Sanad Hadis dan Faktor-faktor Bervariasi Sanad

Majalahnabawi.com – Kata “sanad” secara bahasa berarti sesuatu yang digunakan untuk bersandar dan dapat diandalkan, baik itu berupa tembok atau yang semacamnya. Kata ini juga dapat berarti punggung atau puncak bukit. Dalam istilah ahli hadis, sanad adalah jalur yang menyampaikan kita kepada matan hadis. As-Suyuthi mengatakan bahwa sanad adalah penjelasan tentang jalur yang menyampaikan kita kepada matan hadis, dan dia menyamakannya dengan isnad menurut sebagian ulama hadis. Sanad kadang juga diartikan sebagai thariq (jalan) dan wajh (menghadap), yang digunakan dalam makna yang sama. Sanad memiliki peran penting dalam menentukan keabsahan suatu hadis, sehingga dipandang sebagai setengah dari agama.

Sementara itu, kata “matan” secara bahasa berarti punggung jalan atau tanah yang keras dan tinggi. Sedangkan dalam istilah, matan adalah bunyi atau kalimat yang terdapat dalam hadis dan menjadi isi riwayat.

Urgensi Sanad Hadis

Posisi sanad dalam hadis sangat penting sehingga jika suatu berita dinyatakan sebagai hadis Nabi tetapi tidak memiliki sanad, ulama hadis tidak dapat menerimanya. Abdullah ibnu Mubarak (w.118 H/797 M) menyatakan bahwa sanad hadis merupakan bagian dari agama. Tanpa sanad, siapa saja bisa mengatakan apa pun yang mereka inginkan.

Imam Nawawi, dalam komentarnya terhadap pernyataan Ibnu Mubarak, menjelaskan bahwa jika sanad suatu hadis berkualitas sahih, maka hadis tersebut dapat diterima (maqbul), dan jika sanadnya tidak dapat diterima, maka hadis tersebut ditolak (mardud).

Kondisi dan kualitas sanad harus menjadi perhatian utama para ulama hadis dalam penelitian mereka. Jika sanad hadis tidak memenuhi kriteria, seperti tidak adil, hadis tersebut langsung ditolak tanpa dilanjutkan penelitiannya. Namun, jika sanadnya sahih, maka kualitas matannya akan diperiksa.

Selain itu, kajian terhadap hadis Nabi Saw. bertujuan untuk menghasilkan pandangan yang menjadi pegangan hasil ijtihad yang mencerahkan umat dalam menghadapi masalah-masalah yang diperselisihkan, sehingga menjadi jelas dan dapat diamalkan dengan baik tanpa perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, umat dapat terhindar dari perbedaan pandangan yang membingungkan dalam pengamalannya.

Untuk mengetahui dan memahami tingkat kualitas hadis Nabi Saw., para ulama dan cendekiawan melakukan penelitian kritis yang bersifat ilmiah. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan kualitas sanad maupun matan hadis yang dapat dijadikan sebagai hujjah adalah sebagai berikut:

  1. Melakukan i’tibar hadis.
  2. Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya.
  3. Menyimpulkan hasil penelitian sanad.

Faktor Penyebab Bervariasi Sanad

  • Persambungan sanad, mempunyai kriteria  ketersambungan sanad yaitu:
  1. Adanya  indikasi yang  kuat dalam perjumpaan antara mereka
  2. Periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis yang diteliti dan semua berkualitas tsiqot
  3. Masing  masing periwayat  menggunakan  kata-kata penghubung  yang memiliki kualitas tinggi yang sudah di sepakati oleh para ulama.
  • Kualitas pribadi periwayat (‘adil), terdapat cara untuk mengetahui keadilan seorang perawi antara lain:
  1. Popularitas perawi tersebut dan keutamaan perawi di kalangan ulama hadis
  2. Penilaian kritikus terhadap periwayat hadis
  3. Penerapan kaidah jarh wa ta’dil
  4. Kapasitas intelektual periwayat (dhabit)
  • Kriteria periwayat yang dhabit:
  1. Periwayat yang sempurna hafalannya
  2. Mampu menyampaikan hafalannya ke pada orang lain
  3. Mampu memahami hadis dengan baik

