Penjagaan Al-Quran: Pengertian dan Sejarahnya
majalahnabawi.com – Mengapa digunakan kata “penjagaan” bukan “pemeliharaan? Dalam pembahasan ini, menurut penulis, kata “penjagaan” sebagai terjemah dari ḥifẓ lebih tepat daripada “pemeliharaan”. Karena, dalam kata “pemeliharaan” terkandung makna pertumbuhan, seperti memelihara hewan artinya merawat hewan tersebut tumbuh sampai besar. Sedangkan, kata “penjagaan” mengandung makna mempertahankan dan melindungi dari kerusakan (KBBI V).
Ini lebih tepat untuk Al-Quran. Karena, Al-Quran tidaklah bertumbuh atau bertambah setelah berakhirnya risalah wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. Justru, Al-Quran harus dipertahankan dan dilindungi sedemikian hingga tetap sama dengan apa yang telah Nabi saw sampaikan. Mungkin pemahaman dan tafsir terhadap Al-Quran boleh berkembang atau dipelihara, tapi Al-Quran tidak boleh berkembang, justru harus dijaga keasliannya.
Ayat-Ayat tentang Penjagaan Al-Quran
Apa yang dimaksud dengan penjagaan Al-Quran? Biasanya, ayat Al-Quran yang dikutip dalam pembahasan ini adalah
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ ٩
“Sungguh Kami, Kamilah yang menurunkan, setahap demi setahap, pengingat ini: dan, perhatikan, sungguh Kami adalah Sang Penjaganya (dari segala kerusakan).” al-Ḥijr/15: 9.
Al-Żikr (pengingat) dalam ayat ini maksudnya adalah Al-Quran. Maksud ini akan lebih jelas dalam ayat
بَلْ هُوَ قُرْاٰنٌ مَّجِيْدٌۙ ٢١ فِيْ لَوْحٍ مَّحْفُوْظٍ ࣖ ٢٢
“Ini adalah bacaan sempurna (Qur’ān) yang sangat mulia, (yang tertulis) di dalam suatu lembaran yang tidak akan pernah rusak atau pun sirna.” al-Burūj/85: 21-22.
Sebelum masuk lebih dalam ke pembahasan sejarah penjagaan Al-Quran dari waktu diwahyukannya sampai sekarang, saya merasa perlu mempertegas tafsir kedua kutipan ayat Al-Quran di atas untuk mendefinisikan apa yang dijaga. Dengan kata lain, Al-Quran yang mana yang dijaga.
Tafsir Ayat-Ayat tentang Penjagaan Al-Quran
Kutipan pertama ada di surah al-Ḥijr. Ayat pertama surah al-Ḥijr berisikan berikut, “alif lām rā’ itu adalah pesan-pesan wahyu (Āyāt al-Kitāb)—sebuah wacana yang jelas dalam dirinya dan secara jelas menunjukkan kebenaran (Qur’ān Mubīn).” Di ayat ke 6, Nabi sebagai penerima wahyu dituduh gila oleh para pengingkar kebenaran. “Mereka berkata, ‘Wahai, engkau yang peringatan ini (konon) telah diturunkan kepadamu: sungguh, engkau gila!” Barulah ayat ke sembilan bertuliskan kutipan ayat awal di atas.
Artinya, al-Żikr dalam ayat tersebut adalah Āyāt al-Kitāb dan Qur’ān Mubīn yang diturunkan secara bertahap (nazzalnā) kepada Nabi Muhammad Sang Penerima wahyu dari Tuhan. Dan memang, Surah al-Ḥijr ini di antara tema pokoknya adalah petunjuk yang Allah berikan kepada manusia melalui wahyu. Demikian kesimpulan Muhammad Asad dan silakan baca Surah al-Ḥijr keseluruhan untuk membuktikan (Muhammad Asad, 2017: 477).
