karakter

Siapkah Diterapkan Sistem Hybrid Learning?

Majalahnabawi.comSistem HLS sangat mungkin untuk diterapkan secara serentak, tapi perlu untuk terus dievaluasi berkala. 

Kualitas pendidikan Indonesia saat ini berada pada posisi 10 besar dari bawah berdasarkan hasil PISA terakhir di tahun 2018, hal ini masih menyisahkan varian PR untuk dunia pendidikan1. Ditambah momok pandemi Covid-19 yang mengubah segala rancangan awal pemerintah baik dalam bidang ekonomi, pembangunan serta pendidikan.

Saya yakin bahwa itu adalah pecutan keras serta pacuan bagi negeri kita untuk mengejar ketertingalan peradaban yang ada, dengan mensinergikan antara kemajuan sains dan sistem pendidikan. Andai pandemi ini tiba di saat negeri belum mengenal platform yang mempertemukan jamak insan melalui teknologi canggih tentu tamat sudah peradaban di Indonesia.

Menurut Surjono (2010:6) pembelajaran hybrid learning atau blended learning adalah pembelajaran yang menggabungkan semua bentuk pembelajaran misalnya online, live, maupun tatap muka (konvensional). Selanjutnya Bibi & Jati (2015:76) menjelaskan blended learning (hybrid learning) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perpaduan metode belajar tatap muka (di dalam kelas) dengan materi yang diberikan secara online. Hematnya, sistem ini membagi pelajar menjadi dua buah kelompok; luar jaringan (tatap muka) dan dalam jaringan (dari tempat masing-masing).

Implementasi sistem itu merupakan reaksi atas momok pandemi yang membuat institusi pendidikan perlu mengambil tindakan preventif serta pre-emtif, guna menjaga kesehatan tiap individu. Siap ataupun tidak dan mau tidak mau sistem ini harus dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, sistem ini bisa dikatakan cukup memadai untuk kebutuhan KBM (kegiatan belajar mengajar). Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada pendidik yang minim media literasi digitalnya, pelajar serta media pembelajaran yang belum maksimal dalam pemanfatannya atau secara general masih ada institusi yang belum siap untuk mengimplementasikannya.

Model HLS ini pada hakikatnya menjadi solusi dalam menormalkan kembali pendidikan, karena sejatinya tak semua materi dapat tersampaikan secara lisan dan tulisan. Peran pendidik dalam era revolusi industri 4.0 harus diwaspadai, para pendidik tidak boleh hanya menitikberatkan tugasnya hanya dalam transfer ilmu, namun lebih menekankan pendidikan karakter, moral dan keteladanan. Hal ini disebabkan transfer ilmu dapat digantikan oleh teknologi namun, penerapan softskill dan hardskill tidak bisa digantikan dengan alat dan teknologi secanggih apapun (Risdianto, 2019)4.

Setelah mencerna dengan rinci data yang dilampirkan oleh KPAI tahun 2021 melalui survey yang direspon oleh 1700 pelajar meliputi 20 Provinsi dan 54 Kabupaten/Kota serta jumlah pengaduan sebanyak 246 membuktikan bahwa sistem pendidikan dalam jaringan menjadi sebuah disuasi yang akan merusak kesejahteraan pendidikan5. Di antara titik bebannnya adalah pada pemberian tugas yang banyak oleh guru, tidak memiliki wifi, serta sinyal yang tidak mendukung sehingga membuat KEMDIKBURISTEK membuatkan platform gratis “Rumah Belajar” yang bisa diakses, walau berdasarkan survei 56,9% pelajar tidak mengetahui tentang hal ini. Selama PJJ ini, para pelajar mengaku lebih banyak menggunakan platform lain, yakni Google Clasroom, WhatsApp, Ruang Guru, Zenius, Zoom dan Google Meet.

Secara garis beras, sistem HLS ini lebih efektif daripada PJJ yang selama ini menuai banyak penolakan karena sama sekali tidak mengindahkan kesejahteraan para pendidik dan pelajar dalam kegiatan belajar mengajar.

Namun, apakah sistem HLS ini bisa diterapkan secara serentak di Indonesia? Hal ini yang sangat problematis, jika ditinjau dari aspek idealisme konsep, sistem HLS tentu dirasa perlu secepatnya diterapkan. Namun sangat disayangkan, perlu ada kajian lebih mendalam terkait regulasi dan menyelidiki sikon yang ada. Misalnya, memastikan fasilitas penunjang sistem HLS juga fasilitas alat kesehatan yang memadai, mengingat bahwa laporan OECD yang menyebutkan hanya 34% siswa Indoensia yang memiliki komputer di rumah, apalagi jika komputer ini saling pakai di rumah karena orang tua atau saudara yang juga bekerja di rumah menggunakannya, serta media literasi digital pendidik yang belum genap.

Sistem HLS sangat mungkin untuk diterapkan secara serentak, tapi perlu untuk terus dievaluasi berkala. Hal yang paling disayangkan jika sistem ini tidak segera diterapkan adalah hilangnya semangat belajar para pelajar, bila ini dibiarkan akan terjadi masalah psikososial serta degradasi pada generasi selanjutnya, ini yang sangat dikhawatirkan.

Maka, setelah mengevaluasi diskursus PJJ, HLS ini hadir di permukaan wacana sebagai solusi dan bukan disuasi. Terkait HLS sendiri, perlu kita ingat bahwa sistem ini bukan hanya pembelajaran secara daring tapi juga tatap muka. Sehingga manfaat dari keduanya tetap bisa dinikmati.

Sebelum menerapkan sistem HLS ini, kita perlu untuk memeriksa terlebih dahulu kesiapan fasilitasnya. Salah satunya ialah institusi pendidikan yang akan menerapkan HLS tersebut baiknya memiliki sistem manajemen pembelajaran online yang baik. Lebih dari itu, tenaga kependidikan, guru dan pelajar juga harus memiliki kemampuan IT yang baik dan sarana teknologi digital yang memadai di tempat mereka tinggal. KOMINFO juga harus memperhatikan hal ini, apabaila HLS ini ingin segera terwujud. Karena kecepatan internet dan kuota juga menjadi permasalahan pokok di banyak sudut daerah.

Apakah HLS ini akan musnah jika pandemi selesai? Tentu tidak, sistem inilah yang justru akan banyak digunakan. Kampus-kampus baik dalam dan luar negeri sudah jamak menggunakan sistem ini, karena dengan sistem ini orang dapat belajar di mana saja dan kapan saja.

Wacana HLS bisa segera dinikmati bilamana para pendidik beserta institusinya memahami seluk-beluk sistem ini. Maka, dengan menginternalisasikan sitem HLS melalui diklat pemanfaatan platform yang bermanfaat serta memaksimalkan kelas pengembangan pendidik dengan membawa tema yang terpacu pada kebutuhan: Pemanfaatan Quizizz dalam pembelajaran, inovasi membuat personal website, RPP digital sebagai rancangan pembelajaran masa kini dan lain sebagainya yang akan memudahkan. Guna menjalankan roda pendidikan ini, pemerintah pusat dan daerah juga perlu dilibatkan, seperti memberikan kebijakan yang afirmatif dalam pemerataan pembangunan dan pemerataan fasilitas pendidikan di wilayah Indonesia demi terealisasinya tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia di 2030.

Zaman akan terus menyeleksi, maka sebagai institusi yang berintegrasi, bantuan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan juga akan menjadi bukti serta saksi dari kemajuan negeri ini.

Similar Posts