Nabi Muhammad Bukanlah Orang Gila: Analisis Makna Lafal Majnun Dalam Al-Quran

Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir sekaligus Nabi paling mulia yang Allah utus untuk menyempurnakan akhlak. Beliau memiliki kesempurnaan manusiawi (al-kamal al-insani), yang bermakna memiliki kesucian jiwa berupa sifat luhur, keagungan budi pekerti, dan sifat mulia lainnya. Selain itu beliau juga sempurna dalam kenabian (al-kamal al-nabawi), yang bermakna sempurna kenabiannya.
Kaum Quraisy sudah mengenal dan mengakui sifat mulia beliau jauh sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Buktinya, mereka memberi julukan al-Amin, yang bermakna dapat dipercaya. Lantas, mengapa ketika beliau diangkat sebagai Nabi, kaum Quraisy justru menentangnya dan menyebutnya gila? Penyebutan gila oleh kaum Quraisy ini diabadikan dalam Al-Quran menggunakan istilah majnun. Bagaimana bisa manusia paling mulia sekelas Nabi mereka sebut sebagai orang gila. Maka penulis ingin menganalisis makna lafal majnun dalam Al-Quran untuk mengetahui makna sebenarnya dari lafal tersebut, juga untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad bukanlah orang gila

Makna Literal Majnun

Pada kebanyakan mushaf al-Quran yang beredar saat ini, para penerjemah sering kali mengartikan majnun sebagai gila. Majnun merupakan ismu al-maf’ul dari kata Janna-Yajunnu-Junnan. Dalam kamus Lisan al-Arab, Imam Ibnu Manzur menyebutkan bahwa majnun bersal dari kata Janna yang bermakna dinding, hijab, atau idung. Sedangkan dalam kitab Mufradat li alfazi al-Quran bermakna satru al-syai’u ‘ani al-hasati, yaitu tertutupnya sesuatu dari panca indra. Sedangkan dalam kitab “Maqayis al-Lughat Jinnu” artinya penutup.
Penggunaan kata janna dan derivasinya dalam perkataan terbagi menjadi beragam bentuk. Dalam al-Quran menggunakan janna ‘alayhi bermakna satara ‘alayhi, yakni terhalangnya sesuatu. Selain itu terdapat al-Janan yang bermakna hati, hal ini karena hati merupakan sesuatu yang tertutup dari panca indra. Terdapat pula kata al-Mijannu, al-Mijannatu, dan junnatun yang bermakna tameng yang menghalangi pemiliknya dari senjata. Kemudian terdapat kata al-Janin, bentuk jama’nya al-jinnatu yang bermakna anak yang masih berada di dalam perut ibunya, yang tertutupi dari pandangan.

Term Jinnatun juga bermakna al-Junun, yaitu penyakit gila. Al-Junun adalah keadaan di antara jiwa dan akal. Kamus Mu’jam al-Wasit mengartikan sebagai kondisi hilangnya akal atau rusaknya akal. Dalam Kamus al-Ishry bermakna kegilaan. Dari sinilah majnun bermakna sebagai gila, juga sebaliknya orang gila bermakna majnun karena akalnya telah tertutup sehingga tidak bisa berpikir lurus.
Penggunaan istilah majnun tidak hanya bersanding dengan makna kegilaan atau ketidak warasan. Penggunaan istilah majnun pada zaman pra-Islam dan kenabian menunjukkan makna kesurupan jin. Kitab Mufradat li alfazi Al-Quran menjelaskan bahwa al-Junun adalah penghalang antara jiwa dan akal. Sementara itu, uangkapan “Junna Fulan” bermakna bahwa jin menimpainya, seperti halnya penyakit batuk dan pilek yang menimpai seseorang. Penggunaan term ini untuk menunjukkan arti kesurupan jin terdapat dalam surat al-A’raf ayat 184, surat al-Mukminum ayat 25 dan 70, dan surat Saba’ ayat 8 dan 46.

