Takhrij Hadis مره فليراجعها
majalahnabawi.com – Dalam kitabnya al-Mustashfa Min ‘Ilmi al-Ushul imam al-Ghazali menyampaikan bahwa ada kalimat yang bisa kita maknai umum. Ada juga yang tidak bisa kita pahami bahwa kalimat itu bermakna umum. Untuk menjelaskan hal tersebut ia menyampaikan beberapa hadis. Namun hadis-hadis itu tidak ia sertakan berikut sanadnya. Salah satu hadis yang ia kutip adalah ucapan nabi kepada Umar “مره فليراجعها”. Hadis ini berisi Ibnu Umar yang mentalak istrinya dalam masa haid. Untuk mengetahui sumber hadis tersebut maka kita bisa melakukan Takhrij Hadis.
Takhrij Hadis
Hadis ini terdapat dalam Kutubussittah yaitu Shahih bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Nasa’i, Sunan Abi dawud, Sunan Tirmidzi, dan Sunan Ibn Majah. Imam al-Bukhari (w 256 H) meriwayatkan hadis ini dengan lafadz:
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ: حَدَّثَنِي مَالِكٌ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا، ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ، ثُمَّ تَطْهُرَ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ، وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ، فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ.
“Dari Ismail bin Abdillah, dari Malik, dari Nafi’, Ibnu Umar r.a bahwa ia mantalak istrinya dalam keadaan haid pada masa Rasulullah saw maka Umar bin al-Khattab menanyakan tentang hal itu kepada Nabi. Maka rasul menjawab perintahkanlah dia untuk rujuk dengan istrinya dan menahannya sampai ia suci dari haid. Kemudian jika ia berkehendak maka ia menahannya dan jika ia berkehendak maka ia mentalaknya. Maka itulah masa Iddah yang rasul perintahkan.” (H.R Bukhari)
Sedangkan Imam Muslim meriwayatkan hadis ini dengan jalur:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا، ثُمَّ لِيَتْرُكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ، ثُمَّ تَحِيضَ، ثُمَّ تَطْهُرَ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ، وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ، فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِي أَمَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ
Jalur yang Imam muslim miliki hampir sama dengan jalur hadis yang Imam al-Bukhari riwayatkan. Perbedaannya terletak pada guru kedua imam itu. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ismail bin Abdillah sedangkan Imam Muslim dari Yahya bin Yahya. Ismail mengatakan “haddatsani” حدثني sedangkan Yahya mengatakan “qara’tu ‘ala” قرأت علي. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan tahammul antara sama’ dan qiraatan ‘ala syaikh. Potonngan akhir hadis ini juga sedikit berbeda. (Shahih Muslim, jilid 2 hal. 1093)