Suami Merawat Istri Adalah Bagian dari Jihad

Majalahnabawi.com – Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga merupakan fondasi utama dalam membangun masyarakat yang harmonis. Setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab yang saling melengkapi. Suami, sebagai pemimpin dalam keluarga, tidak hanya dituntut untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga memberikan perhatian, kasih sayang, dan perlindungan kepada istri dan anak-anaknya. Tanggung jawab ini, jika dilakukan dengan penuh keikhlasan dan sesuai dengan ajaran agama, dapat menjadi bagian dari jihad di jalan Allah.

Rasulullah Saw bersabda:

رَأْسُ الْأَمَرِ اَلْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya (Islam) adalah salat, dan puncaknya (Islam) adalah jihad di jalan Allah Swt.” (HR. Ibnu Majah)

Hadis ini menggambarkan posisi jihad dalam Islam. Lafaz dzirwah (ذِرْوَةُ) berarti puncak tertinggi dari sesuatu atau puncak gunung. Sedangkan sanam (سَنَامِ) berarti punggung atau punuk unta, bagian tertinggi dari tubuh unta. Jadi, jihad merupakan bagian tertinggi dan sangat mulia dalam Islam.

Sebagai puncak ajaran agama, jihad perlu dipahami secara mendalam. Jihad sering kali diartikan sebagai “berperang di jalan Allah”. Namun, perlu dicatat bahwa pemahaman tentang jihad dalam Islam sangat luas, tidak hanya meliputi peperangan (jihad al-qital), tetapi juga perjuangan batin (jihad al-nafs) dan segala usaha untuk menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Syekh Sa’id Hawwa mengklasifikasikan jihad menjadi dua:

  1. Jihad bermakna umum, seperti belajar dan mengajar, amar ma’ruf dan nahi munkar, mengajak pada kebaikan, saling menasihati, mengeluarkan harta untuk kemaslahatan, serta kebaikan-kebaikan lainnya.
  2. Jihad bermakna khusus, yang hanya terbatas pada peperangan. (Al-Asas fi al-Sunnah… 7/3231)

Menegakkan nilai-nilai agama sebagai bentuk jihad meliputi segala urusan, termasuk urusan keluarga. Dalam konteks ini, merawat istri dan anak bukan sekadar kewajiban sosial atau domestik, tetapi juga dianggap sebagai perjuangan di jalan Allah Swt. jika dilakukan dengan niat yang ikhlas dan sesuai prinsip-prinsip agama.

Landasan Jihad Suami Masa Sahabat

Hal ini berlandaskan kisah Sayyidina Utsman bin Affan yang tidak ikut serta dalam Perang Badar, yaitu perang antara pasukan kecil kaum muslimin berjumlah 313 orang melawan pasukan kafir Quraisy yang berjumlah 1.000 orang. Peristiwa ini terjadi pada 17 Ramadan tahun 2 H.

Sayyidina Utsman adalah salah satu sahabat yang sangat kaya raya dan dermawan. Beliau memberikan kontribusi besar dalam berbagai peperangan, tidak hanya dengan harta, tetapi juga dengan pengorbanan luar biasa. Namun, saat Perang Badar, Sayyidina Utsman tidak ikut serta karena harus merawat istrinya yang sedang sakit, yaitu Ruqayyah binti Rasulullah Saw.

Meskipun tidak ikut serta, Rasulullah Saw memberikan apresiasi kepada beliau karena telah merawat dan setia menemani istrinya. Nabi bersabda:

فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِنَّ لَكَ أَجْرَ رَجُلٍ مِمَّنْ شَهِدَ وَسَهْمَهُ

“Kamu memperoleh pahala yang sama seperti orang yang ikut Perang Badar, bahkan juga memperoleh bagian harta rampasan perang.” (HR. Bukhari)

Riwayat ini menunjukkan bahwa menjaga dan merawat keluarga, termasuk anak, istri, dan orang tua, adalah kewajiban yang harus dijaga. Pahalanya dapat menyamai bahkan melebihi pahala berperang. Apalagi, pada masa sekarang, peperangan bukan lagi relevan. Oleh karena itu, jihad di masa kini cukup dengan merawat, menjaga, dan memberi nafkah keluarga dengan sebaik mungkin, memenuhi kebutuhannya tanpa harus berlebihan.

Jadi, jihad dalam pandangan Islam memiliki makna yang sangat luas dan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik fisik maupun non-fisik. Selama dilakukan dalam rangka menegakkan nilai-nilai agama, maka itu dapat disebut sebagai jihad.

Similar Posts