Makna Konteks Majnun Dalam Al-Quran

Istilah majnun tercatat sebanyak 11 kali dalam al-Qur’an, tepatnya pada surat al-Hijr: 16, surat al-Syu’ara: 27, surat al-Saffat: 36, surat al-Dukhan: 14, surat al-Zariyat: 39, 52, surat al-Tur: 29, surat al-Qamar: 9, surat al-Qalam: 2, 51, dan surat al-Takwir: 22. Sebelas ayat yang menggunakan istilah majnun dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis makna sesuai dengan konteksnya, yaitu:cacian kepada Nabi Muhammad, bantahan Allah terhadap cacian tersebut, dan cacian kepada Nabi sebelum Nabi Muhammad, yaitu Nabi Nuh dan Musa.
Surat yang menggunakan istilah majnun sebagai cacian kepada Nabi Muhammad, salah satunya pada surat al-Qalam ayat 51 yang berbunyi

وَإِن يَكَادُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَيُزۡلِقُونَكَ بِأَبۡصَٰرِهِمۡ لَمَّا سَمِعُواْ ٱلذِّكۡرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُۥ لَمَجۡنُون

“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: ‘Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”‘.

Menurut Tafsir al-Misbah, ayat ini berisi perintah kepada Nabi Muhammad untuk bersikap sabar dan tabah kepada kaumnya, juga tidak boleh terbawa perasaan. Ayat ini menyatakan bahwa kaum musyrik Mekkah terus menerus mengganggu, meghalang-halangi, dan mencegah dakwah Nabi Muhammad karna mereka memenuhi hati mereka sendiri dengan rasa dengki kepada Nabi, khususnya ketika mereka mendengar ayat Al-Quran (al-dzikr). Mereka terus mengganggu Nabi supaya beliau merasa jenuh dan akhirnya menghentikan dakwahnya. Mereka juga menebar kebencian atas Nabi dengan mengolok beliau, menyebutnya dengan sebutan gila supaya masyarakat arab menjauhi Nabi dan ajaran agama islam.

Dari ayat tersebut dapat ketahui bahwa selama Nabi Muhammad menyampaikan dakwah ajaran agama Islam, Kaum Quraisy selalu dengki dan membenci tindakan Nabi tersebut. Karena kebencian yang besar itu, mereka menuduh dan mencaci Nabi Muhammad sebagai orang yang majnun, atau gila. Cacian tersebut mereka lontarkan supaya Nabi lelah dan berfikir untuk menghentikan dakwahnya. Selain itu mereka mencaci supaya masyarakat arab menjauhi Nabi Muhammad dan ajarannya. Dari sini kita dapat tahu bahwa penyebutan Nabi Muhammad sebagai gila hanyalah cacian dari Kaum Quraisy yang membenci Nabi Muhammad.

Allah membantah ayat cacian sebelumnya dengan menggunakan istilah yang sama, yakni majnun . Ayat yang menggunakan term majnun sebagai bantahan cacian kepada Nabi Muhammad salah satunya pada surat al-Takwir ayat 22 yang berbunyi

وَمَا صَاحِبُكُم بِمَجۡنُون

Artinya: “Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah sekali-kali orang yang gila”.

Penolakan Tuduhan Majnun terhadap Nabi Muhammad

Dalam kitab tafsirnya, Imam Quraish Shihab menjelaskan bahwa Nabi Muhammad dipuji oleh Malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu, disertai dengan penolakan terhadap tuduhan majnun yang dilontarkan kepadanya. Dalam ayat ini menyatakan bahwa Nabi Muhammad merupakan teman orang kafir quraisy yang sudah mereka kenal dekat sejak lama, dan yang selalu bersama mereka, dan bukanlah orang gila. Huruf (ba) yang melekat pada term majnun berfungsi menunjukkan makna sedikit, yang bermakna Nabi Muhammad bukanlah orang gila walaupun hanya sedikit. Dengan kata lain Nabi Muhammad sama sekali tidak gila.

Dari pemaparan penggunaan term majnun untuk menyifati Nabi Muhammad tersebut, dapat kita ketahui bahwa penyebutan Nabi Muhammad sebagai orang gila hanyalah cacian dan ejekan oleh kaum Quriasy. Kemudian dalam ayat yang lain Allah membantahnya bahwa Nabi Muhammad bukanlah orang gila. Nabi Muhammad telah memiliki sifat yang mulia bahkan sejak sebelum beliau menjadi Nabi. Beliau juga merupakan teman baik kaum Quraisy yang sangat mereka percaya hingga mereka menyebutnya al-Amin. Tetapi setelah Nabi Muhammad menyebarkan agama Islam ia mendapat cacian dan hinaan dengan julukan sebagai orang gila. Kesimpulannya Nabi Muhammad bukanlah orang gila seperti yang disebutkan oleh kaum Quraisy, kaum Quraisy hanya mencaci Nabi supaya beliau menghentikan dakwahnya.

Similar Posts