Pendekatan Dakwah Nabi; Catatan Singkat Tadarus Karya Kiai Ali Mustafa Yaqub
Majalah Nabawi-Dalam buku “Sejarah dan Metode Dakwah Nabi” Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. menyebutkan ada 6 pendekatan/manhaj yang diterapkan oleh Nabi Saw dalam menyampaikan dakwahnya. Namun pada artikel ini, kita akan fokus pada dua pendekatan saja. Yaitu pendekatan personal dan pendekatan pendidikan.
Dasar-Dasar Metode Dakwah
Allah SWT berfirman dalam Quran Surah an-Nahl ayat 125:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ada tiga dasar-dasar metode dakwah yang terkandung dalam ayat tersebut. Yaitu dakwah bil hikmah, dakwah bil mauidhah hasanah, dan dakwah bil mujadalah allati hiya ahsan (diskusi dengan menggunakan cara yang baik).
Tiga dasar-dasar metode dakwah tersebut, oleh Nabi Saw ditafsirkan menjadi enam pendekatan dakwah yang diterapkannya dalam menyeru manusia kepada Islam. Dua diantaranya adalah:
Pendekatan Personal
Pendekatan ini dilakukan oleh Nabi Saw pada masa awal-awal Islam. Nabi menyampaikan dakwah kepada objek satu persatu secara rahasia. Dimulai dari orang-orang terdekat beliau seperti Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqash, al-Zubair bin Awwam, dll.
Dalam literasi dakwah modern, dakwah dengan pendekatan personal ini kemudian dikenal dengan dakwah fardiyah. Pendekatan personal dalam dakwah dianggap penting salah satunya karena ada sebagian orang yang enggan tertarik dengan kebaikan kecuali didekati secara pribadi. Bisa jadi karena kelemahan yang dimiliki oleh sebagian orang tersebut tidak ingin diketahui di depan khalayak, atau kebaikan yang dipilihnya belum siap dipublikasikan kepada orang lain. Mengingat urgensi dari pendekatan personal ini, dapat dipetik suatu pelajaran, bahwa menyampaikan dakwah haruslah sesuai dan mempertimbangkan kondisi objek dakwah. Banyak orang-orang yang sebenarnya hatinya baik, hanya karena belum ada yang mendekati dan menyentuhnya, mereka belum mau mendukung kebaikan.
Pendekatan pendidikan
Nabi sudah melakukan dakwah dengan pendekatan pendidikan sejak periode Makkah. Namun pada periode Makkah belum berkembang sebab faktor keamanan yang belum stabil. Kemudian pendekatan ini berkembang dan lebih terorganisir pada saat nabi hijrah ke Madinah.
Ada beberapa tempat yang dijadikan nabi sebagai tempat pendidikan. Yaitu rumah al-Arqam bin al-Arqam (Darul Arqam), rumah nabi, al-Shuffah, dar al-Qurra, kuttab, masjid, dan rumah para sahabat.
Satu hal yang menarik dari pendidikan nabi di Darul Arqam, yaitu bahwa pendidikan di Darul Arqam memiliki komponen-komponen pendidikan Islam yang sama dengan sistem pendidikan pesantren di Indonesia. Di mana pendidikan pesantren di Indonesia memiliki minimal 3 komponen: adanya kiai/pengajar yang menyediakan waktunya selama 24 jam, masjid tempat mempraktekkan ibadah, dan ada santri yang bermukim. Begitu pula pendidikan di Darul Arqam. Ada nabi sebagai pengajar yang full timer, ada Masjidil Haram (rumah al-Arqam dekat Kakbah), dan ada santri yaitu para sahabat. Maka tidak berlebihan apabila kita mengatakan Darul Arqam sebagai perguruan tinggi pertama dalam Islam.
Selain Darul Arqam, Prof Dr Muhammad Mustafa Azami melukiskan bahwa al-Shuffah merupakan perguruan tinggi pertama kali dalam Islam. Di mana nabi dan beberapa sahabat pilihan seperti Abdullah bin Sa’id (mengajar di bidang membaca dan menulis) sebagai staf pengajar, dan sahabat lainnya sebagai mahasiswa.
Perbedaan perguruan tinggi al-Shuffah dengan perguruan tinggi Darul Arqam terletak pada sistem al-Shuffah yang lebih rapi dan terorganisir. Hal ini disebabkan keadaan di Madinah jauh lebih stabil dibandingkan keadaan di Makkah.
Hal menarik dari pendidikan al-Shuffah adalah semua siswa belajar secara gratis bahkan disubsidi. Nabi menugasi para sahabat yang kaya utuk menjamin ashabu shuffah. Spt Sa’ad bin ubadah yg setiap malamnya menjamin makan 80 siswa al-Shuffah.
Metode pendidikan nabi
Dalam bukunya, Kiai Ali menyebutkan ada 10 metode pendidikan yang diterapkan nabi: Graduasi (tadarruj) atau step by step, levelisasi (menyampaikan materi dakwah dengan memperhatikan tingkat kecerdasan para sahabat yang berbeda-beda, bahkan terkadang memperhatikan tingkat emosionalnya), variasi (dalam hal waktu dan materi), keteladanan (al-uswah wa al-qudwah), aplikatif, repetition (mengulang-ulang), evaluasi, dialog/tanya jawab, analogi/qiyas, dan cerita atau kisah.
Jika diperhatikan, kesepuluh metode pendidikan yang diterapkan Nabi Saw ini dapat kita temukan juga pada metode pendidikan Kiai Ali. Seperti yang dituturkan oleh Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, LC. MA. pada salah satu momen yang saya hadiri, bahwa dalam mengajar, semua yang disampaikan Kiai Ali dibahasakan dengan ringan. Setiap perkataannya beliau ucapkan pelan-pelan, jelas dan sering sering diulang-ulang sampai tiga kali. Bahkan terkadang dalam satu liqo hanya membahas bagaimana cara menaruh handuk yang benar, bagaimana cara merapikan sandal, yang seringkali dianggap hal sepele padahal pada realitasnya memang membutuhkan perhatian. Selain itu, banyak buku-buku beliau yang ditulis dengan metode qishsash dan metode dialog seperti “Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal”, “Hadis-Hadis Bermasalah”, “Pengajian Ramadhan Kiai Duladi” dan masih banyak lagi.
Dari dua pendekatan dakwah di atas dapat dipetik suatu pelajaran, bahwa menyampaikan dakwah haruslah sesuai dan mempertimbangkan situasi setempat, sehingga dakwah dapat sampai tepat sasaran. Wallahu ‘alam.