Tafsir dan Pendekatan Historis

Majalahnabawi.com – al-Quran seperti yang kita tahu menjadi sumber primal umat Islam dalam menjalankan kehidupan beragamanya. Namun tak banyak yang mengerti betul bagaimana memahami al-Quran itu sendiri, terlebih bagi sebagian umat muslim yang tidak berbahasa ibukan bahasa Arab. Menjadi tantangan tersendiri bagi seorang muslim non Arab manakala apa yang dijadikan tuntunan hidupnya menggunakan bahasa yang tak Ia gunakan dalam kesehariannya.

Pada nyatanya walaupun al-Quran sendiri terlihat menggunakan bahasa Arab belum tentu orang asalnya memahami al-Quraan dengan baik dan benar, untuk menyiasati hal tersebut cendekiawan muslim merangkai alat yang nantinya akan digunakan untuk lebih mudah bagi seorang muslim dalam memahami tuntunan agama dan maksud Tuhan dalam kalamNya, alat tersebut adalah ilmu Tafsir.

Menurut Dr. Rosihon Anwar, ilmu tafsir adalah ilmu yang dengannya diketahui maksud kitab Allah Swt. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., makna-makna al-Quran dapat dijelaskan serta hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya dapat diketahui. Sedang menurut Prof. TM. Hasbi Ash-Shiddiqi ilmu tafsir adalah ilmu yang menerangkan tentang hal nuzūlul āyāt, keadaan-keadaannya, kisah-kisahnya, sebab-sebab turunnya, tertib makiyyah dan madaniyyah-nya, muḥkam dan mutasyabih-nya, mujmal dan mufaṣṣhal-nya, ḥalal dan ḥaram-nya, wa’d dan wa’īd-nya dan amr dan nahi-nya serta i’tibār dan amṡal-nya”.

Dalam perkembangannya ilmu tafsir memiliki berbagai macam aspek pendekatan dalam kajiannya, bila mana berpusat pada hukum maka yang digunakan adalah pendekatan fikih atau ushul fiqih, sedang bila bekutat pada bahasa maka Sastra akan dijadikan pendekatan untuk memahaminya. Bermacam-macamnya cara dalam memahami ilmu tafsir juga menjadikan bercoraknya hasil dari kajiannya.

Kali ini penulis hendak berbagi tentang satu dari sekian banyak pendekatan yang digunakan oleh para cendekiawan muslim dalam memahami ilmu tafsir yaitu pendekatan Historis. Pendekatan sejarah yang dilakukan dalam studi tafsir dapat diartikan sebagai suatu paradigma objek kajian yang akan diteliti mufassir secara ilmiah dan berdasarkan pada sisi sejarahnya. Sejarah yang dimaksud ialah kejadian yang terjadi pada masa lalu dan berkaitan dengan sesuatu yang benar-benar terjadi.

Melalui pendekatan sejarah, kita tidak akan terjebak dalam pemikiran yang sempit dan tekstual karena langsung menyelami keadaan yang sebenarnya dari suatu peristiwa meskipun sudah terjadi pada masa lampau.

Seseorang yang ingin memahami al-Quran secara benar misalnya maka yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya al-Quran yang disebut sebagai ilmu Asbab al-Nuzul. Dengan pendekatan ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya. Dengan mengetahui latar belakang turunnya ayat, orang dapat mengenal dan menggambarkan situasi dan keadaan yang terjadi ketika ayat itu diturunkan, sehingga hal itu memudahkan untuk memikirkan apa yang terkandung di balik teks-teks ayat itu.

Selain dari itu, mengetahui Asbab al-Nuzul adalah cara yang paling kuat dan paling baik dalam memahami pengertian ayat, sehingga para sahabat yang paling mengetahui tentang sebab-sebab turunnya ayat lebih didahulukan pendapatnya tentang pengertian dari satu ayat, dibandingkan dengan pendapat sahabat yang tidak mengetahui sebab-sebab turunnya ayat. Sebagai contoh penafsiran Usman bin Mazin dan Amr bin Ma’adi terhadap ayat QS. al-Maidah: 93 “Tidak ada dosa bagi orang-orang beriman dan beramal shaleh terhadap apa-apa yang mereka makan apabila mereka bertakwa dan beriman serta beramal shaleh”

Sehubungan dengan ayat ini, mereka membolehkan minum khamar. Imam al-Syafi’i berkomentar bahwa sekiranya mereka mengetahui seluk beluk ayat ini, tentunya mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, Ahmad bin al-Nasai, dan lainnya menyatakan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah orang-orang yang ketika khamar diharamkan mempertanyakan nasib kaum muslimin yang terbunuh di jalan Allah. (Ahmad Sadali 2000: 113)

Similar Posts