Refleksi Fenomena Insecure Generasi Milenial dalam Perspektif Al-Quran
Najalahnabawi.com – Generasi milenial adalah istilah yang sering digunakan dalam bahasa gaul untuk merujuk pada sekelompok orang yang lahir di awal tahun 1980-an hingga awal 2000-an. Istilah ini menjadi istilah untuk suatu kumpulan pertemanan. Istilah generasi milenial bisa memiliki konotasi positif atau negatif, tergantung pada konteks penggunaannya. Generasi ini merupakan generasi digital yang sangat lekat dengan penggunaan teknologi. Mereka memiliki karakteristik yang ingin selalu terhubung dengan internet setiap saat untuk membuat dan membagikan konten kepada orang lain, sehingga membuat mereka sangat aktif menggunakan media sosial dalam setiap aktivitas. Sementara istilah insecure sendiri, merupakan suatu kata yang tak jarang dikaitkan dengan milenial.
Milenial, Insecure
Insecure merupakan tindakan merendahkan diri sendiri dengan membandingkan diri dengan orang lain yang dianggap lebih tinggi dibandingkan dirinya. Kasus insecurity dapat dilihat dalam berbagai segi , seperti penampilan atau fisik, kepintaran, kualitas diri, dan masih banyak kasus lainnya. Akibat dari adanya insecure dalam diri seseorang, mereka akan merendahkan dan menganggap remeh dirinya sendiri. Sehingga muncul gejala overthinking atau berpikir secara berlebihan tentang kekurangan-kekurangan yang ada dalam dirinya.
Pemicu Insecuritas
Pada era digital saat ini, eksistensi manusia tidak hanya ditentukan oleh pemikiran semata, tetapi juga dengan teknolog. Sehingga kemajuan teknologi disadari atau tidak sangat memengaruhi semua sektor kehidupan. Salah satu pengaruh era digital adalah fenomena insecure di masyarakat. Ini didukung dengan proses digitalisasi media sosial dengan kecepatan internet, di mana kita dapat mengakses apapun, kapanpun, dan di mana pun. Keadaan ini dapat membuat kasus insecure di masyarakat meningkat lebih cepat.
Alasan media sosial memiliki imbas yang besar terhadap rasa insecure dan kepercayaan diri seseorang adalah disebabkan pandangan bahwa kehidupan yang sempurna bisa diukur dari kehidupan yang dilihat dan dijumpai di media sosial. Seseorang kerap kali membanding-bandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain yang ia amati di media sosial, seperti fisik, kesuksesan, gaya hidup, dan aspek-aspek lainnya dalam kehidupan.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang merasa insecure, baik dari potensi diri sendiri maupun lingkungannya. Merasa gagal, merasa tidak mempunyai potensi, kurangnya rasa syukur kepada Allah Swt, menyebabkan seseorang tidak puas dan tidak mau menerima kekurangan yang dimilikinya, sehingga selalu mengeluh terhadap kekurangan tersebut. Perasaan tidak aman atau insecure inilah yang menyebabkan seseorang condong depresi, merasa khawatir atau perasaan kurang percaya diri terhadap hidupnya.
Insecure dalam Al-Quran
Di dalam al-Quran, term-term bermakna insecure banyak disebutkan sebagaimana defenisi insecure itu sendiri. Di antaranya:
1.Takut
Menurut KBBI, takut berarti merasa gelisah, khawatir dalam menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bahaya. Ilmuan Spielberger menyebutkan bahwa ketakutan merupakan kondisi emosional yang bersifat sementara pada individu, yang muncul dengan perasaan yang tegang serta rasa khawatir yang bersifat sadar dan subjektif.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa rasa takut merupakan salah satu keharusan bagi setiap orang, sebagaimana firman Allah, QS.Ali-Imran {3}: 175
إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ يُخَوِّفُ أَوۡلِيَآءَهُۥ فَلَا تَخَافُوهُمۡ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ( ١٧٥ )
“Sesungguhnya mereka hanyalah setan yang menakut-nakuti kamu dengan teman-teman setianya, karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman.”
Rasa khauf merupakan suatu kegundahan hati dan usaha hati untuk menjauh atau menghindar dari hadirnya sesuatu yang tidak disukai, serta khauf juga merupakan sifat-sifat orang mukmin secara umum. Imam Abu Hafsh mengatakan bahwa khauf merupakan cemeti Allah untuk merangkul dan menggiring orang-orang yang berpaling dari Allah. Khauf yang terpuji dan benar adalah khauf yang menjadi penghalang antara pelakunya dengan hal-hal yang diharamkan Allah.
2.Malu
Dalam bahasa Arab, malu disebut dengan lafaz haya’. Secara etimologis haya’ berarti menahan diri. Sedangkan Al-Jurjani berpendapat bahwa haya’ adalah menahan diri dari segala sesuatu karena takut akan timbulnya celaan.
Dzunun Al-Misri menyatakan bahwa malu merupakan perasaan takut yang ada dalam hati yang disertai rasa sedih atas perilaku yang sudah dilakukan. Syaikh Anas Ismail Abu Daud juga menambahkan bahwa malu merupakan perilaku seseorang yang menahan diri dari melakukan sesuatu atas dasar takut pada celaan yang akan timbul.
Rasa malu tidak hanya bermakna negatif. Sebagaimana pendapat Al-Jahiz bahwa sifat malu merupakan suatu kewibawaan dan kebiasaan terpuji selama tidak berasal dari kelemahan dan ketidakberdayaan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Baqarah: 26
۞إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَسۡتَحۡيِۦٓ أَن يَضۡرِبَ مَثَلٗا مَّا بَعُوضَةٗ فَمَا فَوۡقَهَاۚ …… ( ٢٦)
“Sesungguhnya Allah tidak malu untuk menunjukkan keagungan-Nya dengan mengambil perumpamaan berupa nyamuk, maka tentu lebih tidak malu lagi jika perumpamaannya lebih besar dari nyamuk itu.”
Pesan dari ayat ini adalah, untuk menunjukkan kekuasaan-Nya. Allah bahkan tidak merasa sungkan atau tidak percaya diri layaknya makhluk-Nya, untuk menggunakan perumpamaan yang sangat sederhana sekali semisal nyamuk.
Mengatasi Negative Insecure
Banyak cara untuk menjadikan rasa insecure sebagai sesuatu hal yang positif untuk diri seseorang. Menjadikan insecure sebagai potensi untuk meningkatkan kualitas diri, merupakan salah satu cara mengontrol insecure. Dengan berusaha selalu berpikir positif, berhenti menyalahkan diri sendiri, tidak membandingkan diri dengan orang lain, dan melakukan hal-hal yang mengasah kemampuan diri.
Dalam al-Quran, Allah memberikan solusi yang akurat untuk mengatasi insecure. Di antaranya; dengan mengajarkan selalu bersyukur (Q.S Ibrahim; 7), larangan bersifat lemah dan bersedih hati (Q.S Ali-Imran: 139), menumbuhkan percaya diri (Q.S Fussilat: 30), dan memahami akan potensi manusia itu berbeda-beda (Q.S Al-Isra: 84). Maka dari itu, mentadaburi firman-firman Allah merupakan salah satu bentuk usaha menghindari insecure yang negatif.
Setiap manusia memiliki kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan porsi dan posisi masing-masing. Maka harus terus mendorong diri sendiri untuk menyelesaikan dan mencapai sesuatu sesuai kadar kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian diharapkan sikap insecure berubah menjadi secure. Wallahu’alam.