Sepak Bola: Antara Jihad dan Hiburan

Majalahnabawi.com – Zaman di mana kita hidup saat ini telah menciptakan berbagai permainan bernuansa olahraga yang bertujuan untuk menguatkan tubuh, membuatnya lebih energik, serta melatihnya agar dapat melakukan pekerjaan yang sangat beragam. Sebagian dilakukan secara individual, dan ada juga yang dilakukan secara kolektif.

Olahraga-olahraga yang dipertandingkan meliputi olahraga kekuatan, keterampilan, serta kecepatan. Tentu saja, di samping seni permainan itu sendiri. Olahraga-olahraga tersebut bukan saja dinikmati dan menjadi hiburan bagi atlet, tetapi juga bagi para penonton.

Sekarang kita bisa melihat bagaimana cabang-cabang olahraga mendunia di zaman sekarang, dengan berbagai bidang dan jenisnya, yang diiringi dengan berdirinya sekolah-sekolah maupun institut olahraga yang menelurkan para ahli di setiap bidang olahraga. Sebagian mahasiswa institut olahraga tersebut bahkan ada yang sampai mencapai gelar master atau doktor. Hampir semua negara mengalokasikan dana yang besar bagi peningkatan kualitas olahraga.

Olahraga yang paling populer saat ini adalah sepak bola. Para ahli fikih klasik tidak pernah membahas jenis olahraga yang menggunakan bola. Bisa jadi, pada masa mereka, jenis olahraga yang menggunakan bola memang belum dikenal. Namun sekarang, sepak bola benar-benar telah merasuki penonton yang menikmatinya, bahkan menyita waktu dan pikiran penikmatnya.

Hukum Dasar Sepak Bola Diperbolehkan dalam Islam

Hukum dasar sepak bola diperbolehkan, selama tidak mengandung hal yang dilarang atau menimbulkan kerusakan. Apabila mengandung hal-hal tersebut, maka sepak bola diharamkan. Beberapa cabang olahraga itu bahkan telah dianjurkan lewat Hadis-hadis shahih maupun hasan seperti lomba lari, renang, memanah, lempar lembing, pacuan kuda, gulat, dan sebagainya. Sebagian cabang yang lain, hukumnya diperbolehkan asal sesuai dengan prinsip syariat bahwa hukum dasar bagi segala sesuatu dan perbuatan duniawi adalah diperbolehkan.

Apalagi sebenarnya olahraga merupakan sarana yang dapat menguatkan tubuh dan mendukung kesehatan, maka ia diperbolehkan atau bahkan dianjurkan. Malah dalam situasi tertentu, ia bisa sampai pada tingkat diwajibkan. Walhasil, ketika bangsa-bangsa pada zaman sekarang saling berkompetisi di dunia olahraga dengan berbagai cabangnya, dan mereka berjuang keras dalam membina para atlet. Maka tak ada alasan bagi umat Islam untuk ketinggalan dari yang lain. Umat Islam seyogianya justru selalu menjadi yang paling kompetitif di antara mereka.

Rambu-Rambu Syariat Sepak Bola

Dalam konteks sepak bola, di antara rambu-rambunya adalah tidak sampai menghambur-hamburkan dan berlebihan. Sebagaimana tersirat dalam firman Allah Swt QS. al-A’raf ayat 31:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“…makan dan minumlah dan jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”

Tindakan yang berlebih-lebihan dalam perkara yang sebenarnya diperbolehkan, dapat menjadikannya haram atau paling tidak, menjadikannya mendekati area haram.Menurut Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan dalam karyanya yang berjudul Fiqh al-Lahwi wa at-Tarwih, tidak ada larangan secara syariat untuk bermain sepak bola. Karena olahraga ini memang tidak mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Akan tetapi, terdapat rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam olahraga ini adalah:

