Muslim Indonesia Mayoritas Menganut Madzhab Syafi’i

Majalahnabawi – Mayoritas umat muslim di Indonesia menganut madzhab imam Syafi’i. Akan tetapi, tidak banyak dari mereka mengenal dan mengetahui siapa dan seperti apa orangnya. Karena “Tak kenal maka tak sayang”, maka kita harus mengenalinya, supaya keyakinan kita bertambah dan lebih mantap.

Imam Syafi’i lahir di Ghuzah [perkampungan di daerah Palestina, Syam, wilayah Asqalan] dengan keadaan yatim. Beliau lahir bulan Rajab tahun 150 Hijriah [767 Masehi]. Pada tahun itu juga Imam Hanafi wafat di Baghdad. Karena selang beberapa hari kemudian setelah imam Syafi’i lahir, berita kewafatan imam Hanafi tersiar. Ghuzah bukanlah tempat tinggal ayahanda dan ibunda yang sebenarnya. Karena kediaman aslinya di kota Makah. Dan beliau memang keturunan dari Bangsa Arab Quraisy. Hanya saja imam Syafi’i lahir di Ghuzah ketika ibunda dan ayahnya ada keperluan di sana.

Ketika imam Syafi’i lahir ibunya memberi nama “Muhammad”. Nasab beliau dari jalur ayah ialah Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib [kakek Nabi Muhammad SAW] bin Abdu Manaf. Sedangkan nasab dari jalur ibu ialah binti Fathimah binti Abdullah bin Al-Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib [Paman Nabi SAW]. Maka dari ini Imam Syafi’i dan Rasulullah SAW mempunyai ikatan erat, Baik silsilah dari ayah maupun dari ibu.

Perjalanan Keilmuan

Beliau [Imam Syafi’i] pergi untuk belajar bahasa Arab asli ke suatu perkampungan bangsa Badui, yaitu Bani Hudzail [salah satu kampung yang masih dikenal keaslian bahasa Arabnya dan kefasihannya]. Sejak itu beliau berumur 9 tahun, dan sudah hafal Al-Qur’an dengan lancar. Di Bangsa itulah beliau mempelajari ilmu kebahasaan seperti kesusastrawaan dan sya’ir-sya’ir. Di makah beliau berguru ilmu Fiqih kepada seorang Mufti sekaligus guru besar, yakni Muslim bin Khalid az-Zanni. Dengan kecerdasannya, Imam Syafi’i mendapat izin dari gurunya tersebut untuk mengajar dan memberi fatwa.

Dalam proses belajarnya Imam Syafi’i mengumpulkan tulang-tulang untuk tempatnya menulis pelajaran yang ia dapat dari gurunya. Kemudian beliau menghafalkan semuanya setelah beliau sampai di rumah. Karena kata beliau ilmu pengetahuan bisa didapat dengan rajin menghafal. Dan kerajinan menghafal inilah yang membuat beliau tambah cerdas.

Hari Kamis malam Jumat tanggal 29 Rajab [habis waktu isya’], tahun 204 H [820 Masehi] Imam Syafi’i wafat. Jenazah beliau dimakamkan di tempat pekuburan bani Zahrah, yang merupakan tempat pekuburan anak keturunan Abdul Hakam.

“Demikianlah sedikit pengenalan imam Syafi’i, semoga kita bisa meneladani kepribadian beliau”.

Similar Posts