Refleksi Umat Islam dan Aksi Kemanusiaan untuk Palestina
Majalahnabawi.com – Genosida Israel yang membabi-buta kepada warga Palestina setahun terakhir di Gaza bukan lagi soal agama, namun sudah menjadi konflik kepentingan. Krisis yang terjadi bukan lagi krisis keamanan ataupun ekonomi, tetapi krisis kemanusiaan. Maka, sebagai kaum muslimin dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam dan rasa kemanusiaan, kita harus terus terlibat untuk memperjuangkan dan membela Palestina.
Banyaknya Korban
Data terbaru dari Biro Pusat Statistik Palestina menyatakan bahwa lebih dari 42.000 warga Palestina tewas terbunuh sejak Oktober 2023. Di mana korbannya bukan hanya mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran, melainkan juga anak-anak, perempuan, dan rakyat sipil. Menurut data Kementerian Kesehatan Hamas, hampir seluruh dari 2,4 juta penduduknya mengungsi dan menderita kekurangan pangan.
Mata dunia tertuju pada mereka, protes terus bergulir dari berbagai penjuru dunia. Kita bisa melihat, segala macam seruan maupun kecaman dunia tidak mereka dengarkan. Negara-negara Dewan Keamanan PBB tidak satupun mampu untuk menghentikan kekejaman yang Israel lakukan terhadap rakyat Palestina.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Jika ternyata Dewan Keamanan PBB saja tidak mampu menghentikan agresi Israel? Undang-undang internasional tetap mereka langgar. Maka pentingnya solidaritas kemanusiaan (ukhwah basyariyah), sebagai dasar bagi umat Islam untuk terus mendukung Palestina.
Islam sendiri mengajarkan bahwa menolong mereka yang tertindas dan membela orang-orang yang terusir dari kampung halamannya adalah sebuah kewajiban. Dalam QS. Al-Hajj: 39-40, tertera bahwasanya Islam menentang segala bentuk pengusiran seseorang dari tanahnya. Oleh karena itu, membela Palestina atas nama Islam adalah benar, sebab Islam mengajarkan anti terhadap penjajahan, ketidakadilan, dan peperangan.
Kita memiliki kewajiban moral untuk memperhatikan saudara-saudara kita yang tertindas, baik secara lokal maupun global. Perjuangan untuk keadilan dalam konteks konflik Gaza tidak hanya merupakan isu politik, tetapi juga masalah etis yang melibatkan nilai-nilai kemanusiaan.
Refleksi Umat Islam dan Aksi Kemanusiaan untuk Palestina
Majalahnabawi.com Genosida Israel yang membabi-buta kepada warga Palestina setahun terakhir di Gaza bukan lagi soal agama, namun sudah menjadi konflik kepentingan. Krisis yang terjadi bukan lagi krisis keamanan ataupun ekonomi, tetapi krisis kemanusiaan. Maka, sebagai kaum muslimin dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran Islam dan rasa kemanusiaan, kita harus terus terlibat untuk memperjuangkan dan membela Palestina.
Banyaknya Korban
Data terbaru dari Biro Pusat Statistik Palestina menyatakan bahwa lebih dari 42.000 warga Palestina tewas terbunuh sejak Oktober 2023. Di mana korbannya bukan hanya mereka yang terlibat langsung dalam pertempuran, melainkan juga anak-anak, perempuan, dan rakyat sipil. Menurut data Kementerian Kesehatan Hamas, hampir seluruh dari 2,4 juta penduduknya mengungsi dan menderita kekurangan pangan.
Mata dunia tertuju pada mereka, protes terus bergulir dari berbagai penjuru dunia. Kita bisa melihat, segala macam seruan maupun kecaman dunia tidak mereka dengarkan. Negara-negara Dewan Keamanan PBB tidak satupun mampu untuk menghentikan kekejaman yang Israel lakukan terhadap rakyat Palestina.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Jika ternyata Dewan Keamanan PBB saja tidak mampu menghentikan agresi Israel? Undang-undang internasional tetap mereka langgar. Maka pentingnya solidaritas kemanusiaan (ukhwah basyariyah), sebagai dasar bagi umat Islam untuk terus mendukung Palestina.