Kutipan ayat kedua dari surah al-Burūj di atas juga mempertegas bahwa apa yang didustakan oleh Aṣḥāb al-Ukhdūd, Fir‘aun, Ṡamūd, dan orang-orang yang berkukuh mengingkari kebenaran (allażīna kafarū) adalah bacaan yang sangat mulia (Qur’ān Majīd), di dalam suatu lembaran yang tidak akan pernah rusak ataupun sirna (fī Lauḥ Maḥfūẓ). Al-Żikr artinya pengingat. Āyāt al-Kitāb artinya ayat-ayat kitab suci, atau pesan-pesan wahyu kitab ilahi. Qur’ān Mubīn artinya bacaan yang jelas atau wacana yang jelas dalam dirinya dan secara jelas menunjukkan kebenaran. Qur’ān Majīd artinya bacaan yang sangat mulia. Itulah semua yang dimaksud dengan Al-Qur’an yang terjaga (fī Lauḥ Maḥfūẓ) dan Allah (menggunakan kata Naḥnu/Kami) adalah Sang Penjaganya (lahū laḥāfiẓūn).
Sejarah Penjagaan Al-Quran Sejak Zaman Nabi hingga Sekarang
Di atas telah dijelaskan bahwa Al-Quran yang terjaga adalah Al-Żikr (pengingat), Āyāt al-Kitāb (ayat-ayat kitab suci, atau pesan-pesan wahyu kitab ilahi), Qur’ān Mubīn (bacaan yang jelas atau wacana yang jelas dalam dirinya dan secara jelas menunjukkan kebenaran) dan Qur’ān Majīd (bacaan yang sangat mulia).
Bagaimana bentuk penjagaan Al-Quran tersebut sejak disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. hingga tiba pada kita semua? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita tidak lagi bisa menggunakan ayat Al-Quran karena ini terjadi sesudah Al-Quran selesai diwahyukan. Jawaban hanya bisa didapat dari riwayat-riwayat dan bukti-bukti sejarah.
Secara umum, Al-Quran dijaga dengan dihafal dan ditulis sejak masa Nabi Saw. sampai sekarang. Dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī terdapat “Kitāb Faḍā’il al-Qur’ān”. Berikut saya tampilkan riwayat-riwayat dalam kitab tersebut yang menarasikan bagaimana bentuk penjagaan Al-Quran dalam arti penghafalan dan penulisan pada masa Nabi Saw., Abū Bakr ra. dan ‘Uṡmān bin ‘Affān ra.
1. Penulisan dan Penghafalan Al-Quran pada Masa Nabi Saw
Al-Barā’ ra. bercerita bahwa ketika ayat “lā yastawī-l-qā‘idūn mina-l-mu’minīn wa-l-mujāhidūn fī sabīlillāh” Nabi saw. bersabda, “panggilkan Zaid, dan bilang padanya, bawa alat tulis (al-lauḥ, al-dawāh dan al-katif).” Kemudian, Nabi bersabda, “Tulislah ‘la yastawī-l-qā‘idūn’…” (al-Bukhari, 1442: 6/181-187).
Fāṭimah ra. bercerita, “Nabi saw. berbisik kepadaku bahwa Jibril membacakan Al-Qur’an kepadaku setiap tahun, dan pada tahun ini ia membacakannya kepadaku dua kali. Menurutku, itu adalah tanda ajalku.” (al-Bukhari, 1442: 6/181-187).
Masrūq ra. bercerita, “Belajarlah Al-Qur’an dari empat orang: ‘Abdullāh bin Mas‘ūd, Sālim, Mu‘āż dan Ubai bin Ka‘b.” (al-Bukhari, 1442: 6/181-187).
Anas ra. bercerita, “Nabi saw. wafat dan belum ada yang mengumpulkan Al-Qur’an kecuali empat orang: Abū al-Dardā’, Mu‘āż bin Jabal, Zaid bin Ṡābit dan Abū Zaid.” (al-Bukhari, 1442: 6/181-187).