  1. Tidak sampai melalaikan pemainnya dari kewajiban agama (seperti melaksanakan salat lima waktu), atau dari kewajiban dunia (seperti tugas belajar bagi seorang siswa dan mahasiswa, kesibukan mencari nafkah bagi seorang pekerja, serta menyelesaikan tugas bagi seorang pegawai)
  2. Harus menjunjung tinggi kode etik dan fair play yang telah disepakati. Sehingga dengan demikian, kode etik tersebut menjadi pegangan yang dijaga bersama, dan tidak seorang pun melanggarnya secara terang-terangan maupun diam-diam.
  3. Tidak boleh melakukan praktik kekerasan terhadap tim lawan. Sebab Allah Swt menyukai kelemah-lembutan dan membenci kekerasan dalam segala hal.
  4. Wasit yang memimpin pertandingan tidak boleh memihak salah satu tim, melainkan harus benar-benar objektif dan adil. Disebutkan dalam Al-Quran, “Dan apabila kalian menetaphan hukum di antara manusia, hendaklah kalian menetapkan secara adil”. (QS. an-Nisa’: 58).

Sepak bola memiliki beberapa kelebihan dari segi fanatisme suporter, bahkan seakan menyembahnya. Fenomena seperti inilah yang harus diwanti-wanti. Sebab, segala sesuatu yang berlebihan justru akan menjadi kontraproduktif dan tidak bermanfaat. Maka, hukum dasar bagi permainan adalah diperbolehkan (mubah), selama tidak berlebih-lebihan. Jika sampai berlebihan, maka ia menjadi haram sesuai kadar tindakan yang berlebihan tersebut.

Sepak Bola sebagai Pendekatan Diri kepada Allah

Mayoritas fukaha meniadikan faktor manfaat suatu perlombaan bagi perjuangan umat Islam sebagai pertimbangan utama diperbolehkannya perlombaan itu. Hal ini bisa dibenarkan kalau kita ingin menjadikan perlombaan-perlombaan itu sebagai sarana yang dapat menumbuhkan ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah Swt.

Sabda Rasul

Dan semua yang bisa membantu terwujudnya suatu ketaatan, nilainya sama dengan ketaatan itu sendiri. Maka, semua yang bisa membantu terwujudnya jihad fi sabilillah, adalah sama hukumnya dengan jihad itu sendiri. Karena itu, Rasulullah Saw pernah bersabda:

من جهز غازيا في سبيل الله فقد غزا ، ومن خلف غازيا في سبيل الله بخير فقد غزا

“Barangsiapa mempersiapkan peperangan di jalan Allah, maka pahalanya sama dengan orang yang ikut berperang. Dan barangsiapa yang tidak ikut berperang karena melakukan perbuatan baik lain, maka pahalanya sama dengan orang yang ikut berperang juga”

Tetapi kita ingin melihat perlombaan ini dari sudut pandang yang lain. Tidak hanya sebatas dari sudut pandang jihad ataupun hal-hal yang membantu merealisasikannya. Kita ingin memandangnya dari kapasitasnya sebagai alat hiburan dan sarana refreshing. Karena tidak semua orang yang melakukan berbagai perlombaan di atas dilandasi niat mempersiapkan diri untuk berjihad. Bisa jadi dia melakukannya sekedar untuk menghibur diri, mencari rezeki dan mengisi kekosongan. Namun tetap dikatakan ibadah jika dilakukan dalam kerangka keimanan dan dikorelasikan dengan tujuan besar umat Islam.

Hadis Lain

Bukankah banyak perbuatan mubah yang berubah menjadi perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah berkat niat yang benar? Sebagaimana diorientasikan dalam sebuah Hadis Muttafaq ‘Alaih yang sangat popular:

إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

“Sesungguhnya segala perbuatan itu dilihat dari niatnya, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan sesuai dengan niatnya”

Menurut Syekh Dr. Yusuf al-Qaradhawi bahwa pendapat yang beliau pilih dalam masalah ini ialah pendapat seorang ahli fikih dari kalangan tabiin bernama ‘Atha’ bin Rabah, yang memperbolehkan segala bentuk perlombaan. Beliau menganggap pendapat ini paling sesuai dengan pandangan umum Islam terhadap manusia dan kehidupan ini, karena manusia membutuhkan saluran untuk bersenang-senang, sebagaimana ia juga harus serius dalam beberapa hal. Dan tidak seorang pun bisa kuat bertahan untuk terus berada dalam keseriusan tanpa jeda kecuali para Nabi.

Similar Posts