Peran Santri dalam Menciptakan Harmonisasi dengan Alam

Majalahnabawi.com – Diskursus mengenai isu lingkungan akhir-akhir ini semakin gencar disuarakan baik para pemimpin dunia lebih-lebih praktisi dan aktivis. Perubahan iklim (climate change), pemanasan global (global warming) hingga pencemaran (pollution) merupakan bagian kecil dari sekian banyaknya persoalan lingkungan yang sedang melanda dunia. Fenomena ‘kiamat lingkungan’ bisa saja menghantui manusia lebih cepat dari yang dibayangkan sebelumnya.

Manusia ditengarai menjadi maf’ul bih (pelaku) utama yang menyebabkan sampai detik ini cuaca semakin panas, sampah menggunung hingga tanah yang kering kerontang. Tak pelak hal ini memancing para pengamat apa yang sebenarnya terjadi. Masyarakat modern yang katanya memiliki akal pengetahuan harusnya sudah paham soal ini, tapi entah kenapa mengabaikannya.

Badut-badut hutan yang serakah menebang ‘pohon kehidupan’ tanpa memikirkan keberlanjutan anak cucunya di masa depan. Entah kenapa upaya pelestarian alam yang sudah dari dulu digaungkan hanya seperti celotehan belaka. Kenapa? pemberian HPH (Hak Pengusahaan Hutan) kepada korporasi yang terkesan KKN, izin konsesi tambang kontroversial yang diberikan pada ormas, kebakaran hutan yang disengaja untuk membuka lahan sawit dan lainnya.

Kerusakan alam yang disebabkan oleh ‘tangan busuk’ manusia lebih besar dari kerusakan yang diakibatkan oleh alam itu sendiri. Fenomena gunung meletus, banjir, gempa bumi yang merusak lahan di lereng gunung dan di seluruh permukaan tanah tak sebanding dengan suara bising bulldozer dan gergaji mesin yang setiap saat memotong kehidupan alam. Fenomena ini disebut dengan antroposentris.

Perintah Agama Islam

Islam memerintahkan pada seluruh umat manusia untuk memelihara dan menciptakan harmoni dengan alam. Lebih dari 14 abad yang lalu sudah dijelaskan bahwa manusia dan lingkungan merupakan bagian dari simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling membutuhkan. Manusia memerlukan alam sebagai sumber kehidupannya, alam memerlukan manusia agar dikelola dan dimanfaatkan oleh manusia. Allah berfirman:

وَالسَّماءَ رَفَعَها وَوَضَعَ الْمِيزانَ () أَلاَّ تَطْغَوْا فِي الْمِيزانِ () وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلا تُخْسِرُوا الْمِيزانَ

“Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.” (QS: Ar-Rahman ayat 7-9)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil dan seimbang dengan alam. Kehidupan manusia dan alam tak boleh saling tumpang tindih.

Lingkungan dalam perspektif Al-Quran

Secara tekstual Al-Quran banyak menjelaskan lingkungan dalam berbagai bentuk kata diantaranya al-ardh (bumi), as-sama’ (ruang angkasa/langit), ‘aalamin (alam), al-barr (darat), al-bahr (laut) al-bi’ah (lingkungan) dan lainnya. Lingkungan atau alam pada dasarnya merupakan tanda-tanda kebesaran yang Allah anugerahkan bagi orang-orang yang berpikir sebagaimana firman-Nya:

وَجَعَلْنَا السَّمَاۤءَ سَقْفًا مَّحْفُوْظًاۚ وَهُمْ عَنْ اٰيٰتِهَا مُعْرِضُوْنَ

Dan Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka tetap berpaling dari tanda-tanda (kebesaran Allah) itu (matahari, bulan, angin, awan, dan lain-lain).” (QS. Al-Anbiya: 32)

Menjaga lingkungan bukan hanya tugas seorang pemimpin dalam artian pemimpin negara, melainkan setiap individu termasuk para santri merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri. Menurut Quraish Shihab tujuan dari khalifah itu salah satunya ialah mengelola lingkungan dan mengantarkannya pada tujuan penciptaannya. Dalam Hadis bahkan dijelaskan siapapun yang memiliki tanah maka harus mengelolanya baik secara mandiri maupun dikelola orang lain.

Apa yang Bisa Santri Lakukan?

Santri sebagai salah satu representasi dari kaum yang berpikir memiliki peran penting dalam menciptakan harmoni dan keseimbangan dengan lingkungan. Santri harus menjadi role model awal dalam menjaga kelestarian lingkungan, bagaimana cara sederhananya?

Pertama, menghabiskan setiap makanan yang dimakan. Ya, umum kita lihat banyak sekali sisa makanan yang tak habis dimakan. Padahal perilaku mubazir ini dibenci Allah sampai-sampai dikatakan dalam Al-Quran sebagai saudaranya setan. Santri dapat memakan makanan secukupnya dengan kadar yang wajar.

Kedua, mengelola dan mengolah sampah menjadi produk yang ekonomis.  Masalah sampah menjadi isu penting dalam mengatasi masalah lingkungan. Pihak pesantren dapat bekerja sama dengan instansi pemerintah untuk mengelola dan mengolah sampah hingga menjadi produk UMKM atau karya yang bernilai ekonomis. Contohnya seperti tas daur ulang dari plastik, kerajinan tangan dari limbah-limbah kelapa dan sebagainya.

Ketiga, menanam pohon di area pesantren dan sekitarnya. Menanam pohon merupakan sunnah yang sangat penting untuk diterapkan di zaman perubahan iklim saat sekarang ini. Bahkan dalam Hadis dijelaskan seandainya engkau tahu besok kiamat terjadi dan ada satu bibit pohon di tanganmu, maka tanamlah pohon tersebut.

Keempat, memilah dan memilih pohon yang harus ditebang. Dilarang untuk memotong pohon secara sembarangan karena pohon merupakan makhluk hidup yang Allah ciptakan. Pilih pohon yang berusia tua dan memang layak untuk ditebang.

Manusia dan lingkungan memilik kaitan erat dan sama-sama memiliki satu kesamaan. Manusia dan lingkungan sama-sama berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Maka dari itu manusia harus mencintai bumi dan seluruh alam.

Similar Posts