Sumpah Ila’ dalam Islam
Majalahnabawi.com – Islam adalah agama yang sangat menjaga hubungan antar sesama manusia, lebih-lebih kepada dua insan yang telah terjalin akad pernikahan. Ucapan adalah contohnya. Agama Islam terdapat syariat terkait ucapan yang berpotensi menyakiti salah satu pasangannya. Di antara syariat tersebut adalah sumpah ila’.
Syekh Zainuddin bin Aziz al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in, mendefinikan sumpah ila’ sebagai sumpah tidak menyetubuhi istrinya selama jangka waktu lebih dari empat bulan atau tidak dibatasi waktu yang dilakukan oleh suami yang sah untuk mentalaknya. Contohnya, seorang suami berkata si istri: “Demi Allah, aku bersumpah untuk tidak menyetubuhimu selama lima bulan.”
Dasar dari syariat ini adalah surat al-Baqarah (2) : 226 dengan lafaz:
لِلَّذِيْنَ يُؤْلُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ تَرَبُّصُ اَرْبَعَةِ اَشْهُرٍ
Artinya: Kepada orang-orang yang meng-ila’ isterinya diberi tangguh empat bulan (lamanya).
Rukun Ila’
Rukunnya ada enam, yakni:
Pertama, orang yang bersumpah (suami). Suami adalah orang yang mukallaf, melakukannya dengan kehendak sendiri atau tidak ada paksaan dan orang yang boleh melakukan talak.
Kedua, sumpah. Sumpah harus terdiri dari salah satu tiga perkara berikut: adakalanya menggunakan satu nama/sifat dari nama-nama dan sifat-sifat Allah, bisa dengan menggantungkan sumpah dengan wajibkan suatu ibadah tertentu (nadzar), atau adakalaya dengan talak/memerdekakan budak. (penjelasan rincinya ada di bawah)
Ketiga, objek sumpah adalah tidak menyetubuhi. Maka tidak sah seorang suami bersumpah untuk tidak menggauli istri ketika istri sedang haid saja.
Keempat, adanya penyebutan masa ketika sumpah harus lebih dari empat bulan. Andaikan seorang suami bersumpah untuk tidak menyetubuhi dalam jangka waktu empat bulan atau kurang dari empat bulan, maka tidak bisa disebut dengan sumpah ila’ akan tetapi sekadar sumpah biasa.
Kelima, kalimat yang menunjukkan enggannya suami untuk menyetubuhi isterinya, baik secara terang-terangan maupun sekadar kiasan. Contoh secara terang-terangan, “Demi Allah aku bersumpah untuk tidak menyetubuhimu selama lima bulan.” Atau secara kiasan seperti, “Demi Allah aku bersumpah untuk menahanmu selama lima bulan.”
Terakhir keenam adalah adanya seorang isteri.
Konsekuensi Ila’
Kemudian, yang perlu diterangkan adalah ketika suami sudah melakukan sumpah ila’ maka dia dan istrinya tidak boleh ada hubungan badan (persetubuhan). Hingga masa empat bulan itu berlalu sejak suami melakukan sumpah, maka sang isteri mendapat hak fa’iah. Hak ini merupakan hak seorang istri untuk menuntut pada hakim agar suaminya mau berhubungan badan (persetubuhan) kembali atau tuntutan istri pada hakim agar suaminya mau mentalaknya. Apabila si suami tetap bersikukuh tidak mau mentalak, atau setelah diminta mentalak oleh hakim, si suami diam saja, maka hakim (menggantikan kedudukan suami) lalu mentalak istri suami tersebut dengan talak satu.
Lafaz Sumpah Ila’
Sedangkan terkait lafaz sumpah yang digunakan bisa menggunakan salah satu dari tiga perkara sebagaimana yang disebutkan di atas. Pertama, menggunakan nama atau sifat Allah, misalnya “Demi Allah/Demi al-Rahman aku tidak akan menyetubuhimu selama lima bulan.”
Kedua, mewajibkan dengan ibadah tertentu, semisal “Wajib bagiku untuk berpuasa apabila aku menyetubuhimu”. Ketiga, menggantungkan talak/memerdekakan budak, semisal “Apabila aku menyetubuhimu, maka engkau tertalak/budakku merdeka”.
Lalu, apabila suami melanggar sumpahnya dengan menyetubuhi istrinya (dengan atau tanpa tuntutan dari hakim), maka sang suami wajib membayar kafarat (tebusan) karena melanggar sumpahnya, yakni memerdekakan budak, atau memberi makanan sebanyak satu mud kepada sepuluh orang miskin, atau memberikan mereka pakaian. Akan apabila ia masih tidak mampu, maka berpuasa selama tiga hari.
Syarat Resiko Ila’ Bisa Hilang
Catatan terakhir, semua ketentuan sumpah ila’ di atas bisa hilang (selesai) dengan adanya salah satu dari empat hal, yakni menyetubuhi ketika masa ila’, talak tiga, selesainya masa sumpah dan matinya salah satu dari kedua belah pihak.
الْإِيْلَاءُ حَلْفُ زَوْجٍ يَتَصَوَّرُ وَطْئَهُ عَلَى امْتِنَاعِهِ مِنْ وَطْئِ زَوْجَتِهِ مُطْلَقًا أَوْ فَوْقَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ كَأَنْ يَقُوْلَ لَا أَطَؤُكَ خَمْسَةَ أَشْهُرٍ أَوْ حَتَى يَمُوْتَ فُلَانٌ فَإِذَا مَضَتْ أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ مِنَ الْإِيْلَاءِ بِلَا وَطْئٍ فَلَهَا مُطَالَبَتِهِ بِالْفَيْئَةِ وَهِيَ الْوَطْءُ أَوْ بِالطَّلَاقِ فَإِنْ أَبَى طَلَّقَ عَلَيْهِ الْقَاضِي وَيَنْعَقِدُ الْإِيْلَاءُ بِالْحَلِفِ بِاللهِ تَعَالَى وَبِتَعْلِيْقِ طَلَاقٍ أَوْ عِتْقٍ أَوِ الْتِزَامِ قُرْبَةٍ وَإَذَا وَطِئَ مُخْتَارًا بِمُطَالَبَةٍ أَوْ دُوْنَهَا لَزِمَتْهُ كَفَّارَةُ يَمِيْنٍ إِنْ حَلََفَ بِاللهِ
Artinya: Ila’ adalah sumpahnya seorang suami yang boleh mewathi’nya untuk enggan menyetubuhinya dalam jangka waktu yang tidak dibatasi atau lebih dari empat bulan, seperti aku tidak menyetubuhimu selama lima bulan atau hingga matinya fulan. Apabila selesai masa empat bulan dari ila’ tanpa bersetubuh maka istri boleh menuntut hakim untuk fai’ah, yakni bersetubuh atau dengan talak. Apabila suami enggan, maka hakim boleh mentalak istri suami tersebut. Ila’ itu sah dengan sumpah atas nama Allah, dengan menggantungkan talak/memerdekakan budak, atau mewajibkan untuk melakukan ibadah tertentu. Apabila suami menyetubuhi istri secara sukarela dengan adanya tuntutan atau tidak, maka wajib bagi suami untuk membayar kafarat sumpah apabila ia bersumpah atas nama Allah.