Tafsir Al-Azhar dan Potret Singkat Kegigihan Buya Hamka di Tanah Air

Majalahnabawi.com – Ulama Kharismatik, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau masyhur dengan panggilan Buya Hamka. Beliau tinggal di sebuah desa bernama Molek di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat pada tanggal 3 Muharram 1326 M atau 16 Februari 1908 M. Panggilan Buya adalah nama panggilan khas Minangkabau yang berasal dari bahasa Arab “abi” atau “abuya” yang berarti ayah atau orang terhormat.

Biografi Singkat Buya Hamka

Beliau lahir dari seorang ibu bernama Sofiya binti Bagindo Nan Batuah. Ayahnya bernama Haji Abdul Karim Amrullah yang lebih masyhur Haji Rasul. Ayahnya adalah seorang ulama yang berpengaruh dalam gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau. Pada tahun 1914, ketika Buya Hamka berumur 6 tahun, Haji Rasul membawanya ke Padang Panjang, sebuah kota di Sumatera Barat. Lalu setahun kemudian Buya mulai masuk sekolah.

Pada usia 7 tahun, Buya Hamka kecil setiap malam belajar mengaji langsung kepada ayahnya. Pada tahun 1916 hingga 1923, Buya Hamka belajar agama di Madrasah Diniyyah, Madrasah Sumatera Tawalib Padang Panjang, dan Madrasah Parabek di Bukittinggi. Adapun guru yang mengajarkan ilmu agama kepada Buya Hamka adalah Syekh Ibrahim Musa Parabek, Enku Mudo Abdul Hamid, dan Zainuddin Labai El Yunussi.

Selain itu, Buya Hamka juga seseorang yang gemar membaca buku. Ia sering menghabiskan waktunya untuk membaca di perpustakaan Zainuddin Labai El Yunussi dan Bagindo Sinaro.

Tatkala usia Buya Hamka menginjak 16 tahun, ia berangkat ke Yogyakarta. Di sana ia mulai belajar gerakan Islam kepada para pemimpin gerakan Islam Indonesia. Di antaranya ada Haji Umar Said Cokroaminoto, Haji Fakhruddin, dan Rasyid Sultan Mansur.

Buya Hamka Hobi Menulis

Buya Hamka kemudian kembali ke Padang Panjang pada tahun 1925 dan mulai menekuni bakatnya di dunia tulis menulis. Pada awal tahun 1927, ketika Buya Hamka berusia 19 tahun, ia pertama kali mengunjungi Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Usai menunaikan ibadah haji, Buya Hamka bertemu dengan Agus Salim. Agus Salim menyemangati Buya Hamka untuk kembali ke tanah air. Sebab, lebih baik mengembangkan kemampuan di tanah air, karena banyak hal penting terkait pergerakan dan lebih baik mengembangkan diri di tanah air sendiri. Tujuh bulan kemudian, Buya Hamka kembali ke Indonesia.

Pada tanggal 5 April 1929, ketika Buya Hamka berusia 21 tahun, ia menikah dengan Siti Raham. Saat itu, Siti Raham berusia sekitar 15 tahun. Sejak mudanya ia sangat aktif di organisasi Muhammadiyah Padang Panjang.

Pada tahun 1930, Buya Hamka diutus sebagai wakil organisasi Muhammadiyah Padang Panjang untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah di Benkalis, Provinsi Riau. Pada tahun 1936, Buya Hamka pindah ke Medan, Sumatera Utara. Di sana ia mengawasi jurnal penasehat perkumpulan tersebut dan terus aktif di Organisasi Muhammadiyah Sumatera Utara.

