Pernikahan antara Pebinor dengan Perempuan yang Direbut, Sahkah?
Majalahnabawi.com– Pebinor merupakan kepanjangan dari perebut bini orang. Jika pebinor berhasil merusak rumah tangga seorang perempuan lalu berkehendak menikahinya, apakah pernikahannya dengan perempuan tersebut hukumnya sah?
Para ulama berbeda pendapat mengenai status pernikahan pebinor dengan perempuan yang direbutnya. Menurut mayoritas ulama pernikahan tersebut hukumnya sah, sementara menurut Malikiyyah tidak sah.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa pernikahan pebinor dengan perempuan yang direbutnya adalah sah. Alasannya adalah karena wanita tersebut tidak secara eksplisit terhitung sebagai muharramât (wanita-wanita yang haram dinikahi).
Namun, ulama’ Mâlikiyyah memiliki pendapat yang berbeda dengan Jumhur. Mereka berpendapat bahwa pernikahan yang terjadi antara pebinor dengan wanita yang direbutnya adalah tidak sah. Yang itu artinya pernikahannya harus dibatalkan jika terlanjur dilaksanakan, baik sebelum terjadi hubungan intim antara keduanya atau sudah terjadi. Alasannya karena Mâlikiyyah menganggap perempuan tersebut sebagai salah satu perempuan yang haram dinikahi oleh pebinor.
Hal ini sebagaimana keterangan dalam Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah [XI/19-20] berikut ini;
حُكْمُ زَوَاجِ الْمُخَبِّبِ بِمَنْ خَبَّبَهَا:
انْفَرَدَ الْمَالِكِيَّةُ بِذِكْرِهِمُ الْحُكْمَ فِي هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ، وَصُورَتُهَا: أَنْ يُفْسِدَ رَجُلٌ زَوْجَةَ رَجُلٍ آخَرَ، بِحَيْثُ يُؤَدِّي ذَلِكَ الإِفْسَادُ إِلَى طَلَاقِهَا مِنْهُ، ثُمَّ يَتَزَوَّجُهَا ذَلِكَ الْمُفْسِدُ.
فَقَدْ ذَكَرُوا أَنَّ النِّكَاحَ يُفْسَخُ قَبْل الدُّخُول وَبَعْدَهُ بِلَا خِلَافٍ عِنْدَهُمْ وَإِنَّمَا الْخِلَافُ عِنْدَهُمْ فِي تَأْبِيدِ تَحْرِيمِهَا عَلَى ذَلِكَ الْمُفْسِدِ أَوْ عَدَمِ تَأْبِيدِهِ، فَذَكَرُوا فِيهِ قَوْلَيْنِ:
أَحَدُهُمَا وَهُوَ الْمَشْهُورُ: أَنَّهُ لَا يَتَأَبَّدُ، فَإِذَا عَادَتْ لِزَوْجِهَا الأَوَّل وَطَلَّقَهَا، أَوْ مَاتَ عَنْهَا جَازَ لِذَلِكَ الْمُفْسِدِ نِكَاحُهَا.
الثَّانِي: أَنَّ التَّحْرِيمَ يَتَأَبَّدُ، وَقَدْ ذَكَرَ هَذَا الْقَوْل يُوسُفُ بْنُ عُمَرَ كَمَا جَاءَ فِي شَرْحِ الزَّرْقَانِيِّ
Hukum Pernikahan Pebinor dengan perempuan yang direbutnya:
Dalam persoalan ini, Malikiyyah membuat pembahasan secara khusus terkait hukum pernikahan pebinor dengan perempuan yang direbutnya. Mereka sepakat bahwa pernikahan tersebut harus dibatalkan baik sudah berhubungan intim atau belum. Itu artinya pernikahan tersebut tidak sah karena perempuan yang direbut haram dinikahi oleh laki-laki yang merebutnya (pebinor).
Hanya saja Ulama Malikiyyah berbeda pendapat terkait batas waktu keharaman menikahi perempuan yang direbut bagi pebinor. Sebagian mengatakan keharaman tersebut berlaku selamanya. Sebagian yang lain mengatakan tidak selamanya. Artinya menurut pendapat yang terakhir, apabila perempuan yang direbut itu telah dicerai oleh suaminya untuk kedua kalinya setelah mereka berdua menikah lagi atau mantan suaminya sudah mati, maka pebinor boleh menikahi perempuan tersebut.
Pendapat pertama dikemukakan oleh Yusuf bin Umar sebagaimana dalam Syarah al-Zarqani. Sedangkan yang terakhir merupakan pendapat yang populer di kalangan Malikiyyah.
Sekian penjelasannya, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawab.