Pengaruh Dakwah Korespondensi

Majalahnabawi.com – Sebagai makhluk yang berusaha untuk senantiasa mengabdi kepada Tuhan, penulis hendak menguraikan kembali diskusi-diskusi yang pernah ada dalam ruang kelas ke ruang yang lebih luas. Bagi penulis, apa pun yang berkaitan dengan sang karismatik perlu disebar ke publik, senada dengan tujuan diutusnya, yaitu sebagai rahmat bagi semesta.

Satu semester membedah buku Sejarah dan Metode Dakwah Nabi Saw karya Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub merupakan sebuah kebanggaan. Buku yang terbit pertama kali pada tahun 1997 ini kiranya masih sangat relevan dengan perkembangan dakwah masa kini dan nanti. Mengingat ‘dakwah’ sebagai sebuah prinsip ilmu yang berdiri sendiri tergolong masih baru.

Terdapat banyak sisi yang disinggung dalam buku satu ini. Mulai dari sejarah singkat kehidupan Rasulullah Saw, tugas-tugas pokok beliau, keistimewaan dakwah sampai pembahasan intinya yaitu metode-metode dakwah yang terurai dalam sosial historis perjalanan hidup beliau.

Dakwah Korespondensi   

Dakwah ala Rasulullah Saw menggunakan sarana dan prasarana yang sesuai dengan zaman saat itu. Setidaknya terdapat enam pendekatan Nabi Muhammad dalam melakukan dakwah, pendekatan personal, pendidikan, penawaran, misi, korespondensi (mukatabah), dan diskusi (mujadalah). Namun tidak banyak yang akan penulis bahas dalam tulisan kali ini, hanya sedikit menyinggung pada salah satu metode yaitu dakwah korespondensi.

Dakwah korespondensi adalah salah satu bentuk kegiatan dakwah dengan melalui surat. Surat dakwah itu sendiri menjadi salah satu media dakwah dalam bentuk tulisan dan wahana untuk mengajak beriman bagi kalangan tertentu. Saat ini, ajakan dengan media tulisan menjadi bagian penting dalam proses dakwah. Hal ini terbukti dengan semakin menjamurnya majalah, koran, hingga buletin Islami cetak maupun website.

Dakwah melalui tulisan bukan hanya menjadi ekspresi jiwa intelektualitas dari umat Islam, tetapi juga menjadi wujud keharmonisan antara ajaran agama dengan perkembangan zaman. Dakwah melalui media semacam ini bukanlah hal baru dalam tradisi dakwah Islam. Figur yang pernah melaksanakannya justru sang pembawa risalah agama, Nabi Muhammad Saw.

Target Dakwah Korespondensi   

Nabi Muhammad menggunakan media dakwah menggunakan metode mukatabah (korespondensi) yang ditujukan kepada para raja dan penguasa non-muslim saat itu. Dalam buku karya Kiai Ali Mustafa ini setidaknya membahas enam raja yang menjadi sasaran dakwah Rasulullah Saw. Raja an-Najasyi (Raja Habasyah), Kaisar Heraklius (Kaisar Romawi), Kisra Persia (Raja Persia), al-Mauquqis (sebutan bagi raja-raja al-Iskandariah), Raja Balqa, dan Haudzah al-Hanafi (penguasa Yamamah) adalah sosok pemimpin-pemimpin yang menjadi target dakwah Rasulullah.

Satu hal yang unik dari metode ini adalah bahwa dakwah dengan tulisan atau surat menyurat mengisyaratkan akan adanya segmentasi dalam memetakan mad’u (objek dakwah). Berbeda dengan metode yang lain, penyampaian risalah Tuhan dengan metode tulisan ini khusus kepada kalangan dengan kekuasaan atau intelektualitas yang tinggi.

Pemetaan ini juga berfungsi dalam mengetahui tingkat penyerapan pemahaman akan seorang mad’u, sehingga metode penyampaian pun dapat selaras dengan kondisi sosial-psikologis.

Keberhasilan Dakwah Korespondensi

Melihat dari sejarahnya, dakwah dengan tulisan memiliki efek yang cukup besar bagi penyebaran agama Tuhan. Walaupun beberapa raja menolak untuk beriman, setidaknya ajaran agama telah sampai dan terdengar kepada penguasa-penguasa saat itu.

Satu-satunya raja yang memeluk Islam setelah mendapatkan surat adalah Raja Habasyah. Sementara raja-raja yang lain menolak dengan memberikan hadiah kepada Rasulullah seperti yang dilakukan Raja al-Iskandariah (Mesir).

Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad melalui al-qalam memberikan kontribusi dalam penyebaran Islam ke wilayah lain. Hal ini mengindikasikan bahwa ekspansi wilayah yang dilakukan Nabi dapat melalui dakwah beliau.

Di zaman sekarang, dakwah melalui korespondensi peluangnya sangat luas. Bukan hanya melalukan hal yang sama dengan cara dakwah Nabi kepada raja-raja, tetapi memaksimalkan media tulisan sebagai sarana dakwah. Tentunya kegiatan tersebut selalu harmonis dengan perkembangan teknologi informasi.

Similar Posts