Peran Orientalis terhadap Perkembangan Bahasa Arab [2]

Guillaume Postel

Majalahnabawi.com – Guillaume Postel terlahir dari suatu keluarga miskin di sebuah desa di Normandy. Para ahli berbeda pendapat mengenai tahun lahirnya. Ada yang mengatakan bahwa ia lahir pada tahun 1475, 1477, 1487, 1505, hingga 1510. Mayoritas ahli sejarah berpandangan bahwa ia lahir pada tahun 1510.[1]

Pada usia 8 tahun, kedua orangtuanya meninggal dunia. Pada usia 13, setelah lama berkutat pada dunia pengetahuan, ia menjadi seorang guru di desa Plague. Dari upah kerjanya sebagai guru, ia pun melanjutkan pendidikannya di Prancis.[2] Di Paris, dia bertemu dengan orang Yahudi. Dari orang itu, ia banyak belajar bahasa Ibrani beserta gramatikalnya. Dia pun juga mempelajari bahasa Spanyol dan Portugal dari teman-temannya.[3]

Postel mulai mempelajari bahasa Arab pada tahun 1528.[4] Pada usia 20 tahun, Postel mendapatkan gelar magister di bidang matematika dan filosofi.[5] Ia mendapatkan gelar itu dari universitas bernama Sainte Barbe dengar gelar Master of Arts.[6]

Pada tahun 1536, ia diutus ke Turki sebagai penafsir Prancis. Dari situlah ia mulai mengumpulkan manuskrip berbahasa Arab dan Ibrani sebagai upaya untuk menafsirkan agama dan sejarah dunia. Postel menjadi dosen di Sainte-Barbe pada tahun 1538 – 1542. Di sana, ia mengajarkan bahasa Semit dan Matematika.[7] Pada tahun 1538, ia menuliskan karya pertamanya dengan judul Alphabetum yang membahas seputar bahasa Ibrani.[8]

Postel sering dianggap sebagai salah satu bapak orientalis modern studi Eropa terhadap pengkajian Timur Tengah, Arab, Islam, dan Al-Qur’an. Pekerjaan Postel dimotivasi oleh adanya gagasan anti nasionalis pra-apokaliptik yang terdengar sebagai upaya bersatunya manusia sebelum kemunculan peristiwa Tower of Babel.[9] Pekerjaan Postel juga berkaitan erat dengan minimnya pengkajian Timur Tengah yang sebenarnya sangat diperlukan oleh Eropa pada abad ke-16.[10]

Sebagai seorang orientalis, Postel memiliki banyak karya prestisius dalam dunia kebahasaan, di antaranya adalah: 1) Pada tahun 1538, ia menerjemahkan suatu karya bahasa latin ke 12 bahasa yang berbeda, mulai dari Ibrani, Syria, Arab, Ethiopia, dan lain sebagainya, 2) Mempublikasikan karya gramatikal bahasa Ibrani, 3) Membuat anotasi teks Bahasa Arab yang mencakup buku astronomi karya Nasiruddin Al Tusi dan Abdul Jabbar al Kharaqi, 4) Mentranskrip surat Al Fatihah ke terjemahan bahasa latin dalam bukunya “Grammatica Arabica” yang membuatnya menjadi orang Eropa pertama yang secara ekstensif mengkaji bahasa Arab, 5) Mengomparasikan Al Qur’an dan Injil dalam bukunya “Alcorani seu legis Mahometi et Evangelistarum concordiae Liber” pada tahun 1553, 6) Mempublikasikan karya pertama di Eropa yang membahas gramatikal bahasa Arab klasik dalam bahasa Ibrani untuk menentukan asal dari semua bahasa dan peradaban.[11]

Thomas Obicini

Thomas Obicini terlahir di Novara pada tahun 1585 dan meninggal pada tahun 1632. Ia merupakan kepala biara sebuah Gereja Prancis yang berada di Aleppo. Pada tahun 1621, dia kembali ke Roma dan menjadi dosen bahasa Arab pertama di Gereja St. Peter. Obicini pernah menyunting sebuah kamus Syria-Arab pertama yang ditulis oleh Elias bar Shinaya dengan judul “Thesaurus: Arabico-Syro-Latinus”. Thomas Obicini merupakan penulis buku gramatikal bahasa Arab dan kamus Italia-Arab.

