Pengaruh Filsafat Yunani dalam Pemikiran Islam

Majalahnabawi.com – Islam datang tidak dalam bersekte–sekte, Islam hadir sebagai rahmatan lil’alamin, memberikan berbagai aspek positif bagi seluruh makhluk, mulai dari tumbuhan hingga manusia. Semua derajat manusia sama di mata sang pemilik Islam (Allah Swt.), yang membedakannya hanyalah ketakwaan dari masing-masing personil. Anda ingin mulia di mata Allah, ingin tinggi derajatnya, ingin menjadi wali Allah, maka tambahlah ketakwaan Anda. Meskipun demikian hidup tidak hanya soal ibadah, seperti datang dalil kemudian diamalkan. Tentu pasti terdapat khilafiyah (perbedaan) dalam meraih konklusi (natijah) dalam setiap dalil.

Lahirnya Aliran-aliran dalam Islam Akibat Pengaruh Filosofis

Perbedaan inilah nanti yang akan menjadi cikal bakal munculnya ideologi pemahaman (aliran) dalam Islam. Seperti aliran yang muncul karna perdebatan seputar ilmu kalam, di antaranya; kelompok Mu’tazilah, Jabariyah dan Ahlu Sunnah. Ada juga aliran yang muncul karena faktor politik, di antaranya; kelompok Khawarij dan Murjiah.

Ekspansi wilayah merupakan cara Islam dalam menyebarkan tauhid. Setiap kali bangsa Islam berhasil melakukan ekspansi, lalu meraka memulai dakwah fikriyah, yaitu menyampaikan Islam dengan cara berdiskusi dan berargumentasi dengan mengetengahkan hujah dan bukti-bukti. Ketika berdiskusi dengan penganut filsafat Yunani, kaum Muslim mulai mengenal cara berfikir filsafat untuk membahas masalah keyakinan dan akidah. Ini sangat berbeda dengan cara berfikir mereka (umat Islam). Maka, untuk menyaingi para penganut filsafat Yunani itu, kaum muslimin mencoba mempelajari filsafat mereka, alhasil mereka justru terjebak dan terpengaruh cara berfikir filsafat Yunani. (Taqiyuddin al-Nabhani, asy-Syakhsiyah al-Islamiyah)

Kala itu terdapat dua aliran filsafat yang menjadi sorotan karena mengenalkan free will (kehendak) pada manusia atau perbuatan manusia. Epicurisme, filsafat yang didirikan oleh filsuf Yunani Bernama Epicuris (341-270 M). Aliran ini berpendapat bahwa manusia adalah pencipta perbuatan dan bebas mengekspresikan seluruhnya tanpa ada yang membatasi. Sedangkan Riwaqisme, filsafat yang didirikan oleh Zeno (sekitar 264 SM) berpendapat sebaliknya, manusia tidak bebas dan terikat dengan apa yang telah ditetapkan pada diri mereka.

Mu’tazilah, Jabariyah, dan Ahlu Sunnah

Ketika sudah Mulai banyak kaum muslim yang bersenggol dengan filsafat Yunani, pemahaman Islam akan perbuatan manusia mulai mendatangkan banyak interpretasi. Sehingga bermunculan ahli kalam yang membahas permasalahan free will ini. Aliran pertama sekali dan sangat antusias dalam membahas permasalahan ini adalah kelompok Mu’tazilah. Kelompok ini diusung oleh Abu Hudzaifah Wasil bin Atha’ al-Gazzal (W.131 H). Di antara karangan nya, yaitu Ma’aniy Al-Quran, Manzilah baina Manzilatain, Asnaf al-Murji’ah. Banyak pendapat Mu’tazilah yang berselisih paham, bahkan di anatara pendapat ekstrim mereka mengatakan bahwa Al-Quran adalah Makhluk. Lantas siapa saja di masa itu yang mengatakan Al-Quran bukan makhluk akan disiksa paksa, dipenjara, dipukul, dan dicambuk. Hal inilah yag dialami oleh imam Ahmad bin Hambal.

Setelah lahirnya aliran Mu’tazilah, maka muncullah aliran paham Jabariyah yang dipelopori oleh Jahm bin Shafwan (W. 745 M). Mereka juga mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk, pendapat mereka yang lain, meraka berkeyakinan bahwa Allah tidak bisa dilihat di kehidupan akhirat nanti dan syurga itu fana (rusak). Jabariyah hadir karena merespon pendapat pendapat Mu’tazilah yang keliru dan menyesatkan. Setelah Mu’tazilah dan Jabariyah, lalu muncullah aliran Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Abu Hasan al-Asy’ari (W. 324 H) merupakan salah satu tokoh yang proaktif dikelompok ini. kelompok ini hadir atas respon dari pendapat pendapat dua aliran sebelumnya. Kelompok Ahlu Sunnah wal Jama’ah banyak berbeda pendapat dengan aliran yang disebutkan di atas, di antaranya mereka meyakini bahwa Al-Quran adalah kalam Allah bukan Makhluk, Allah bisa dilihat ketika di akhirat nanti, surga dan neraka serta kenikmatan dan kesengsaraannya baqa’ (kekal).

Keadaan Dunia Islam Pasca Pengaruh Filsafat Yunani

Dunia Islam menjadi gempar karena perbedaan pendapat ini, bahkan suatu kelompok tidak segan-segannya mengkafirkan antara yang satu dengan yang lainnya, saling hina dan mencaci, saling menjatuhkan dan menyudutkan. Semua sikap negatif ini bersumber dari sebahagian Muslim yang mencoba belajar filsafat Yunani dengan tujuan awal sebagai senjata untuk berdebat dengan kaum kafir, namun justru malah mereka yang terjebak dan terdoktrin filsafat Yunani, lalu mereka berfatwa dengan sesuka hati sehingga berjalannya waktu runtuhlah fondasi Islam dan kejayaannya.

Similar Posts