Ngaji Tapak Tilas Kiai Ali Mustafa
Majalahnabawi – Santri, satu kata yang mungkin menggambarkan seseorang dengan sarung ataupun peci. Menggambarkan seorang insan dengan kapasitas ijtihad yang tinggi, guna mengarungi bahtera keilmuan ulama seluruh negeri hingga derajat para wali. Namun tidak berhenti di sini, di balik edukasi santri, ada kiprah seorang kiai, yang mendidik serta mengayomi, hingga berhasil menjadi pahlawan duniawi dan ukhrawi.
Menjadi santri adalah salah satu kenikmatan yang tidak bisa dideskripsikan secara sempurna jika hanya lewat kata-kata. Kelezatan nyantri pun pada ujungnya hanya mampu dirasakan oleh mereka yang menimba lautan ilmu walau harus pergi ke negeri Cina.
Pada acara Pengajian Bulanan Malam Jumat, 3 Februari 2022, kali ini pihak ma’had mengundang Dr. Atmo Prawiro. LC., MA., salah satu alumni Darus-Sunnah tahun 2007.
Menelisik makna “alumni” dalam KBBI, dapat kita ketahui bahwa hal tersebut merujuk pada setiap orang yang mengikuti atau tamat dari suatu sekolah atau perguruan tinggi. Dalam kedarusunnahan, seorang alumni mempunyai posisi yang tidak kalah penting dengan penerus pesantren sendiri. Hal ini sebagaimana yang didawuhkan oleh KH. Zia Ul Haramein, Lc., M.Si. di bagian pembukaan acara, bahwa posisi alumni sebagai santri lama Kiai Ali, berhak pula menceritakan sosok Pak Kiai, mulai dari seluk beluk alumni nyantri, metode ngaji bahkan karakteristik sosok Pak Kiai. Bukan sebagai ajang membanggakan diri, melainkan motivasi, terlebih untuk santri-santri yang tidak pernah merasakan khazanah mengaji bersama Pak Yai.
Empat Pesan Pak Kiai
Cerita napak tilas pak Kiai yang didapati secara langsung dari alumni, juga bisa menjadi media istifadah bagi para santri, baik dari segi akademik, pengalaman selama nyantri dan lainnya. Di antara pesan penting Pak Kiai yang dapat dipetik dari kisah Dr. Atmo;
1. Jangan sekalipun meninggalkan salat berjamaah. Kalaupun tertinggal, maka sangat dianjurkan untuk mencari orang lain yang belum salat
2. Belajar yang tekun
3. Salat witir
4. Qiyamul Lail (Salat Tahajjud)
Mendidik dengan Model yang Berkualitas
Pada tempo dulu, Ma’had Dauly Darus-Sunnah hanya mempunyai slot kuota 10 orang untuk pendaftar kisaran 200 orang. Santri yang lolos pastinya merupakan yang terbaik hasil seleksi, mengingat keinginan Pak Kiai untuk membentuk generasi ulama yang cerdas dan berkualitas, terlebih di dalam Ilmu Hadis dan Fikih.
Pak Kiai selalu menginginkan santri-santrinya mempunyai cita-cita dan komitmen yang dibuktikan dengan istiqomah dalam suatu hal. Pak Kiai adalah sosok yang mengingat santri-santrinya yang rajin dan istiqomah, sehingga hal ini juga menjadi salah satu motivasi ketekunan mereka dalam menuntut ilmu.
Selain itu, Pak Kiai juga tegas dalam hal riyadlah. Pak Kiai menganjurkan setiap santrinya untuk berpuasa 10 hari menjelang hari raya Idul Adha.
Senantiasa Berbahasa Arab dan Inggris
Semasa nyantri, komunikasi Pak Kiai dengan para santrinya, baik saat jam dirosah maupun di luarnya, selalu menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi santri Kiai Ali. Komitmen adalah kunci utama sebelum membiasakan diri dalam memperkaya dua bahasa tersebut. Sampai saat ini, penggunaan bahasa Arab dan Inggris masih tetap terjaga sebagai salah satu peraturan pondok.
Jangan Duakan Menuntut Ilmu
Hakikat seorang santri adalah menuntut ilmu tanpa mengenal waktu. Kedisiplinan yang diterapkan Pak Kiai menunjukkan bahwa beliau benar-benar ingin santrinya fokus pada ilmu. Sehingga, dalam cerita yang disampaikan Atmo Prawiro, sosok Pak Kiai juga tidak jarang mengingatkan para santrinya untuk tidak menduakan menuntut ilmu. Ketika belajar, sudah sepatutnya fokus dan serius. Saat di ruang belajar, memperhatikan guru dengan baik. Cerdas mengatur waktu, antara belajar dengan aktivitas lainnya, seperti organisasi. Dalam proses mendidik, beliau juga selalu mengayomi santrinya untuk selalu menempatkan sesuatu yang lebih penting di atas yang penting.