Nabi Musa Jotos Malaikat dan Proyek Peradaban
MajalahNabawi.com– Bismillah, alhamdulilah, wassalatu wassalam ‘ala rasulillah wa’alassahabah wassalihina min’ibadillah. amma ba’d.
Nabi Musa Jotos Malaikat, kebayang tak? Bulan madu di tepi sungai Nil saja oleh jomblo bisa terbayang, masa cerita Nabi tidak. Jadi ceritanya seperti ini … Serius ini, cerita ini ada di kitab Sahih al-Bukhari (194-256 H), Sahih Muslim (206-261 H), Sunan al-Nasa’i (215-303 H), dan Musnad Ahmad (164-241) rahimahumullah; diceritakan oleh Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam melalui Abu Hurairah (w. 57 H) radiyallahu ‘anhu, Hammam (w. 132 H), Ma’mar (96-150 H), Abdurrazzaq (126-211 H), Ibnu Rafi’ (170-245 H), lalu Imam Muslim (206-261 H) rahimahumullah. Ya, sekali-kali kita ngaji hadis baca sanad, setidaknya agar orang awam tahu bacaan santri-santri hadis.
Waktu itu Malaikat Maut mendatangi Nabi Musa berwujud manusia. Nabi Musa belum tahu kalau dia malaikat utusan Tuhan, tiba-tiba si Malaikat bilang, “Penuhi panggilan Tuhan-Mu (menghadap Tuhan, kamu, sana)!” Nabi Musa (dalam hati, “kurang ajar orang ini, belum kenal, nyuruh menghadap Tuhan, mau membunuh maksudnya? Wah, ngajak gelut”), Nabi Musa menjotos si Malaikat sampai picek matanya.
Si Malaikat tak berani, akhirnya kembali menghadap Tuhan dan mengadu, “Tuhan, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak mau mati, dia menjotos mataku hingga picek, (bagaimana, wahai Tuhan?)”
Tuhan mengembalikan mata si Malaikat seperti semula, sehat, lalu berfirman, “Oke, sekarang kamu datangi lagi hamba-Ku itu dan bilang padanya, ‘kamu mau lanjut hidup di dunia? Kalau iya, kamu letakkan tanganmu di punggung domba, bulu yang tertutupi oleh tanganmu, sebanyak itu tambahan tahun usiamu.'”
Si Malaikat mendatangi lagi Nabi Musa dan berkata sesuai titah Tuhan. “Oh, kamu Malaikat utusan Tuhan, ternyata,” Nabi Musa mengenali si Malaikat yang berwujud manusia. “Terus, sesudah tambahan usia itu, apa?” Tanya balik Nabi Musa. “Ya mati,” jawab malaikat singkat (sesuai titah Tuhan). “Ya, kalau begitu segera saja, tak perlu tambah-tambahan umur,” tegas Nabi Musa, lalu berdoa, “Ya Tuhanku, matikan aku di tempat yang berjarak satu tombak dari Baitul Maqdis.”
Setelah sampai di tempat yang dimaksudkan, Nabi Musa diwafatkan, Tuhan mengabulkan. “Kalau saja aku di tempat itu sekarang, akan aku tunjukkan pada kalian kuburan Nabi Musa, di pinggir jalan dekat pasir merah.” Nabi Muhammad menutup kisah. Asik, kan? Gimana, udah kebayang? Kalau belum, baca ulang sambil bayangkan, seru.
Untuk yang benar-benar serius, berikut teks hadisnya dalam Sahih Muslim Bab: Di Antara Keutamaan Nabi Musa ‘alaihissalam
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ ، حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ ، عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ ، قَالَ : هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا : وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ لَهُ : أَجِبْ رَبَّكَ. قَالَ فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا، قَالَ : فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى، فَقَالَ : إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ، وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي. قَالَ : فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ، وَقَالَ : ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي، فَقُلِ : الْحَيَاةَ تُرِيدُ ؟ فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ، فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً. قَالَ : ثُمَّ مَهْ ؟ قَالَ : ثُمَّ تَمُوتُ. قَالَ : فَالْآنَ مِنْ قَرِيبٍ، رَبِّ أَمِتْنِي مِنَ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ ” قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ، عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ “.
رواه مسلم
Terjemahan di atas adalah satu versi yang diperas dari Fath al-Bari karya Ibn Hajar (773-852 H), al-Minhajnya Imam Nawawi (631-676 H), Hasyiyahnya al-Sindi (w. 1138 H/1726 M), dan sembilan riwayat terkait: dua dalam Sahih al-Bukhari, dua dalam Sahih Muslim, satu dalam Sunan al-Nasa’i, dan empat dalam Musnad Ahmad rahimahumullah. Kalau tak percaya, baca aja kitab-kitab top itu. Terjemah leterlek bisa cek di One Day One Hadithnya Rasionalika tanggal 10 Maret 2020 M/ Rabu, 26 Rajab 1442 H.
Akan sangat banyak hikmah dari cerita di atas, meskipun orang-orang yang tak percaya akan berkata bahwa cerita itu hanya dongeng belaka yang tak berguna, tak ada sumbangan untuk membangun peradaban. Sejak dulu orang kafir memang begitu cara berpikirnya.
Agar orang awam tahu, mari kita ulik beberapa hikmah dari hadis di atas. Pertama, betapa pentingnya perkenalan agar tak salah paham. Kedua, jangan sok-sokan membangun peradaban. Berjuang, jihad, ijtihad, mujahadah, iya; tapi kuasa sejati hanya milik Tuhan Yang Mahabijaksana. Nabi Musa saja, yang nabi dan tokoh besar dikenal dalam sejarah dan dunia, tidak sombong dan sok-sokan. Misi menyampaikan Bani Israil ke tanah yang dijanjikan meskipun belum tercapai, kalau waktunya wafat telah tiba, ya tak perlu dipaksakan, karena Tuhan yang akan mengatur selanjutnya.
Hikmah ketiga, sumber ilmu pengetahuan tidak hanya akal dan indra; masih ada imajinasi, naluri, nurani, dan intuisi; dengan imajinasi kita bisa membayangkan cerita, dengan naluri ibu mengasihi bayinya, dengan nurani kita bisa merasakan perasaan Nabi Musa dan orang-orang sekitar kita, dengan intuisi (wahyu) Nabi Muhammad bisa mengetahui letak kuburan Nabi Musa ‘alaihimas salatu wassalam. Hikmah keempat dan seterusnya silahkan digali kalau mau. Dicukupkan kasihan orang awam yang tak kuat baca banyak.
Wallahu a’lam, alhamdulilah.