Respons Nabi Saw terhadap Pornografi

Majalahnabawi.com – Di era globalisasi ini, perkembangan teknologi menjadi salah satu hal yang menghasilkan sejuta manfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari pendidikan, layanan kesehatan, transaksi jual beli dan lain-lain. Akan tetapi, perkembangan teknologi juga tidak bisa lepas dari berbagai dampak negatif yang ada, salah satu dampak yang kerap kali ramai dibicarakan adalah mudahnya tersebar materi-materi yang bersifat pornografi ke berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja sampai kepada orang-orang dewasa. (Sahid, 2011: 81)

Selain itu, pergeseran pemikiran  masyarakat di era ini yang kerap kali menuntut kebebasan, baik itu kebebasan berekspresi maupun kebebasan untuk menuntut hak-hak yang belum terpenuhi, ikut serta dalam memicu perkembangan pornografi yang terjadi baru-baru ini.

Sekilas tentang Pornografi

Pada dasarnya pornografi dipahami sebagai sebuah bentuk atau sesuatu yang secara visual menghadirkan manusia atau hewan yang melakukan tindakan seksual, baik dengan cara yang normal atau abnormal (Hannani, 2012: 79).

Kementerian agama melalui  Undang-udang RI No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi, mendefinisikan bahwa pornografi adalah sebuah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau yang lainnya melalui berbagai jenis media komunikasi atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat (UU RI No. 44 Tahun 2008).

Lalu, Apakah Nabi Merespons Pornografi dalam Hadisnya?

Islam dengan jargon Shalihun Likulli Zaman Wa al-Makan (Berlaku untuk setiap waktu dan tempat) tentunya hadir membawa solusi atas berbagai macam problem yang terjadi di masyarakat, termasuk dalam masalah pornografi. Berikut hadis yang berkenaan dengan pornografi:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: «يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا».

Dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha, bahwa Asma binti Abu Bakar masuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengenakan kain yang tipis, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berpaling darinya. Beliau bersabda: “Wahai Asma`, sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya-.” (Abu Dawud, tt. : juz 4 hal 62 ).

Hadis di atas menginformasikan dua hal penting, pertama, larangan untuk menggunakan pakaian yang tembus pandang, kedua, larangan terhadap para lelaki untuk tidak melihat aurat perempuan. Kandungan hadis di atas secara tidak langsung, sama saja menginformasikan terhadap larangan untuk mencetak produk-produk yang bersifat pornografi dan larangan untuk melihatnya. (Hannani, 2012: 82)

Apakah Hanya Perempuan yang Menjadi Objek dalam Kasus Pornografi?

Jawabannya tentu tidak, karena sejatinya baik itu laki-laki atau perempuan, keduanya berpotensi dapat membangkitkan syahwat, hal ini berdasarkan apa yang direspons oleh nabi pada hadisnya ketika Ummu Salamah dan Maimuman membuka hijabnya di depan Abdullah bin Ummu Maktum. Berikut hadisnya:

فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ أَقْبَلَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَدَخَلَ عَلَيْهِ وَذَلِكَ بَعْد مَا أُمِرْنَا بِالحِجَابِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «احْتَجِبَا مِنْهُ»، فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ هُوَ أَعْمَى لَا يُبْصِرُنَا وَلَا يَعْرِفُنَا؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَفَعَمْيَاوَانِ أَنْتُمَا أَلَسْتُمَا تُبْصِرَانِهِ»: «هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ»

Ketika kami menyertai Nabi, datanglah Abdullah ibn Ummi Maktum untuk menemui beliau. hal itu terjadi setelah kami (perempuan) diperintahkan untuk berhijab. Maka Rasulullah SAW bersabda: “berhijablah kalian berdua dari Ibnu  Ummu Maktum”. Lalu aku berkata: wahai Rasulullah bukankah dia seorang tunanetra, dia tidak bisa melihat dan mengetahui keberadaan kami? Maka rasulullah menjawab: “benar  dia memang tunanetra, tapi bukankah kalian berdua melihatnya“.(At-Turmudzi, 1975: juz 5 hal 102).

Hadis di atas dengan jelas menginformasikan bahwa tak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan, keduanya sama-sama berpotensi membangkitkan syahwat atau nafsu birahi.

Bagaimana Cara Nabi Mengatasi Pornografi?

Pertama perlu dipahami bahwa berbicara tentang pornografi berarti mencakup pembahasan mengenai aurat, terutama aurat wanita yang selama ini dipahami sebagai objek utama dalam pornografi. Islam melalui firman Allah SWT mengatur hal itu dengan cara memerintahkan perempuan untuk menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan (Q.S. al-Nur [24]: 31).

Selain perempuan, Islam juga membatasi aurat laki-laki, yaitu dari pusar sampai lutut. Hal Ini berdasarkan apa yang disabdakan oleh nabi, dalam sebuah hadis riwayat Ahmad disebutkan :”sesungguhnya apa yang ada di bawah pusar sampai kedua lutut laki-laki merupakan auratnya”.

Selain batasan aurat yang diungkapkan di atas, nabi juga mengecam keras bagi siapa saja yang terlibat dalam tindak perilaku pornografi, dalam salah satu hadisnya nabi bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا»

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat, yaitu (1) Suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuk manusia dengannya. Dan (2) wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disasak) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian” ( Muslim, tt.: juz 3 hal 1280 ).

Hadis-hadis di atas merupakan sebuah bukti kepedulian nabi terhadap pornografi, khususnya bagi perempuan sebagai objek utama di dalamnya. Di era globalisasi ini perkembangan teknologi tentunya  menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Maka dari itu, sekarang tinggal bagaimana kita menyikapinya, Jika kita menganggap hal semacam itu sebagai suatu hak dan bentuk kebebasan, maka sepertinya manusia tidak akan pernah puas dengan segala bentuk kebebasan, namun jika kita berpegang teguh pada ajaran agama, maka ketenangan serta kedamaian akan menghampiri kita.

Kesimpulan

Baik dalam teks Alquran dan hadis, pornografi adalah hal yang dianggap buruk dan haram untuk dilakukan. Hal ini sebagai salah satu bentuk Maqasid al-Syariah dalam agama Islam yang mengharuskan pemeluknya untuk saling menjaga diri (Hifdz an-Nafs) karena kita ketahui bersama bahwa pornografi banyak melahirkan hal-hal yang bersifat negatif, seperti rusaknya moral, pemerkosaan dan lain-lain.

Similar Posts