Solusi Nelayan: Mengurai Paradoks Si Miskin di Negara MaritimJudul Buku:

Pendahuluan

Buku ini merupakan Buku Serial Pengarusutamaan[1] Strategi Pengembangan Koperasi dan UMKM seri ke-5. Disusun oleh tim Deputi Bidang Perkoperasian yang diketuai oleh Ahmad Zabadi. Buku ini mengulas tentang paradoks terkait kehidupan nelayan di negara maritim. Penulis berusaha menjelaskan kepada pembaca bahwa profesi nelayan yang merupakan keniscayaan di negara maritim ini pun tidak terlepas dari berbagai keluhan dan persoalan. Oleh karenanya, penulis berusaha menyingkap fakta terkait yang disertai analisis data. Tak luput, penulis juga mengadopsi beberapa solusi yang dapat dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan nelayan dan ekosistem perairan.

Isi

Pada bagian kata pengantar, penulis mengemukakan bahwa kekayaan maritim Indonesia dipandang mampu menyejahterakan rakyat, terutama nelayan. Hanya saja, potensi sumber daya laut seperti perikanan, garam, rumput laut, terumbu karang, dan mineral lain belum mampu diolah secara maksimal. Ditambah, para nelayan masih dihadapkan dengan berbagai persoalan untuk melaut, seperti fenomena kenaikan harga dan kesulitan bahan bakar minyak.

Pada bagian ini, penulis menambahkan bahwa Kementerian Koperasi dan UKM ikut merespon isu kenaikan harga dan kesulitan BBM tersebut. Pemerintah berupaya memperkuat ekonomi nelayan melalui program Solar Untuk Koperasi (Solusi) Nelayan di beberapa daerah. Adapun penulis berharap buku ini dapat digunakan sebagai rujukan oleh Pemerintah, akademisi maupun lainnya dalam menciptakan terobosan yang berpihak pada masyarakat khususnya nelayan Indonesia.

Bagian I: Si Paling Miskin di Tengah ‘Harta’ Lautan

Bagian ini penulis memuat bagaimana subsektor perikanan memegang peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional. Mengingat, potensi sumber daya laut Indonesia yang begitu besar. Namun ironisnya, nasib para nelayan yang memprihatinkan kerap disebut sebagai kantong-kantong kemiskinan di Indonesia. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017, nelayan menjadi profesi paling miskin di negeri ini. Menurut penulis, salah satu penyebab kemiskinan kronis tersebut adalah kenaikan harga BBM.

Penurunan jumlah nelayan setiap tahunnya menggambarkan betapa suramnya kehidupan nelayan. Selain kenaikan BBM, kenaikan beberapa komoditas pangan yang tidak dibarengi dengan kenaikan harga jual ikan menyebabkan nelayan dipukul dua kali. Sehingga, Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan PT Pertamina serta Bank BRI meluncurkan Kartu BBM Nelayan. Kartu tersebut menjadi penyalur BBM bersubsidi kepada nelayan yang berhak. Sehingga, nelayan dapat mengetahui dengan pasti berapa banyak BBM bersubsidi yang tersisa yang menjadi haknya dalam suatu periode tertentu.

Selain itu, ketepatan pemberian BBM bersubsidi kepada nelayan perlu diperhatikan. Karena padanya bergantung pelbagai kepentingan nasional, yang puncaknya adalah melunasi tugas negara untuk mencukupi kebutuhan pangan perikanan berkualitas bagi anak bangsa.

Bagian II: Agar Layar Nelayan Mantap Terkembang

Bagian ini merupakan langkah lanjutan dari berbagai persoalan sebelumnya. Menyingkap fakta bahwa tingginya harga BBM sudah didapati nelayan sebelum terjadi kenaikan harga. Hal tersebut karena kebiasaan nelayan yang membeli bahan bakar di pengecer. Fakta selanjutnya terkait alokasi BBM bersubsidi yang ternyata hanya separuhnya yang dimanfaatkan. Para nelayan kecil cenderung tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi. Menurut Riza Damanik, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM mengatakan bahwasanya negara sudah memberikan insentif kepada para nelayan sebagai sektor strategis nasional yaitu dengan memberikan subsidi. Tapi, penyerapannya masih tergolong kecil. Bukan volume BBM-nya yang tidak ada, tetapi juga pendistribusiannya yang kurang.

