Suasana Lebaran di Poso
Majalahnabawi.com – Idul Fitri 1 Syawal 1445 H tahun 2024 ini jatuh pada hari Rabu, 10 April 2024 M. Biasanya saya merayakan Lebaran di kampung sendiri di Kembangan Jakarta Barat. Berbeda pada tahun ini, saya mencoba merasakan suasana lebaran di tanah perantauan Poso, Sulawesi Tengah. Pada lebaran tahun ini, saya dan Ustaz Umam (pengasuh Pondok Pesantren Nahdlatut Tholibin Poso Pesisir, atau PP. NT) tidak mudik, karena ada beberapa alasan. Salah satu alasannya karena ada tugas khutbah di dua masjid Poso Kota Utara. Saya mendapat undangan khutbah di Masjid Mujahidin Lawanga Poso Kota Utara, sedangkan Ustaz Umam berkhutbah di Masjid Nurul Yaqin Tegalrejo Poso Kota Utara.
Praktik Salat Id dan Pelaksanaan Khutbah
Ustaz Umam berangkat dari PP. NT pada pukul 06.00 WITA menuju masjid tersebut. Saya berangkat dari pesantren pada pukul 06.15 WITA menuju masjid tersebut.
Perjalanan mengendarai motor sekitar 20 menit sampai 30 menit menuju masjid tersebut. Ketika sampai masjid tersebut, ternyata jamaah masih sepi, baru hanya beberapa orang saja yang hadir (hal ini sangat berbeda dengan suasana salat Id di Jakarta, sejak pukul 06.00 WIB biasanya sudah ramai jamaah yang hadir). Sambil menunggu jamaah yang akan hadir, maka saya dan bapak imam masjid tersebut menggemakan takbir. Sampai pukul 07.00 WITA, barulah ada pengumuman tentang tata cara praktik salat Id. Kemudian salat Id mulai pada pukul 07.10 WITA yang dipimpin oleh imam masjid tersebut.
Pesan 1: Menjadi Hamba Allah Tanpa Kenal Waktu
Setelah selesai salat, saya langsung naik mimbar berkhutbah. Isi khutbah yang saya sampaikan adalah pesan untuk melanjutkan/mengkonsistensikan amal ibadah selama bulan Ramadan. Jangan menjadi hamba yang taat di bulan Ramadan saja, tapi jadilah hamba Allah yang selalu taat pada semua waktu. Ada ungkapan berbahasa Arab yakni
كُنْ عَبْدًا رَبَّانِيًّا وَلَا تَكُنْ رَمَضَانِيًّا
Jadilah hamba Allah, jangan menjadi hamba bulan Ramadan (“hamba musiman”).
Pesan 2: Saling Memaafkan
Pesan kedua adalah mari kita saling memaafkan, karena orang yang memaafkan termasuk orang yang bertakwa sebagaimana potongan ayat QS. Alu Imran ayat 134, وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِ “dan orang-orang yang memaafkan manusia.”
Pesan 3: Mempererat Tali Silaturahim
Pesan ketiga adalah hendaknya kita menyambung dan mempererat silaturahim, jangan memutuskan silaturahim. Orang yang memutus silaturahim masuk surganya belakangan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Orang yang memutus silaturahim tidak akan masuk surga terlebih dahulu. (HR. al-Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi)
Pesan 4: Mengucapkan Shalawat kepada Rasulullah Saw.
Pesan terakhir yang saya sampaikan pada khutbah tersebut adalah sebuah hadis riwayat oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan Imam al-Tirmidzi dalam Sunannya:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ وَأَظُنُّهُ قَالَ أَوْ أَحَدُهُمَا.
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Celakalah seseorang yang namaku disebut dihadapannya sedang ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku. Celakalah seseorang yang mana bulan Ramadan datang menemuinya kemudian berpisah sedang ia belum mendapatkan ampunan. Celakalah seseorang yang mendapati kedua orang tuanya berusia lanjut, namun kedua orang tuanya tidak dapat memasukkannya ke dalam surga (karena kebaktiannya).” Abdurrahman berkata, Dan aku mengira beliau bersabda; Atau salah satu dari keduanya.
Hadis di atas memerintahkan kita untuk bersalawat, karena merugilah orang yang tidak bersalawat ketika disebut nama Nabi Muhammad Saw.. Merugi juga orang yang mengalami bulan Ramadan tapi Allah tidak mengampuni dosanya ketika Ramadan berakhir. Dan sangat merugi juga orang yang tidak bisa masuk surga karena tidak berbakti kepada kedua orang tuanya.
Dua khutbah yang saya sampaikan berdurasi 13 menit lebih sedikit, saya rekam menggunakan kamera depan hp saya dan diupload di youtube saya, berikut link videonya https://youtu.be/nEDfdnaU5Kk?si=devEgemXztOve-lT.
