Penyimpangan Paham Sekularisme

Majalahnabawi.com – Mengutip perkataan Dr. Syamsuddin Arif dalam buku Islam dan Diabolisme Intelektual, bahwasanya dalam diskursus sosiologi ada sebuah teori terkenal yang mengatakan bahwa ciri masyarakat maju adalah menurunnya tingkat komitmen mereka terhadap agama. Lebih lanjut lagi beliau menjelaskan bahwa maksud dari maju di sini adalah “modern”. Modernisasi dipercaya dapat menghalau agama dari ruang dan institusi publik. Maka sekularisasi merupakan hal yang wajib untuk menuju kemodernan ini.

Paham sekularisme ini tentunya merupakan paham atau ajaran yang jelas-jelas sangat menyimpang bagi umat Islam, karena bertentangan dengan konsep ajaran agama Islam yang telah ada sejak dahulu dan disempurnakan pada 14 abad yang lalu.

Pemisahaan antara Agama dan Negara

Penyimpangan pertama yang mungkin bisa penulis angkat di sini adalah konsep pemisahan antara sistem agama dan negara. Jika konsep ini digunakan dalam kehidupan bernegara umat Islam, maka yang terjadi adalah terbebasnya umat manusia dari sistem aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Hal ini memiliki konsekuensi ajaran agama tidak bisa dijalankan secara kaffah (menyeluruh) dan tentunya akan membatasi peran agama dalam mengatur kebijakan negara.

Seperti halnya undang-undang mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, yang baru-baru ini dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Jika kita lihat isinya, tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam yang seusia dengan fitrah manusia. Dari pemisahan ini pula timbul sebuah dikotomi antara peran agama dan peran negara yang sejatinya tidak perlu dipisahkan, malahan harus saling bersinergi dalam membangun kemajuan suatu bangsa.

Penyimpangan kedua yang mungkin juga bermasalah adalah pengikisan nilai agama disebabkan ideologi Sekularisme ini . Nilai agama yang sejatinya Mengandung ajaran-ajaran yang sifatnya membimbing umat manusia ke jalan yang lurus lambat laun akan terkikis disebabkan adanya kepercayaan pada sebuah ideologi yang ukuran kebenarannya hanya sebatas akal saja rujukannya, tidak seperti halnya agama yang nilai-nilai ajarannya merujuk pada sumber Wahyu yang pasti dan akal yang lurus.

Penyimpangan ketjga adalah salahnya dalam mengartikan konsep kebebasan. Mereka ini ketika memandang kebenaran selalu patokan utamanya adalah manusia bukan agama, sehingga lahirlah sebuah paham yang mereka sebut dengan humanisme.

Paham Humanisme

Lahirnya paham humanisme disebabkan pandangan manusia terhadap Tuhan, yang menganggap bahwa Tuhan itu mengekang kebebasan hidup manusia, seolah-olah apa yang telah Allah Swt tetapkan menjadi sebuah syariat yang mesti dikerjakan oleh setiap hamba itu merupakan beban kehidupan yang mengekang gerak hidup manusia. Maka isu yang sering diangkat oleh kaum humanisme ini biasanya hal-hal yang berkaitan dengan hak kemanusiaan (HAM). Adanya paham humanisme-sekuler adalah bentuk anti tesis dari agama dan kepercayaan adanya akhirat.

Penyimpangan keempat adalah menyamakan agama Islam dengan agama Kristen. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya orang-orang Barat dengan agama Kristennya mengalami suatu perjalanan sejarah yang penuh dengan kegelapan, yang mana agama yang hadir bukannya menjadi sebuah kebaikan, justru menjadi sumber masalah yang dirasakan oleh para pemeluknya. Mulai dari penyimpangan-penyimpangan para pemuka agama terhadap ajarannya sampai penyiksaan yang dilakukan mereka terhadap pengikutnya,
yang membuat mereka trauma dan hendak memisahkan peran agama yang dianggap menghalau kemajuan keilmuan.

Hal tersebut tentunya berbeda dengan agama Islam, yang tidak memiliki beban sejarah sama sekali, bahkan agama Islam sangat membantu dalam hal kemajuan dalam bidang keilmuan. Maka tidak pas rasanya jika memaksakan konsep sekularisme kepada agama Islam yang jelas jelas tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Penyimpangan kelima sikap menolak agama. Sikap ini secara tidak langsung ada dan timbul ke permukaan disebabkan pemahaman awal yang memisahkan agama dari kehidupan dunia yang pada akhirnya berwujud sekularisme. Penolakan ini pada hakikatnya mengajarkan tiga prinsip, yaitu pembebasan alam dari ilusi, desakralisasi politik dan yang terakhir adalah pembangkangan terhadap nilai-nilai.

Meluruskan Penyimpangan yang Dibalut Slogan Perubahan

Maksud dari perubahan di sini adalah perubahan menuju sebuah kemajuan yang sebelumnya penulis sebut dengan istilah modern, maka untuk menuju suatu yang disebut modern, perlu usaha modernisasi.