Islam sendiri mengajarkan bahwa menolong mereka yang tertindas dan membela orang-orang yang terusir dari kampung halamannya adalah sebuah kewajiban. Dalam QS. Al-Hajj: 39-40, tertera bahwasanya Islam menentang segala bentuk pengusiran seseorang dari tanahnya. Oleh karena itu, membela Palestina atas nama Islam adalah benar, sebab Islam mengajarkan anti terhadap penjajahan, ketidakadilan, dan peperangan.
Kita memiliki kewajiban moral untuk memperhatikan saudara-saudara kita yang tertindas, baik secara lokal maupun global. Perjuangan untuk keadilan dalam konteks konflik Gaza tidak hanya merupakan isu politik, tetapi juga masalah etis yang melibatkan nilai-nilai kemanusiaan.
Umat Islam itu bersaudara
Jangan berhenti untuk menyuarakan orasi kemanusiaan sekalipun hanya dengan memanfaatkan media sosial tentang situasi terkini Palestina. Juga memboikot produk-produk pro-zionis untuk menunjukkan keberpihakan kita dan mendukung agar berhentinya agresi yang Israel lakukan. Kita juga perlu berkontribusi untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan di Palestina dengan mengirimkan bantuan sekecil apapun, utamanya kebutuhan dasar, terlebih lagi kita dengan mudah bisa melakukannya melalui donasi online.
Selain itu, hal ini penting sebagai refleksi kita sebagai umat Islam. Sebagaimana Habib Jindan bin Novel pernah menyampaikan dalam ceramahnya bahwa musibah yang terjadi atas saudara kita di Palestina seharusnya menjadi refleksi diri untuk terus semangat dalam beramal saleh. Karena setiap musibah adalah pengingat untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah.
Beliau mengajak umat untuk tidak hanya merasakan empati, tetapi juga berkomitmen untuk meningkatkan amal baik dan memperkuat solidaritas terhadap sesama Muslim. Habib Jindan juga mengingatkan bahwa ada yang lebih penting dari boikot produk fisik mereka, yaitu memboikot akhlak dan perangai mereka. Sebab penjajahan terhadap tanah muslimin tidak akan terjadi, melainkan setelah sebelumnya mereka berhasil menjajah jiwa dan akhlaknya umat Islam.
Mereka berhasil menjajah jiwanya kaum muslimin, menyebarkan perzinaan, pelacuran, minum-minuman keras, melakukan provokasi sehingga umat Islam berpecah belah. Semoga Allah Ta’ala menyadarkan kita. Karena itu dengan bersemangat dalam melakukan amal baik, kita dapat berperan aktif untuk merayu Allah untuk menciptakan perubahan positif dan menolong perjuangan rakyat Palestina. Dalam suatu riwayat disebutkan, barang siapa yang membaca :
اَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمِ للْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ
Dalam riwayat lain:
اَسْتَغْفِرُ اللّهَ الَّذِي لَا اِله اِلَّا هُوَالرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ اَتُوْبُ اِلَيْهِ رَبِّ اغْفِرْ لِي
Setiap hari di waktu sebelum matahari terbit dan terbenam sebanyak 27 kali niscaya ia terhitung di antara hamba-hamba Allah yang dengan sebabnya Allah menurunkan rahmat-Nya ke bumi.
Bukan hanya dzikir, bahkan air mata seseorang yang jatuh menangis untuk umat, yaitu satu orang yang berdoa untuk keselamatan mereka, maka dengan kasih sayang-Nya, Allah akan merahmati seluruh umat di seluruh dunia berkat tangisannya satu orang tersebut.
Namun pertanyaannya apakah kita layak ditolong Allah? Atau malah jangan-jangan keberadaan kita di antara umat menjadi penyebab Allah tidak mau menurunkan rahmat pertolongan-Nya.
Sebab musibah yang menimpa saudara kita di belahan bumi, baik di Palestina ataupun di tempat yang lain, bisa jadi itu karena perbuatan kita. Karena kemaksiatan, kedzaliman, dan pelanggaran yang kita lakukan dapat menjadi musibah dan malapetaka turun untuk umat di tempat lain. Sebagaimana tertera di dalam Al-Quran:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan (Allah) memaafkan banyak (kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura:30).