Halal Bihalal dengan Jamaah Masjid
Setelah itu, saya bersalam-salaman dengan para jamaah sekaligus pamit melanjutkan perjalanan. Kemudian, saya menuju rumah dinas Kepala Departemen Agama (Kandepag) Poso yang berlokasi di area kantor urusan agama (KUA) Poso Kota untuk memenuhi undangan halal bi halal bersama beliau dan para tokoh.
Setelah sampai lokasi, lumayan lama saya dan Ustaz Sutami (ketua PCNU Poso) menunggu Pak Kandepag datang. Setelah beliau dan beberapa tamu datang, kami baru masuk ke lokasi. Di lokasi, terdapat tenda dan meja makan. Sambil menunggu makanan dihidangkan oleh para ibu, para tamu undangan yang hadir yang terdiri dari berbagai macam ketua organisasi masyarakat, ketua MUI Poso, para pengasuh pesantren di Poso, berbincang-bincang santai perihal khutbah Id tadi. Setelah itu, makanan sudah siap, kami dipersilahkan makan, ada buras, lontong, sayur opor ayam, sop daging, es buah. Alhamdulillah rezeki makan ronde kedua, setelah sudah makan lontong dan sayur opor ayam sebelum berangkat salat Id. Di tengah kami makan, datang beberapa tokoh kristen yang diundang pada acara tersebut, mereka juga menyapa dan akrab dengan tokoh-tokoh agama Islam yang hadir di situ. Alhamdulillah betapa indahnya suasana toleransi yang terwujud di Poso ini.
Kemudian, kami pamit terlebih dahulu setelah selesai makan. Kami (saya dan Ustaz Umam) melanjutkan perjalanan menuju rumah Pak H. Sukimin (orang tua dari mahasantri Darus-Sunnah, Wahyu Triatmojo) yang berada di Jl. Pulau Sumbawa Gebang Rejo Poso Kota. Setelah sampai di rumah beliau, kami dipersilahkan makan lagi. Kami pun makan bakso. Alhamdulillah makan ronde ketiga bagi saya di hari pertama lebaran ini.
Setelah berpamitan dari rumah beliau, kami pulang dahulu ke pesantren sekitar pukul 10.00 WITA. Kami istirahat sebentar, lalu pukul 11.15 WITA kami melanjutkan perjalanan silaturahim ke rumah Pak Imam Masjid Nurul Yaqin Landangan dekat PP. NT. Kami berbincang tentang kampung Pak Imam tersebut yang berasal dari Lombok lalu berimigrasi ke Poso. Beliau juga bercerita tentang kejadian konflik Poso pada tahun 2000-2005 yang beliau pernah alami sampai pernah mengungsi ke Palu (ibukota Sulawesi Tengah). Kami berbincang cukup lama sampai waktu Zuhur tiba, kami berpamitan dan menuju masjid Nurul Yaqin untuk salat Zuhur.
Toleransi Beragama antar Warga Poso
Setelah Zuhur, kami melanjutkan silaturahim ke rumah Pak Surahmat (salah satu anggota PCNU Poso dan orang tua seorang santri PP. NT) yang berada di desa Tonipa Poso Pesisir dekat PP. NT juga. Di rumah beliau, ada suguhan kue-kue dan kripik buatan istri beliau, sambil berbincang-bincang tentang linkungan sekitar beliau yang lumayan banyak juga penduduk Kristennya. Kata beliau, warga Kristen di sini jika lebaran akan mengunjungi rumah warga muslim yang pernah datang ketika acara keagamaan Kristen. Jika warga muslim di situ tidak datang di acara keagamaan mereka, maka mereka pun tidak akan datang ketika lebaran. Tapi di sini, warga muslim dan Kristen hidup berdampingan, saling damai, menghormati.
Jika ada orang Kristen yang meninggal di desa itu, maka orang muslim situ juga bertakziah sekadar datang, dan bersapa dengan keluarga duka. Di desa ini termasuk wujud toleransi yang indah antara umat Islam dan Kristen.
Setelah itu, kami (saya, Ustaz Umam, Pak Surahmat, dan anaknya) menuju rumah Ustaz Sutami, ketua PCNU Poso yang berada di Bega, Poso Pesisir
Aneka Makanan Poso saat Lebaran
Di Poso ini, hari lebaran pertama biasanya tersedia makanan berat, buras, lontong, opor ayam, dan lainnya. Hampir di setiap rumah, selalu ada makan berat tersebut. Suasana tersebut tidak saya dpatkan ketika lebaran di Jakarta, biasanya hanya tersedia kue-kue ringan. Kalaupun makan berat, biasanya hanya di rumah keluarga dekat saja.
Begitulah pengalaman hari pertama lebaran yang saya alami di Poso. Lebaran di perantauan sangat mengesankan dan banyak pengalaman di dalamnya.
Lebaran memang momentumnya bersilaturahim, saling memaafkan, dan saling bersedekah (baik makanan maupun uang THR).