Artinya, pada masa Nabi, Al-Quran telah mulai dihafal, ditulis, dikumpulkan. Dengan kata lain, Al-Quran telah dijaga di masa Nabi.
2. Pengumpulan Al-Quran pada Masa Abū Bakr ra.
Sesudah Nabi saw. wafat, terjadi perang Yamamah. Dalam perang tersebut, beberapa penghafal Al-Qur’an (qurrā’) mati syahid. Ini membuat ‘Umar bin al-Khaṭṭāb ra. khawatir Al-Qur’an ada yang hilang. Maka, ‘Umar usul kepada Abū Bakr ra. sebagai khalifah pada masa itu untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Singkat cerita, ‘Uṡmān memerintah Zaid bin Ṡābit mengumpulkan Al-Qur’an. Zaid adalah penulis wahyu untuk Nabi saw. Cerita ini diceritakan oleh Zaid sendiri (al-Bukhari, 1442: 6/181-187).
3. Penyalinan Al-Quran pada Masa ‘Uṡmān bin ‘Affān ra.
Pada masa khalifah ‘Uṡmān bin ‘Affān ra. terjadi perang untuk memerdekakan Armenia dan Azerbaijan. Ḥużaifah ra. adalah di antara pasukan perang umat Islam pada waktu itu. Ḥużaifah menghadap khalifah ‘Uṡmān ra. Ia melaporkan kepada khalifah bahwa terjadi kekacauan disebabkan perbedaan bacaan Al-Quran.
Singkat cerita, ‘Uṡmān ra. memerintahkan beberapa orang untuk menyalin Al-Quran yang telah dikumpulkan pada masa Abū Bakr ra. yang disimpan oleh Ḥafṣah putri ‘Umar bin al-Khaṭṭāb. Para penyalin Al-Quran tersebut adalah Zaid bin Ṡābit, ‘Abdullāh bin al-Zubair, Sa‘īd bin al-‘Āṣ dan ‘Abd al-Raḥmān bin al-Ḥāriṡ bin Hisyām. Sesudah Al-Quran disalin, salinannya dikirim ke daerah-daerah umat Islam (al-Bukhari, 1442: 6/181-187).
Mushaf Al-Quran resmi di Indonesia dan berbagai negara didasarkan pada mushaf-mushaf yang disalin pada masa ‘Uṡmān ra. berdasarkan riwayat Abu ‘Amr al-Dānī (371-444 H.) dan Abū Dāwūd Sulaiman bin Najāḥ (413-496 H.). Oleh karena itu, mushaf Al-Qur’an yang sekarang banyak beredar disebut Mushaf Usmani (Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2019: 153-154).
Daftar Pustaka
Asad, Muhammad. The Message of the Qur’an: Tafsir Al-Qur’an bagi Orang-orang yang Berpikir. Disunting oleh Afif Muhammad. Diterjemahkan oleh tim penerjemah. Vol. 1. 3 vol. Bandung: Mizan, 2017.
Bukhārī, Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismā‘īl al-. Ṣaḥīḥ al-Bukhārī wa Huwa al-Jāmi‘ al-Musnad al-Ṣaḥīḥ al-Mukhtaṣar min Umūr Rasūlillāh Ṣallallāh ‘Alaih wa Sallam wa Sunanih wa Ayyāmih. Disunting oleh Jamā‘ah min al-‘Ulamā.’ Al-Sulṭāniyyah. Vol. 6. 9 vol. Bairūt: Dār Ṭauq al-Najāḥ, 1422.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Pedoman Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Jakarta Timur: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019.
Rāgib, Abū al-Qāsim al-Ḥusain bin Muḥammad al-Aṣfahānī al-. al-Mufradāt fī Garīb al-Qur’ān. Disunting oleh Ṣafwān ‘Adnān al-Dāwūdī. Dimasyq: Dār al-Qalam, 1412.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. 4 ed. Jakarta: Gramedia, 2008.
*Penulis merupakan alumni Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences tahun 2022