William Bedwell

William Bedwell terlahir di Great Hallingbury, Essex pada tahun 1563. Ia meninggal di Tottenham High Cross, Middlesex. Dia merupakan sarjana lulusan Trinity College, Cambridge tahun 1584 dan meraih gelar magister pada tahun 1594. Di Cambridge, ia juga mengembangkan minatnya pada pengkajian bahasa di wilayah Timur.[1] Rumahnya sering digunakan untuk mengkaji bahasa Arab. 2 di antaranya ialah John Selden dan Abraham Wheelocke.[2]

Pada tahun 1601, Bedwell menjadi rektor di St. Ethelburgha, London.[3] Di tahun yang sama, ia menuliskan karya pertamanya. Karya pertama yang ia tuliskan adalah buku mengenai bahasa Ibrani dan Aram dengan judul “Prophetia Hhobadyah”. Karya tersebut dituliskan pada tahun 1601.[4] 6 tahun kemudian, dia mengajar di Tottenham High Cross, Middlesex.[5]

Bedwell memiliki 3 karya monumental berbahasa Arab. Pertama, Mohammedis Imposturae.  Sebuah terjemah dari suatu buku yang berjudul “Musahaba Ruhaniyya bayn al-Alimayn”. Buku tersebut menerangkan ketidakmampuan Al-Qur’an untuk menjadi pedoman hidup manusia dan menekankan pentingnya penerjemahan Injil ke bahasa Arab. Kedua, buku setebal 15 folio yang berjudul “The Arabian Trudgman, that is Certain Arabicke Terms, As Names of Places, Title of Honours, Dignitie, and Office of used by Writers and Historians of Late Times: Inerpreted and Expounded According to Their Nature and True Etymologie: And Approved by The Iudgement of the Best Authors”. Buku ini menjelaskan paduan terhadap para sejarawan untuk memahami sejarah Arab. Dalam buku ini, Bedwell memberikan penjelasan terhadap kesalahan para sejarawan Eropa dalam menerjemahkan teks Arab. Ketiga, buku setebal 7 folio dengan judul “Index Assuratarum Muhammedici Alkorani. That is Vatalogue of the Chapters of the Turkish Alkoran, as they are named in the Arabicke and known to the Musslemans. Together with Their Several Intepretations, as they are done by the learned, and oftcited by the Christians. Gathered and digested according to their natural order, for benefit of Divines, and such as favour these studies.[6]

Selain karya-karya di atas, Bedwell juga telah mentranskrip kamus bahasa Arab dan berbagai buku Arab lainnya dari manuskrip-manuskrip yang ia temukan di Oxford. Berkat usaha Bedwell dalam mengomparasikan kamus berbahasa Arab dan Ibrani, kajian leksikografi berkembang pesat, terutama di Leiden.[7]

Pedro de Alcala

Pedro de Alcala adalah seorang orientalis asal Spanyol yang terlahir pada tahun 1455.[1] Pedro menulis sebuah buku tentang gramatikal bahasa Arab pada tahun 1510 dalam bahasa Arab. Buku tersebut berjudul “Arte para ligeramente saber la Lengua Arauiga”. Buku ini membahas tentang dialek bahasa Arab di Afrika bagian utara yang secara umum digunakan oleh muslim di Spanyol.[2] Ia juga memiliki sebuah kamus bahasa Arab berjudul “Vocabulista arabigo en letra castellana”. Kamus tersebut ditranskripkan ke bahasa Latin saat tak ada satupun percetakan di Spanyol pada abad ke-16 yang mampu mencetak buku dengan aksara semit.[3]