Sejarah Bani Israil
Imam al-Ghazali meriwayatkan dalam kitab Ihya Ulumuddin bahwa Bani Israil suatu ketika pernah mengalami musibah kekeringan dan kesulitan panjang. Dalam keadaan tersebut, Bani Israil mendatangi Nabi Musa dan memohon agar dia berdoa kepada Allah untuk menurunkan hujan.
Nabi Musa, sebagai utusan Allah, mengumpulkan tujuh puluh ribu Bani Israil dan mengajak mereka untuk berdoa. Namun, meski sudah berdoa berulang kali, namun hujan tidak juga turun. Kemudian, Nabi Musa bermunajat kepada Allah,
“Ya Rabb, apa kesalahan kami? Sampai kami berkali-kali memohon pertolongan Engkau untuk menurunkan hujan, namun hujan tidak kunjung turun.”
Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa bahwa di antara Bani Israil ada seorang yang suka berbuat namimah (mengadu domba). Orang tersebut senang mengadu domba dan memecah belah antar umat dan menjadi penyebab permohonan Bani Israil tidak terkabul. Nabi Musa meminta agar orang tersebut keluar dari kerumunan. Kemudian Allah berfirman :
“Ya Musa, Aku melarang namimah, lalu Aku mengadukan orang itu kepada engkau?”
Kemudian Allah memerintahkan Nabi Musa untuk menyampaikan kepada umatnya bahwa musibah yang turun dari Allah tersebut adalah karena dosa satu orang dari mereka. Lalu beliau memerintahkan kepada tujuh puluh ribu Bani Israil yang berkumpul di tempat itu untuk semuanya bertaubat dan meminta ampun kepada Allah, baru kemudian meminta doa hujan. Tidak sampai selesai munajat mereka, langit sudah menurunkan hujan yang lebat. Dengan merenungkan perjuangan saudara kita di Palestina, kita harus lebih semangat untuk beramal baik, jugatetap aktif terlibat dalam solidaritas kemanusiaan. Terakhir, yang paling penting adalah berusaha menjauhi hal-hal yang dapat menjerumuskan dan merugikan diri sendiri juga orang lain. Jangan sampai kita berperan dalam turunnya musibah tersebut, tapi berperanlah dalam hal yang menyebabkan turunnya rahmat Allah.
Jangan berhenti untuk menyuarakan orasi kemanusiaan sekalipun hanya dengan memanfaatkan media sosial tentang situasi terkini Palestina. Juga memboikot produk-produk pro-zionis untuk menunjukkan keberpihakan kita dan mendukung agar berhentinya agresi yang Israel lakukan. Kita juga perlu berkontribusi untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan di Palestina dengan mengirimkan bantuan sekecil apapun, utamanya kebutuhan dasar, terlebih lagi kita dengan mudah bisa melakukannya melalui donasi online.
Selain itu, hal ini penting sebagai refleksi kita sebagai umat Islam. Sebagaimana Habib Jindan bin Novel pernah menyampaikan dalam ceramahnya bahwa musibah yang terjadi atas saudara kita di Palestina seharusnya menjadi refleksi diri untuk terus semangat dalam beramal saleh. Karena setiap musibah adalah pengingat untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah.
Beliau mengajak umat untuk tidak hanya merasakan empati, tetapi juga berkomitmen untuk meningkatkan amal baik dan memperkuat solidaritas terhadap sesama Muslim. Habib Jindan juga mengingatkan bahwa ada yang lebih penting dari boikot produk fisik mereka, yaitu memboikot akhlak dan perangai mereka. Sebab penjajahan terhadap tanah muslimin tidak akan terjadi, melainkan setelah sebelumnya mereka berhasil menjajah jiwa dan akhlaknya umat Islam.
