| |

Sah Kah Cerai yang Diucapkan Istri?

Majalahnabawi.com – Dalam hubungan pernikahan, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah masalah perceraian. Islam secara tegas menetapkan bahwa dalam kebanyakan kasus, hak untuk menceraikan terletak pada tangan suami. Hal ini berdasarkan beberapa alasan yang berkaitan dengan struktur tanggung jawab dan kedudukan dalam keluarga. Namun, pertanyaannya bagaimanakah hukum dan konsekuensi cerai yang diucapkan oleh istri? Berikut penjelasannya:

Hak Talak dalam Islam

Hak talak pada umumnya diberikan kepada suami. Hal ini ditegaskan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Umar bin Khattab:

إِنَّمَا الْطَٔلَاقُ بِيَدِ الَّذِيِ يَحِلُّ لَهُ الْفَرْجُ

Artinya: Sesungguhnya talak itu berada di tangan orang yang memiliki hak untuk mengakses farj (hubungan suami istri). (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menegaskan bahwa suami memiliki otoritas penuh dalam urusan talak. Namun, bagaimana jika seorang istri mengucapkan cerai? Apakah ucapan tersebut memiliki konsekuensi hukum?

Konsekuensi Ucapan Cerai oleh Istri

Secara umum, ucapan cerai yang keluar dari istri tidak memiliki dampak hukum syar’i, karena hak talak tidak berada di tangan istri. Namun, terdapat situasi tertentu di mana ucapan cerai dari istri bisa memiliki konsekuensi, terutama jika berkaitan dengan mekanisme tafwidh at-thalaq atau perjanjian tertentu antara suami dan istri.

Tafwidh at-Thalaq (Penyerahan Hak Talak kepada Istri)

Zakariya al-Anshari, dalam Asnal Matolib, halaman 7/96 menjelaskan tafwidh at-thalaq adalah proses di mana suami memberikan hak talak kepada istri. Dalam kasus ini, jika istri mengucapkan cerai setelah mendapatkan hak tersebut, maka ucapan itu dianggap sah. Hal ini diperbolehkan berdasarkan ijmak (kesepakatan para ulama). Dalilnya adalah firman Allah dalam Surah al-Ahzab ayat 28:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزَوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الْدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِٔعْكُنَ وَأُسَرِّحْكُنَ سَرَاحًا جَمِيْلًا


Artinya: Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu: Jika kamu menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka kemarilah, akan kuberikan kepadamu mut’ah dan akan kuceraikan kamu dengan cara yang baik. (QS. Al-Ahzab: 28)

Pemberian hak talak kepada istri hanya dapat dilakukan dengan persetujuan suami, baik sebelum menikah, selama pernikahan, atau bahkan setelah menikah. Dalam hal ini, istri memiliki hak untuk menceraikan diri jika situasi pernikahan telah merugikan dirinya. Hal ini dijelaskan di dalam Fatawa wa Ahkam lil Mar’ah al- Muslimah halaman 111 karya Syeikh Attiyah Saqr:

والإنابة إذا كانت لغير الزوجة فهى توكيل يصح الرجوع فيه ، أما إذا كانت للزوجة فهى تفويض لا يصح له أن يرجع فيه كما قال بعض الأئمة ، وهو يكون قبل العقد أو فى أثناء العقد أو بعد العقد . ومهما يكن من شئ فلها أن تتنازل عنه متى شاءت . وإذا كان لها أن تملك العصمة فلا يسلب ذلك حق الزوج في طلاقها

Artinya: “Jika penyerahan hak talak diberikan kepada selain suami, maka itu adalah bentuk wewenang(tawkil) yang dapat dibatalkan. Namun, jika penyerahan hak talak diberikan kepada istri, maka itu adalah bentuk pemberian kuasa (tafwidh) yang tidak dapat dicabut, sebagaimana dijelaskan oleh sebagian ulama. Hal ini dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah akad nikah. Meskipun begitu, istri memiliki hak untuk mencabut pemberian kuasa tersebut kapan saja. Meskipun istri diberi kuasa untuk melakukan talak, itu tidak menghilangkan hak suami untuk menceraikan istrinya.”

Penolakan terhadap Tafwidh at-Thalaq

Namun, ada juga ulama, seperti Ibnu Hazm, yang berpendapat bahwa tafwidh at-thalaq tidak diperbolehkan. Beliau berpendapat bahwa tidak ada Al-Quran dan Hadis yang menerangkan hal itu secara rinci. (Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hal 199)

Dalam hukum Islam, hak cerai berada di tangan suami. Ucapan cerai yang diucapkan oleh istri pada dasarnya tidak memiliki dampak hukum kecuali dalam kasus tafwidh at-thalaq, di mana suami telah memberikan hak tersebut kepada istri. Penting bagi pasangan untuk memahami aturan dan konsep mengenai ini agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam pernikahan. Perceraian, meskipun diperbolehkan, tetap merupakan tindakan yang tidak disukai oleh Allah Swt. Oleh karena itu, langkah ini harus dipertimbangkan dengan matang dan dilakukan sesuai dengan syariat Islam.

Similar Posts