Katarzyna menyebutkan bahwa penulisan bahasa Arab dalam aksara latin berdampak pada cara baca terhadap bahasa Arab. Salah satunya adalah ketiadaan tanda untuk membandingkan suatu huruf Arab dengan huruf lainnya. Contohnya ialah kata maqil. Kata tersebut memiliki perbedaan makna karena kata tersebut bisa ditulis dengan huruf qaf maupun kaf.[4]

Berdasarkan data yang ditemukan pada keempat orientalis di atas, maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan:

  1. Keempat orientalis yang disebutkan memiliki karya di bidang bahasa Arab. Seperti Nahwu, Kamus, hingga kajian Linguistik Al-Qur’an.
  2. Keempat orientalis yang disebutkan berasal dari 4 negara yang berbeda, yaitu Prancis, Italia, Inggris, dan Spanyol.
  3. Keempat orientalis yang disebutkan memiliki kesamaan dan perbedaan latar belakang. Kesamaan latar belakang keempat orientalis tersebut adalah upaya untuk mengkaji bahasa Arab sebagai sebuah ilmu. Adapun perbedaannya ialah mencakup tujuan agama, materi, dan lain sebagainya.
  4. Keempat orientalis yang disebutkan tidak hanya berfokus pada 1 cabang ilmu saja. Keempat orientalis tersebut juga merupakan pakar di bidang lainnya.
  5. Kontribusi para orientalis terhadap bahasa Arab dan dirangkum ke dalam poin-poin berikut:
  6. Menerjemahkan teks bahasa Arab ke bahasa lain
  7. Menerjemahkan teks bahasa lain ke bahasa Arab
  8. Membuat suatu buku berbahasa Arab yang membahas suatu cabang ilmu tertentu

[1] Agustiar, Potensia: Jurnal Kepenulisan Islam, Vol. 1, no. 2, “Orientalis dan Peranannya dalam Mempelajari Bahasa Arab”, h. 275.

[2] Yoyo dan Abdul Mukhlis, Atlantis Press, “Historiography of the Arabic Grammar in Europe: The Legacy of Wright’s Arabic Grammar”, h. 213.

[3] Katarzyna K. Starczewska, “Beyond Religious Polemics: An Arabic-Latin Qur’an Used as a Textbook for Studying Arabic”, h. 197.

[4] Ibid, h. 198.


[1] David Thomas, John Chesworth, etc. Christian-Muslim Relations: A Bibliographical History, Vol. 8, (Leiden – Boston: BRILL, 2016), h. 53.

[2] h. 54

[3] Ibid.

[4] h. 53.

[5] h. 54.

[6] Ibid, h. 57.

[7] Ibid, h. 54.


[1] George Saliba, Suhayl 7, “Arabic Science in Sixteenth-Century Europe: Guillaume Postel (1510-1581) and Arabic Astronomy”, h. 126.

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Ibid, h. 127.

[5] Brannon Wheeler, Method and Theory in the Study of Religion, “Guillaume Postel and the Primordial Origins of the Middle East”, h. 4.

[6] George Saliba, Suhayl 7, “Arabic Science in Sixteenth-Century Europe: Guillaume Postel (1510-1581) and Arabic Astronomy”, h. 127.

[7] Brannon Wheeler, Method and Theory in the Study of Religion, “Guillaume Postel and the Primordial Origins of the Middle East”, h. 4.

[8] George Saliba, Suhayl 7, “Arabic Science in Sixteenth-Century Europe: Guillaume Postel (1510-1581) and Arabic Astronomy”, h. 131.

[9] Brannon Wheeler, Method and Theory in the Study of Religion, “Guillaume Postel and the Primordial Origins of the Middle East”, h. 1.

[10] Ibid, h. 2.

[11] Ibid, h. 3.

Similar Posts