Anggapan tersebut lahir dari pemahaman Barat yang beranggapan dengan adanya sebuah modernisasi, diharapkan akan lahir sebuah kemajuan yang mereka dambakan. Sayangnya hal ini turut di tiru oleh kaum muslimin hari ini yang hendak meniru kemajuan ilmu dan teknologi yang sekarang terjadi di Barat sejak terjadinya revolusi industri di Prancis, namun sayangnya hal itu justru malah membawa kemunduran bagi umat Islam.

Mengutip dari buku Islam dan Diabolisme intelektual, disebutkan bahwasanya sebuah masyarakat modern itu memiliki tiga ciri khusus, yaitu: pertama ada differensiasi fungsi dan struktur sosial, yang ditandai dengan munculnya sistem birokrasi dan profesionalisme, yang menggantikan hirarki, dominasi, dan pretensi kelompok tertentu. Kedua dari masyarakat modern ialah privatisasi agama sebagai konsekuensi dari kehidupan yang lebih terorganisir dan terjamin. Ketiga terjadinya rasionalisasi di mana sains dan teknologi tampil dominasi menggantikan mitologis, mistisme, sihir dan perdukunan.

Unsur Negara Modern Menurut al-Siba’i

Sedangkan dalam buku Agama dan Negara karya Dr. Mustafa al-Siba’i, bahwasanya suatu negara dikatakan sebagai negara yang modern adalah dengan memenuhi tiga unsur pokok, yaitu: pertama negara harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan ilmiah yang justru bertentangan dengan tradisi-tradisi dan paham-paham dogmatis. Kedua kekuasaan negara harus ada di tangan rakyat, yaitu dasar negara yang dipakai harus sistem demokrasi. Ketiga negara adalah milik bersama, karena itu tidak boleh membedakan antara satu golongan degan golongan yang lain, tidak boleh memberikan dispensasi perlindungan pada satu kelompok, melebihi yang lain.

Dari poin-poin yang penulis sebutkan di atas, tentunya sangat jelas definisi agama yang hendak maju menuju perubahan adalah berdasarkan apa yang terhimpun dalam paham sekularisme, karena agama dianggap sebagai suatu hal yang statis, tidak dapat mengikuti perkembangan zaman dan perubahan.

Tentunya hal ini merupakan suatu hal yang sangat salah dan bertentangan dengan agama Islam dan haram bagi umat Islam untuk menirunya. Kita lihat saja beberapa kasus yang terjadi di beberapa negara semisal Turki yang mencoba menjadi bangsa yang maju, karena pada saat masa akhir dinasti Utsmani timbul anggapan telah terjadi kemunduran di tubuh negara Turki. Maka dimulailah apa yang disebut usaha sekularisasi di tubuh negara Turki, yang dipimpin dan dicetuskan oleh Kemal Ataturk.

Ia memulainya dengan cara mengubah negara Turki yang sebelumnya merupakan sebuah negara yang menganut sistem khilafah, menjadi negara demokrasi ala Barat. Setelah itu ia mulai mengubah hukum-hukum negara yang sebelumnya menganut hukum Islam, berubah menjadi hukum negara ala Barat.

Sekularisasi di Turki

Syariat Islam yang sebelumnya berdiri tegak dengan kokoh seketika itu hancur, ditandai dengan hilangnya penerapan ajaran agama Islam pada masing-masing individu di Turki.

Lafadz adzan diubah menjadi bahasa Turki, jilbab dilarang, poligami dilarang, hukum waris ditentang dan lain sebagainya. Setelah semua usaha dilakukan oleh negara Turki, yang ada hanyalah sebuah kemunduran yang tetap bertahan atau malah tambah lebih buruk dari sebelumnya. Bahkan negara Turki selalu kalah dalam perang dunia.

Hakikatnya apa yang selama ini digembor-gemborkan sebagai gerakan perubahan, justru membuat kemunduran yang sebenarnya di dalam tubuh umat Islam. Niat awal hendak meniru cara-cara bangsa Barat dalam meraih kemajuan, justru kemunduran yang umat Islam peroleh.

Sebetulnya, mundurnya umat Islam hari ini bukanlah disebabkan tidak sekulernya negara-negara Islam hari ini. Mundurnya negara-negara Islam hari ini sebetulnya disebabkan sikap meninggalkan ajaran agama Islam yang sejatinya merupakan jati diri/ identitas umat Islam.

Mundurnya khilafah Utsmani pada saat akhir kekuasaannya pun bukan sebab mereka tidak sekuler. Tapi karena para sultan Utsmani telah meninggalkan ajaran agama Islam dan senantiasa berlaku maksiat. Al-Quran dan Sunah yang sejatinya merupakan pedoman hidup umat Islam dan membuat generasi terbaik umat Islam maju. Justru ditinggalkan karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.

Similar Posts