash-Safwah menulis:
وَعَنْ شَهْرِ بْنِ هُوْشَبٍ قَالَ: كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ إِذَا تَحَدَّثُوْا وَفِيْهِمْ مُعَاذٌ نَظَرُوْا إِلَيْهِ هَيْبَةً لَهُ
“Syahr bin Hushab berkata: Para sahabat Nabi ketika berdiskusi, dan di antara mereka ada Mu’adz, mereka semua akan melihat ke Mu’adz karena karisma yang dimilikinya”. (Ibn al-Jauzi, Shifah…, juz 1)
Ilmu yang ada pada Mu’adz bin Jabal membuatnya bagitu berwibawa dan sangat disegani. Terutama karena Nabi Saw. memberi dukungan kepadanya. Hal ini yang membuatnya demikian. Sehingga, jika orang membicarakan sesuatu dan kebetulan ada Mu’adz bin Jabal, mereka berhenti dan melihatnya.
Landasan Bolehnya Hukum Fikih dengan Berijtihad
Suatu ketika utusan dari Raja Yaman mendatangi Nabi Saw. untuk memproklamasikan keislamannya. Dengan begitu, Yaman menjadi lahan baru dakwah Islam. Saat dibutuhkan seorang guru Al-Quran dan Pendidikan Islam, Mu’adz bin Jabal segera dikirim ke sana. Sebelum berangkat ke Yaman, Nabi Saw. menguji ilmu Mu’adz bin Jabal. (Ibn al-Jauzi, Shifa)
Kisah ujian yang diberikan Nabi kepada Mu’adz bin Jabal ini tertulis di dalam kitab-kitab usul fikih sebagai landasan kebolehan berijtihad. Disebutkan bahwa Nabi Saw bertanya kepada Mu’adz bin Jabal, “Bagaimana cara engkau menyelesaikan permasalahan kasus hukum? Mu’adz bin Jabal menjawab, “Aku akan menyelesaikannya dengan kitab Allah Swt. Apabila tidak ada di sana, maka dengan as-Sunnah. Jika masih tidak ada, aku akan berijtihad dengan pikiranku, dan aku tidak akan lengah dalam membuat suatu keputusan”
Mendengar jawaban tersebut, Nabi Muhammad Saw. bahagia, bahkan sebagai bentuk apresiasi beliau menepuk dada Mu’adz bin Jabal seraya bersabda: “Maha Suci Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulallah.”
Sebelum Mu’adz bin Jabal berangkat ke Yaman, Baginda Nabi sudah memberi isyarat bahwa pertemuan tersebut adalah yang terakhir dengan Rasulallah Saw. Beliau terus menggandeng Mu’adz bin Jabal, seperti perpisahan yang sesungguhnya. Sebelum benar-benar pergi ke Yaman, Nabi Saw bersabda:
يَا مُعَاذُ. إِنَّكَ عَسَى أَنْ لاَ تَلْقَاَنِي َبعْدَ عَامِي هَذَا. وَلَعَلَّكَ أَنْ تَمُرَّ بِمَسْجِدِي هَذَا وَقَبْرِي
“Wahai Mu’adz, sesuangguhnya engkau tak akan menemuiku lagi setelah ini. Mungkin saja engkau hanya bertemu dengan masjid dan kuburanku kelak” . (al-Kandahlawi, Hayah…,juz 3)
Menurut salah satu riwayat, Mu’adz bin Jabal wafat pada usia 28 tahun, Riwayat lain mengatakan pada usia 23 tahun. Ia wafat pada tahun 19 H kerena wabah Thaun Amwas. Ia wafat beberapa waktu setelah sahabat Nabi lainnya, Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Wallahu A’lam