Dalam kekokohan perawi dibagi menjadi 2 antara lain:

  1. Dhabit al-kitab (kuat hafalan kitabnya)
  2. Dhabit as-shadri (kuat hafalan dan pemahamannya)
  3. Adanya illah
  • Adanya illah

Illah adalah cacat tersembunyi yang tidak langsung terlihat dalam penelitian terhadap satu jalur sanad. Cara untuk meneliti cacat pada sanad adalah dengan membandingkan semua sanad yang ada dengan matan yang memiliki isi semakna.

  • Adanya syuzus, ada 3 pendapat mengenai syusuz:
  1. Pendapat Imam Al Syafii, hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya), tetapi bertentangan dengan riwayat yang disampaikan oleh perawi tsiqah lainnya.
  2. Pendapat al-Hakim an-Naisaburi, hadis orang yang  tsiqoh ,tapi orang yang tsiqoh lain meriwayatkan hadis tersebut .
  3. Pendapat Abu Ya’la al-khalili, hadis yang memiliki sanad 1 buah, periwayatnya bersifat tsiqoh atau tidak.

Contoh Hadis dengan Variasi Sanadnya

Contoh hadis yang memiliki matan yang sama dan memiliki beberapa jalur periwayatan ialah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Malik dan yang lainnya diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud.

  • Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik:

عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفِثُ قَالَتْ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَنَا أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَلَيْهِ بِيَمِينِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا

“Dari Ibnu Syihab dari Urwah bin az-Zubair dari Aisyah –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam jika merasa sakit, beliau membacakan untuk diri beliau sendiri al-Mu’awwidzaat (surat al-Ikhlash, al-Falaq, an-Naas) dan meniupkan (ke tangan kemudian diusapkan pada tubuh beliau). Ketika terasa semakin berat sakit beliau, akulah yang membacakan (al-Muawwidzaat) kepada beliau dan aku usapkan dengan tangan beliau untuk mengharapkan keberkahannya.” (HR. Malik dalam Muwattha’)

  • Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ فِي نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ عَلَيْهِ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا

“Telah menceritakan kepada kami al-Qo’nabiy dari Malik dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah, istri Nabi shallallahu alaihi wasallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika merasa sakit, beliau membacakan al-Muawwidzaat pada diri beliau, dan meniupkan (ke tangan kemudian diusapkan pada tubuh beliau). Ketika sakitnya bertambah parah, akulah yang membacakan untuk beliau dan aku usapkan dengan tangan beliau dengan mengharapkan keberkahannya.” (HR. Abu Dawud)

Jumlah Perawi Mempengaruhi Kualitas Hadis

Kedua hadis tersebut memiliki matan yang serupa, tetapi terdapat perbedaan dalam periwayatannya. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik memiliki jumlah perawi yang lebih sedikit dibandingkan dengan riwayat dari Imam Abu Dawud. Imam Malik hanya memiliki 3 perawi, sedangkan Imam Abu Dawud memiliki 5 perawi dengan jalur yang sama dari Imam Malik.

Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik secara umum memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan periwayatan dari Imam Abu Dawud. Semakin sedikit jumlah perawi, maka kualitas informasi yang didapatkan akan semakin baik dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan penukilan yang disebabkan oleh panjangnya rantai sanad. Jumlah perawi yang sedikit disebut dengan istilah ‘Aly, sedangkan perawi yang banyak disebut Nazil.

Kedudukan sanad dalam hadis sangat penting. Dengan adanya sanad, kita dapat menilai kualitas, tingkatan, dan keadaan suatu hadis. Selain itu, sanad juga berperan penting dalam menjaga kemurnian periwayatan, sehingga mencegah kemungkinan pemalsuan hadis Nabi Saw. untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Semoga Allah Swt. melindungi kita dari hal-hal tersebut. Amin.

Similar Posts