Problematika Arah Kiblat di Indonesia
Majalahnabawi.com– Arah kiblat merupakan salah satu aspek penting dalam ibadah umat Islam, terutama dalam ibadah salat, yang mana ibadah salat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab oleh Allah. Berikut sabda Rasulullah Saw mengenai hal itu:
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ (رواه الترمذي)
Artinya: Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat kelak yang pertama kali Allah akan hisab atas amalan seorang hamba adalah salatnya; jika salatnya baik dan benar, maka ia akan beruntung dan selamat; jika salatnya buruk dan rusak, maka ia akan merugi dan tidak akan beruntung. Bilamana pada amalan fardunya ada yang kurang sempurna, maka Rabb ﷻ akan berfirman, ‘Periksalah (amalanya)! Apakah hamba-Ku mempunyai ibadah (salat) sunah, sehingga dapat menyempurnakan ibadah (salat) wajibnya yang kurang sempurna?’ Begitu halnya dengan setiap amalan sunah lainnya juga akan diperlakukan seperti itu.” (HR Tirmidzi)
Penentuan arah kiblat bagi umat Islam merupakan hal yang krusial, karena berkaitan dengan sahnya ibadah salat setiap muslim. Kewajiban menghadap kiblat atau Ka’bah ketika salat telah disepakati oleh mayoritas ulama. Semua madzhab menegaskan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah salat. Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban tersebut , apakah hanya wajib menghadap arahnya (Jihat al-Ka’bah), atau cukup mengadap persis ke Ka’bahnya (‘Ain al-Ka’bah).
Perbedaan Hadis
Perbedaan ini berangkat dari adanya dua hadis yang berbeda, yang terlihat seperti bertentangan. Hadis yang pertama adalah hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu ‘Abbas r.a:
أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل الكعبة، ثم خرج فصلى ركعتين، ثم قال: هذه القبلة (أخرجه الإمام مسلم وغيره)
Dalam hadis tersebut menunjukkan bahwasanya kiblat itu sesuai dengan presisi ka’bahnya (‘Ain al-Ka’bah)
Hadis yang kedua adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a:
أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما بين المشرق والمغرب قبلة (رواه الترمذي وغيره)
Dalam hadis yang kedua ini menunjukkan bahwasanya arah selatan berarti arah selatan mana pun yang merupakan kiblat bagi penduduk yang tinggal di sebelah Utaranya Ka’bah. Hadis ini dimaksudkan untuk penghuni Madinah, karena hadis tersebut disabdakan Nabi ketika beliau sudah hijrah ke Madinah.
Kedua hadis tersebut dinilai sahih sehingga keduanya dapat dijadikan hujjah dengan cara dikompromikan. Hasil dari kompromi kedua hadis tersebut adalah bahwa hadis Ibnu ‘Abbas itu ditujukan kepada orang-orang yang mampu melihat ka’bah, maka diharuskan untuk menghadap ka’bah (‘Ain al-Ka’bah). Sedangkan hadis Abu Hurairah itu ditujukan kepada orang-orang yang tinggal di luar Makkah al-Mukarramah yang tidak bisa melihat ka’bah secara langsung, maka diwajibkan untuk menghadap ke arah Ka’bah (Jihat al-Ka’bah).
Fatwa Perubahan Arah Kiblat
Pada tahun 2010, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa MUI No. 03 Tahun 2010 tentang kiblat yang dipublikasikan pada tanggal 22 Maret 2010. Salah satu diktum fatwanya menyatakan bahwa kiblat umat Islam Indonesia menghadap ke arah Barat. Fatwa ini kemudian ditinjau ulang lantaran para masyarakat Indonesia telah mengenal adanya Google Maps yang menunjukkan secara gamblang bahwa Indonesia terletak di sebelah Tenggaranya ka’bah/Makkah, sehingga seharusnya kiblat orang Indonesia itu menghadap ke arah Barat Laut.
Adapun dalil yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menghadap persis ke Makkah al-Mukarramah (‘Ain al-Ka’bah) adalah:
- Menghadap ke arah Barat mana pun bagi orang Indonesia itu bertentangan dengan nash Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa (\فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۗ). Dari zahir ayat tersebut, maka kalau orang Indonesia salat menghadap Barat mana pun, maka masyarakat Indonesia ketika salat menghadap ke masjid Somalia dan masjid Tanzania, bukan menghadap Masjid al-Haram. Dan hal ini dianggap menyelisihi ayat Al-Qur’an oleh orang Indonesia.
- Hadis Rasulullah Saw.:
البيت قبلة لأهل المسجد، والمسجد قبلة لأهل الحرام، والحرام قبلة لأهل الأرض في مشارقها ومغاربها من أمتي
“Baitullah adalah kiblat untuk penduduk masjid, dan masjid adalah kiblat untuk ahli al-Haram, sedangkan al-Haram adalah kiblat bagi penduduk bumi baik yang di arah Timur maupun Barat dari umatku”
Perkiraan dari Google Maps yang menunjukkan bahwa letak Makkah al-Mukarramah itu 21 derajat dari Indonesia. Maka orang Indonesia seharusnya wajib menghadap ke arah Barat Laut sesuai dengan keberadaan ka’bah itu sendiri (‘Ain al-Ka’bah)
Bantahan Kyai Ali Mustafa Ya’qub
Dalil-dalil tersebut kemudian dibantah oleh Kyai Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya al-Qiblah ‘alaa Dlau’ al-Kitab wa al-Sunnah bahwa:
- pemahaman orang Indonesia tersebut menyalahi penafsiran yang dimaksud oleh Al-Qur’an, yang mana ayat itu mayoritas ditafsirkan sebagai arah Masjid al-Haram nya saja, bukan pada masjid itu sendiri
- hadis yang dipakai itu merupakan hadis dha’if sehingga tidak digunakan/dikutip dalam kitab-kitab fiqih pada umumnya
- menggunakan Google Maps sebagai landasan tentu telah menyalahi aturan penetapan fatwa
Dari adanya hadis yang telah dipaparkan di atas, maka sebetulnya orang Indonesia yang jauh dari Makkah al-Mukarramah, dan tidak memungkinkan untuk melihat ka’bah secara langsung, maka sah-sah saja seharusnya kalau orang Indonesia menghadap ke arah Barat mana pun. Akan tetapi, Komisi Fatwa MUI kemudian menetapkan Fatwa No. 05 tahun 2010 berisi bahwasanya kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke Barat Laut dengan posisi bervariasi sesuai dengan letak kawasan masing-masing. Demikian. Wallahu A’lam.