Pembangunan SPBU-SPBU mini di desa-desa nelayan diwujudkan melalui Solusi Nelayan. Menurut Penulis, koperasi sangat berperan untuk memastikan BBM tesebut tepat sasaran. Dengan mekanisme closed loop system, itu dapat memastikan bahwa hanya anggota koperasi yang terdaftar yang boleh mendapatkan BBM bersubsidi. Dan yang pasti, tentunya bukan hanya nelayan, melainkan pihak koperasi dan Pertamina juga ikut merasakan keuntungan dari program ini.

Bagian III: Solusi Untuk Penguatan Ekosistem

Menurut Direktur Pemasaran Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, jika dijumlahkan kebutuhan BBM subsidi di kampung-kampung nelayan itu besar. Oleh karenanya, akan lebih efektif jika para nelayan berkumpul dalam satu wadah koperasi. Dan salah satu syarat dari pembangunan SPBUN adalah adanya lahan yang dimiliki koperasi. Sehingga saat nanti dibangun SPBUN tidak ada sengketa lagi.

Terlepas dari itu semua, pembangunan SPBUN bukan hal yang mudah, seperti saat penentuan akses dan lahan. Karena, Pertamina memiliki standar keamanan tersendiri. Belum lagi masih ada saja kendala birokrasi di daerah, seperti lambannya pengurusan izin nelayan. Dalam hal ini, perlu adanya dorongan kuat dari Bupati/walikota dan gubernur setempat.

Hingga kini, jumlah SPBUN yang sudah beroperasi di Indonesia sebanyak 388 unit dan 22 SPBUN yang masih on progress. Menurut Nicke selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero), dari angka tersebut sepertiganya dikelola oleh koperasi. Jadi, ada 129 koperasi seluruh Indonesia yang mengelola SPBUN.

Bagian IV: Pengalaman Sebagai Guru Terbaik

Bagian ini adalah bagian akhir dari buku seri ke-5 ini. Penulis mencantumkan salah satu koperasi percontohan dari program Solusi Nelayan yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) Mino Saroyo di Cilacap, Jawa Tengah. Koperasi ini menjadi lokasi peluncuran dari program Solusi Nelayan, karena digitalisasinya yang sudah bagus. Bahkan, sistem digital sudah bisa menampilkan harga ikan di TPI Cilacap, sehingga pengurus koperasi tidak bisa memainkan harga seenaknya.

Keunggulan Buku

Buku ini ditulis dengan tujuan membantu banyak orang terlebih Pemerintah, akademisi dan khususnya para nelayan untuk menyingkap paradoks di negeri maritim ini. Sekaligus memberikan transparansi dan solusi mengenai berbagai persoalan di kehidupan nelayan. Sistematika penyusunan buku cenderung menarik, terlebih disertai data dan dokumentasi.

Kekurangan Buku

Banyak redaksi yang diulang dalam buku ini, sehingga membuat pembaca cenderung merasa bosan. Karena poin yang sudah didapat lantas diulang di paragraf-paragraf setelahnya bahkan halaman setelahnya.

Penutup

Secara umum, buku ini disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh para pembaca. Tepat untuk dijadikan rujukan, karena memberikan banyak informasi terkait program Solusi Nelayan di negeri maritim ini. Bagi yang sedang mencari informasi lebih terkait tema seputar kehidupan nelayan, buku ini adalah buku yang tepat.


[1] (KBBI) proses membentuk ide, gagasan, dan nilai yang diterima luas oleh masyarakat. Pengarusutamaan merupakan sebuah proses yang dijalankan untuk menggiring aspek-aspek yang sebelumnya dianggap tidak penting atau bersifat marjinal ke dalam putaran pengambilan keputusan dan pengelolaan aktivitas utama kelembagaan dan program kerja.

Similar Posts