Sunan Ibnu Majah; Salah Satu Kitab Induk Hadis
Majalahnabawi.com – Salah satu karangan Imam Ibnu Majah yang masih ditemukan hingga saat ini, adalah Sunan Ibnu Majah yang susunannya berdasarkan bab-bab fikih.
Hadis adalah ucapan, perbuatan dan ketetapan yang disandarkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Penyebaran hadis awalnya disampaikan dari lisan ke lisan dan hanya mengandalkan hafalan hingga akhirnya Khalifah Harun al-Rasyid meminta Imam Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab al-Zuhri untuk mengumpulkan hadis-hadis. Setelah itu, lahirlah ulama-ulama yang membukukan hadis-hadis tetapi masih bercampur dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, hingga muncul Imam al-Bukhari sebagai pelopor dalam pengumpulan hadis shahih dan dilanjut oleh Imam Muslim hingga pada akhirnya mucul istilah al-kutub al-sittah (kitab yang enam) yang menjadi kitab rujukan dalam hadis.
Mulanya, yang menjadi kitab induk dalam hadis hanya lima atau biasa disebut Ushul al-Khmsah, yaitu dua kitab shahih dan tiga kitab sunan: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzi dan Sunan al-Nasa’i. Pada tahun 507 H, Imam Muhammad bin Thahir bin Ali bin Ahmad al-Qisrani al-Maqdisi akhirnya memasukkan Sunan Ibnu Majah sebagai salah satu dari kitab induk yang enam (al-kutub al-sittah) kemudian diikuti oleh ulama-ulama setelahnya. al-Kutub al-sittah telah menjadi kitab induk dan rujukan bagi ulama-ulama khususnya Ahlu Sunah Waljama’ah dalam mengambil hukum.
Biografi Imam Ibnu Majah
Imam Ibnu Majah mempunyai nama asli Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazwaini dengan kunyah Abu Abdillah. al-Qazwaini diambil dari daerah tempat kelahirannya yang sekarang termasuk daerah Irak. Nama Ibnu Majah menurut Imam al-Rafi’i merupakan laqob ayahnya Yazid. Beliau lahir pada tahun 209 H dan wafat pada tahun 273 H, dikenal sebagai hafidz, mufassir, dan mempunyai wawasan yang luas.
Imam Ibnu Majah dalam perjalanan ilmiahnya banyak belajar ke berbagai negara seperti Mesir, Himsh (nama sebuah wilayah di Syam), Damaskus, dan Irak. Salah satu guru yang sangat berpengaruh bagi Imam Ibnu Majah adalah Abu Bakr bin Abi Syaibah, yang darinya Imam Ibnu Majah banyak meriwayatkan hadis.
Selain menulis hadis, Imam Ibnu Majah banyak menulis karangan-karangan, di antaranya dalam bidang tafsir yaitu Tafsir al-Quran al-Karim dan dalam sejarah (tarikh) yaitu al-Tarikh (sejarah yang ditulis dari zaman sahabat hingga zaman Imam Ibnu Majah). Di samping menulis kitab, Ibnu Majah banyak meriwayatkan hadis kepada murid-muridnya di antaranya: Muhammad bin Isa al-Abhari, Abu Amr Ahmad bin Muhammad bin Hakim, Abu Hasan al-Qathan, dan Sulaiman bin Yazid.
Karakteristik Sunan Ibnu Majah
Salah satu karangan Imam Ibnu Majah yang masih ditemukan hingga saat ini, adalah Sunan Ibnu Majah yang susunannya berdasarkan bab-bab fikih. Menurut Abu Hasan al-Qathan (salah satu murid Ibnu Majah yang meriwayatkan Sunan Ibnu Majah), jumlah hadis yang terkandung di dalamnya memuat 4000 hadis. Sebagian murid lainnya berpendapat terdapat 4341 hadis dengan 3002 hadits di dalamnya diriwayatkan juga oleh lima kitab induk sebelumnya, namun Imam Ibnu Majah mempunyai jalur sanad yang berbeda. 1339 hadis lainnya adalah tambahan dari lima kitab induk yang lain dengan 428 shahih, 199 hasan, 613 dha’if, dan 99 maudhu’.
Banyaknya kandungan hadis di dalam Sunan Ibnu Majah yang dhaif bahkan dianggap munkar dan maudhu’, menjadikan sebagian ulama hadis berpendapat Sunan Ibnu Majah bukan salah satu dari kitab induk yang enam. Akan tetapi, kitab Muwatha’ karya Imam Malik bin Anas (w. 179 H) yang menjadi kitab induk yang enam seperti ditulis oleh Ahmad bin Ruzain dalam kitabnya al-Tajrid fi al-Jami’ bayna Shihah.
Salah satu sebab Sunan Ibnu Majah dimasukkan ke dalam kitab induk yang enam dikarenakan di dalamnya banyak memuat hadis-hadis tambahan yang tidak diriwayatkan oleh lima kitab induk hadis lainnya. Hadis tambahan tersebut semakin memperkaya dan melengkapi kitab-kitab induk hadis sebelumnya. Berbeda halnya dengan Kitab Muwatha’ karya Imam Malik, hadis yang tercantum di dalamnya sudah terdapat dalam kitab-kitab induk sebelumnya.
Kedudukan antara Muwaththa’ dan Sunan Ibnu Majah
Berdasarkan segi derajat hadis, ulama berpendapat; kitab Muwatha’ mempunyai derajat yang lebih tinggi dibanding Sunan Ibnu Majah. Hal ini dikarenakan dalam kitab Muwatha’ mempunyai status hadis yang tinggi sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Syafi’i: “Tidaklah muncul di atas muka bumi setelah kitab yang paling shahih setelah al-Quran kecuali kitabnya Imam Malik (Muwatha’)”.
Adapun ulama yang berbeda pendapat mengenai derajat antara kitab Muwatha’ dan kitab Sahih al-Bukhari-Muslim. Sebagian ulama berpendapat kitab Muwatha’ lebih tinggi derajatnya daripada Sahih al-Bukhari-Muslim, seperti pendapat Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abd al-Bar bin Ashim al-Qurthubi (w. 463 H) dan Imam Jalaludin al-Suyuthi (w. 911 H). Sebagian ulama yang lain menjadikannya di derajat yang sama seperti pendapat al-Dahlawi dalam kitabnya Hujjatullah al-Balighah. dan sebagian yang lain menjadikannya di bawah derajat Sahih al-Bukhari-Muslim seperti pendapat al-Imam al-Hafidz Abu Amr Utsman bin Syekh Shalah al-Din al-Syahrazuri (w. 643 H).
Oleh karena itu, hendaknya bagi seorang mustadil ketika ingin mengambil suatu hukum untuk tidak mengambil dasar hukum dari Sunan Ibnu Majah secara langsung, melainkan telah meneliti dan mengetahui status hadits tersebut meskipun kitab tersebut masuk dalam al-kutub al-sittah. Hal ini dikarenakan tidak semua hadis di dalam al-kutub al-sittah mengandung hadis shahih kecuali kitab-kitab yang sudah disepakati oleh para ulama akan keshahihannya seperti Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.