Mereka berhasil menjajah jiwanya kaum muslimin, menyebarkan perzinaan, pelacuran, minum-minuman keras, melakukan provokasi sehingga umat Islam berpecah belah. Semoga Allah Ta’ala menyadarkan kita. Karena itu dengan bersemangat dalam melakukan amal baik, kita dapat berperan aktif untuk merayu Allah untuk menciptakan perubahan positif dan menolong perjuangan rakyat Palestina. Dalam suatu riwayat tertera, barang siapa yang membaca :
اَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمِ للْمُؤْمِنِيْنَ وَ الْمُؤْمِنَاتِ
Dalam riwayat lain:
اَسْتَغْفِرُ اللّهَ الَّذِي لَا اِله اِلَّا هُوَالرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ اَتُوْبُ اِلَيْهِ رَبِّ اغْفِرْ لِي
Setiap hari di waktu sebelum matahari terbit dan terbenam sebanyak 27 kali niscaya ia terhitung di antara hamba-hamba Allah yang dengan sebabnya Allah menurunkan rahmat-Nya ke bumi.
Bukan hanya dzikir, bahkan air mata seseorang yang jatuh menangis untuk umat, yaitu satu orang yang berdoa untuk keselamatan mereka, maka dengan kasih sayang-Nya, Allah akan merahmati seluruh umat di seluruh dunia berkat tangisannya satu orang tersebut.
Namun pertanyaannya apakah kita layak ditolong Allah? Atau malah jangan-jangan keberadaan kita di antara umat menjadi penyebab Allah tidak mau menurunkan rahmat pertolongan-Nya.
Sebab musibah yang menimpa saudara kita di belahan bumi, baik di Palestina ataupun di tempat yang lain, bisa jadi itu karena perbuatan kita. Karena kemaksiatan, kedzaliman, dan pelanggaran yang kita lakukan dapat menjadi musibah dan malapetaka turun untuk umat di tempat lain. Sebagaimana tertera di dalam Al-Quran:
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan (Allah) memaafkan banyak (kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura:30).
Sejarah Bani Israil
Imam al-Ghazali meriwayatkan dalam kitab Ihya Ulumuddin bahwa Bani Israil suatu ketika pernah mengalami musibah kekeringan dan kesulitan panjang. Dalam keadaan tersebut, Bani Israil mendatangi Nabi Musa dan memohon agar dia berdoa kepada Allah untuk menurunkan hujan.
Nabi Musa, sebagai utusan Allah, mengumpulkan tujuh puluh ribu Bani Israil dan mengajak mereka untuk berdoa. Namun, meski sudah berdoa berulang kali, namun hujan tidak juga turun. Kemudian, Nabi Musa bermunajat kepada Allah,
“Ya Rabb, apa kesalahan kami? Sampai kami berkali-kali memohon pertolongan Engkau untuk menurunkan hujan, namun hujan tidak kunjung turun.”
Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa bahwa di antara Bani Israil ada seorang yang suka berbuat namimah (mengadu domba). Orang tersebut senang mengadu domba dan memecah belah antar umat dan menjadi penyebab permohonan Bani Israil tidak terkabul. Nabi Musa meminta agar orang tersebut keluar dari kerumunan. Kemudian Allah berfirman :
“Ya Musa, Aku melarang namimah, lalu Aku mengadukan orang itu kepada engkau?”
Kemudian Allah memerintahkan Nabi Musa untuk menyampaikan kepada umatnya bahwa musibah yang turun dari Allah tersebut adalah karena dosa satu orang dari mereka. Lalu beliau memerintahkan kepada tujuh puluh ribu Bani Israil yang berkumpul di tempat itu untuk semuanya bertaubat dan meminta ampun kepada Allah, baru kemudian meminta doa hujan. Tidak sampai selesai munajat mereka, langit sudah menurunkan hujan yang lebat. Dengan merenungkan perjuangan saudara kita di Palestina, kita harus lebih semangat untuk beramal baik, jugatetap aktif terlibat dalam solidaritas kemanusiaan. Terakhir, yang paling penting adalah berusaha menjauhi hal-hal yang dapat menjerumuskan dan merugikan diri sendiri juga orang lain. Jangan sampai kita berperan dalam turunnya musibah tersebut, tapi berperanlah dalam hal yang menyebabkan turunnya rahmat Allah.