Nikah Dulu atau Mapan Dulu?

Majalahnabawi.com – Seringkali pemuda-pemudi yang hendak menikah dihadapkan dengan statemen “Nikah dulu” atau “Mapan dulu”. Meskipun dalam pandangan Islam keduanya sama-sama benar dan bersifat relatif, namun hal ini kerap membingungkan bagi anak remaja, khususnya yang belum menikah. Akhirnya, ketika mereka dihadapkan dengan persoalan pernikahan, mereka turut kebingungan.

Tanggung Jawab Finansial dalam Rumah Tangga

Secara teori memang banyak yang berpendapat bahwa lebih baik mapan dulu secara finansial lalu menikah. Hal ini bisa dibuktikan dari laki-laki yang sudah menikah akan memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Mulai dari urusan makan, tempat tinggal, dan biaya pendidikan anak. Paling tidak semua itu bisa terpenuhi meskipun tidak begitu mewah.

Namun, bukan berarti yang tidak mapan malah tidak boleh menikah. Pernyataan seperti ini jelas keliru, karena Islam tidak pernah mengajarkan harta adalah segala-galanya yang tanpanya urusan tidak akan terlaksana, bahkan urusan menikah sekalipun. Tetapi, selama yang bersangkutan sudah berusaha (ikhtiar), barulah Islam mengajarkan yang namanya “Pasrah kepada Allah” (tawakal), karena tugas seorang hamba adalah berusaha, bukan berhasil.

Tawakal Kepada Allah dalam Persoalan Rezeki dan Pernikahan

Setelah berusaha hingga mencapai batas kemampuan, namun tidak menggapai ke taraf maksimal dari sisi finansial, maka pilihan selanjutnya adalah pasrah kepada yang Maha Kuasa. Allah Swt. berfirman:

وَأَنْكِحُوا أْلأَيَامى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

Nikahkanlah anak-anak yang belum berpasangan dari kalian dan orang-orang shalih dari budak laki-laki dan budak perempuan kalian. Jika mereka tergolong fakir, niscaya Allah akan mencukupinya melalui anugerah-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) serta Maha Mengetahui.” (QS. Al-Nur:32)

Para Mufassir, seperti Ibn Jarir at-Thabari mengakatan: “Jika orang-orang yang ingin kamu nikahkan, baik laki-laki atau perempuan, budak laki-laki atau budak perempuan adalah termasuk golongan fakir-miskin, maka Allah akan mengaruniai kekayaan bagi mereka. Dan jangan biarkan kemiskinan mereka menghalangimu untuk menikahkannya.” (Tafsir at-Thabari juz:17, hal. 274)

Syekh Abu Bakar bin Muhammad juga berkomentar tentang ayat di atas, beliau mengatakan: “Pernikah merupakan salah satu urusan masa depan yang dinanti-nantikan oleh para remaja. Namun, mereka tidak tahu apa yang akan dihadapinya. Maka, dalam keadaan seperti ini, bertawakal kepada Allah Swt. dan memohon pertolongan-Nya termasuk salah satu hal terbesar yang dapat membantu mereka dalam segala urusan yang akan dihadapi. Karena masih banyak dikalangan remaja masih khawatir dalam persoalan rezeki, hingga dapat menghalanginya untuk melanjutkan pernikahan.

Padahal, Allah Swt. telah menjanjikan kepada hamba yang bertawakal dan bersandar kepada-Nya akan memenuhi kebutuhannya, bahkan menjadikan pernikahan sebagai salah satu pintu rezeki. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Nur:32. (Al-hukmu min al-Muamalat wa an-Nikah fi Ayat Al-Qur’an, hlal. 107)

Hadis tentang Kecukupan Rezeki dalam Pernikahan

Dalam hadis juga dikatakan, Abdullah bin Mas’ud pernah meriwayatkan hadis kemudian membaca ayat di atas. Hadis tersebut ialah,

الْتَمِسُوا الغِنَى فِي النِّكَاحِ

Carilah kecukupan rezeki di dalam pernikahan” (Tafsir at-Thabari juz:17, hal. 275)

Di kesempatan lain Rasulullah Saw. menyampaikan esensi yang sama dengan di atas. Beliau bersabda,

ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: النَّاكِحُ يُرِيْدُ الْعَفَافَ وَالْمُكَاتَبُ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالْغَازِي فِي سَبِيْلِ اللهِ. رواه الإمام أحمد والترمذي

Ada tiga golongan yang pasti Allah tolong: Orang yang menikah agar dirinya terjaga, budak mukhatab yang ingin merdeka (dengan melunasi cicilan), dan orang yang berjuang di jalan Allah” (Tafsir Ibnu Katsir, juz:6, hal. 51)

Dalam Hadis Qudsi, Allah Swt. berfirman,

عَنْ مُعَاذِ ابْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه قال: قال رسولُ الله ﷺ : يقول اللهُ تعالى يَا ابْنَ آدَمَ إِنِّي أَنَا الرَّازِقُ وَأَنْتَ الْمَرْزُوْقُ وَتَعْلَمُ أَنِّي أُوْفِيْكَ رِزْقَكَ, فَلَا تَتْرُكْ طَاعَتِي بِسَبَبِ الرِّزْقِ فإِنَّكَ إِنْ تَرَكْتَ طاعتي بسبب رزقِك أَوْجَبْتُ عليك عُقُوْبَتِي

Dari Mu’adz bin Jabal RA., beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Allah Swt. berfirman: Wahai anak Adam, Akulah Maha Pemberi Rezeki dan kamu yang direzekikan. Dan kamu tahu bahwa Akulah yang mencukupkan segala kebutuhanmu atau rezekimu, maka taatlah kepada-Ku, karena jika kamu tidak taat kepada-Ku sebab (mencari) rezeki, Aku pastikan kamu mendapatkan azab-Ku. (Al-Mawaidz usfuriyah, hal. 19)

Peran Mental dan Tanggung Jawab dalam Membangun Rumah Tangga

Inti dari tiga hadis di atas adalah bahwa, seorang hamba -khususnya yang hendak menikah- seharusnya tidak perlu khawatir dalam persoalan rezeki. Selama berada di jalan yang benar, sudah berusaha semaksimal mungkin, maka tanamkanlah keyakinan bahwa Allah Swt. pasti menolongnya. Ia tidak akan membiarkan makhluknya kelaparan, bahkan kepada binatang sekalipun. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَا مِنْ دبَّة فِي الأَرْضِ إلا على اللهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada binatang manapun di muka bumi ini kecuali Allah telah memberi rezeki padanya” (QS. Al-Hud:6)

Dengan ini, “nikah dulu, lalu mapan?” atau “mapan dulu, lalu nikah?” sebenarnya tidak menjadi persoalan. Kemapanan pun tidak bisa menjamin membawa kelanggengan dalam rumah tangga. Karena yang terpenting adalah adanya mental dan rasa tanggung jawab untuk bersama-sama merawat keluarga. Namun, bukan berarti mapan itu tidak penting. Dengan kemapanan seseorang bisa memberikan yang terbaik untuk keluarga, baik sandang, pangan, dan papan. Tetapi, jika masih kesulitan dalam persoalan rezeki setelah berusaha, tetaplah menikah. Atas izin Allah Swt. rumah tangga akan tetap terjaga dan tercukupi selama berada dalam ketaatan-Nya. Wallahu A’lam

Similar Posts