Buya Hamka tidak hanya masyhur sebagai ulama tetapi juga sebagai sastrawan. Buku-buku karyanya tidak hanya mencakup buku-buku agama, tetapi juga novel dan sastra. Di bawah ini beberapa contoh buku karyanya: Tafsir Al-Azhar, Tasawuf Modern, Falsafah Hidup, Pribadi Hebat, Empat Bulan di Amerika, Pelajaran Agama Islam, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, di Bawah Lindungan Ka’bah, Merantau ke Deli, di Tepi Sungai Dajlah, Si-Sabariah, dan lainnya. Buya Hamka tutup usia pada hari Minggu, di Jakarta pada tanggal 24 Juli 1981.

Motif Buya Hamka Menulis Tafsir Al-Azhar

Kitab Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka merupakan kitab terjemahan bahasa Indonesia yang banyak digunakan oleh para pembelajar ilmu pengetahuan Indonesia dan masyarakat umum. Tujuan Buya Hamka menggunakan bahasa Indonesia dalam penulisan tafsir ini adalah untuk memudahkan semua orang dalam memahami Al-Quran.

Berawal dari rangkaian kajian tafsir di sebuah majelis yang Buya Hamka adakan setiap pagi sejak tahun 1959 di Masjid Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak saat itulah, pada akhirnya menggerakkan beliau untuk menulis kitab tafsir, yang kemudian diberi nama Tafsir Al-Azhar sesuai dengan nama masjid. Nama masjid tersebut merupakan pemberian dekan Universitas Al-Azhar, Syekh Mahmoud Shaltut pada Desember tahun 1960.

Kitab Tafsir Al Azhar ini pertama kali diterbitkan oleh Penerbit pembimbing Masa Depan Haji Mahmud, yang mana pada saat itu baru menerbitkan juz 1 hingga juz 4. Kemudian penerbitan kedua oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta dari juz 5 hingga 14 Juz. Kemudian berlanjut penerbitan Juz 15 sampai Juz 30 oleh Pustaka Islamic Publishing.

Metode Tafsir Al-Azhar

Manhaj Buya Hamka terapkan dalam menulis tafsir ini adalah sesuai dengan Mushaf Tartib Ustmani. Pada metode penulisan berurutan dari Surah al-Fatihah sampai An-Nas. Buya Hamka sering kali menyertakan syair dalam tafsirnya. Urutan penulisan tafsirnya adalah dengan menyajikan beberapa ayat dalam surat tersebut. Kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, memberikan penjelasan tentang ayat-ayat yang telah diterjemahkan tersebut. Terkadang, Buya Hamka menambahkan hadis dan peribahasa Melayu dalam menjelaskan ayat Al-Quran yang ada. Sedangkan corak yang Buya Hamka terapkan dalam menafsirkan adalah corak Adab Ijtima’i, yaitu corak tafsir yang berdasarkan sastra budaya dan sosial.

Tafsir Azhar merupakan perbandingan antara Tafsir al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yī. Dalam menafsirkan tentunya Buya Hamka menggunakan sumber dari beberapa kitab tafsir masyhur, antara lain: Tafsir al-Manar, Tafsir al-Razi, Tafsir as-Tabari, Tafsir al-Marragi, Tafsir al-Qashyaf, Tafsir bin Katsir, dll. Selain menggunakan tafsir lain sebagai sumber, Buya Hamka juga menggunakan kitab-kitab seperti “Ihya Ulum al-Din” karya Imam al-Ghazali, “Madarij as-Salikin” karya Ibnu Qayyim al-Jawziyyah, dan”Al-Futuhat” karya Ibnu Arabi, Sirah bin Hisyam, As-Shifa Qaliyah Qadi ‘iyyadh.

Gaya Bahasa khas melayu yang Buya Hamka gunakan pun mengantarkan tafsir Al-Azhar juga tersebar ke beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Bahkan, tafsir Al-Azhar sendiri pernah diterbitkan secara lengkap dari juz 1 hingga juz 30 oleh salah satu penerbit asal Singapura. Tafsir ini pun masih eksis hingga hari ini, dan masih menjadi rujukan pembelajaran bagi semua kalangan.

Similar Posts