Tradisi Gila Baca Ala Ulama

Majalahnabawi.com– Ibnu Qayyim (w. 751 H) rahimahullah mengatakan, “Kerinduan para penuntut ilmu terhadap ilmu lebih besar daripada kerinduan seseorang terhadap kekasihnya. Kebanyakan mereka tidak terpesona dengan keelokan fisik manusia”. Beliau juga pernah berkata, “Seandainya ilmu itu bisa digambarkan, tentu ia lebih indah daripada matahari dan rembulan”

Penggalan kalimat di atas, beliau tulisankan dalam salah satu kitab karya beliau yaitu Raudhah al-Muhibbin. Serangkaian kata tersebut menjadi alaram jam weker yang mampu membangunkan penulis dan mungkin pula jiwa-jiwa yang selama ini menjadi buta oleh pesona fisik manusia. Bagaimana seorang Ibnu Qayyim merepresentasikan ilmu sebagai hal terindah yang selayaknya semua orang memilikinya. Bahkan ilmu beliau gambarkan sebagai sesuatu yang paling layak dan patut untuk kita perebutkan dan perjuangkan kepemilikannya. Karena nilai keindahannya itu, tidak dapat kita tukar meski dengan keindahan rembulan dan mentari.

Menuntut Ilmu yang Selalu Dirindukan

Sepenggal kalimat di atas, telah cukup menjadi gambaran paradigma para ulama Islam secara umum dalam konsep semangat menutut ilmu mereka. Bagi mereka, kegiatan menuntut ilmu merupakan kegiatan yang sangat mereka nantikan dan rindukan. Sebagaimana ketika Imam Ahmad bin Hanbal mendapat pertanyaan, “Sampai kapan Anda mencari ilmu?” Beliau menjawab, “Sejak bisa menulis sampai masuk ke liang lahat”.

Melalui tulisan ini, penulis akan menghadirkan beberapa potret keteladanan ulama dalam menuntut ilmu, yang mana potret semangat tersebut sudah jarang bahkan hampir mustahil ditemukan oleh para penuntut ilmu pada era modern ini. Maka dari itu, tidak berlebihan rasanya jika kita menyematkan kata “tradisi gila baca” karena potret keteladanan mereka sudah menjadi susuatu yang sangat sukar kita temui pada zaman ini.

Keteladanan Para Ulama dalam Menuntut Ilmu

Berikut beberapa potret keteladanan ulama dalam menuntut illmu;

  • Masih Menuntut Ilmu Meski Ajal Sudah di Kerongkongan

Dalam kitab Al-Jalis Ash-Shalih, al-Mu’afi an-Nahrawani menceritakan bahwa Abu Ja’far ibnu Jarir ath-Thabrani (W. 310 H) ketika kurang dari satu jam menjelang kematiannya, dia mendengar Jafar bin Muhammad membacakan suatu doa yang baru dia dengar. Dia pun meminta secarik kertas dan tempat tinta, kemudian menulisnya. Lantas seseorang yang ada di sana bertanya kepadanya “Mengapa kamu masih sempat menulis dalam kondisi seperti ini?” Ath-Thabrani menjawab, “Hendaknya orang itu harus tetap belajar sampai meninggal dunia”.

Dalam kitab Al-Falakah Wa Al-Maflukun Ad-dalaji bercerita tentang sang maestro ilmu nahwu yaitu pengarang Alfiyah, Abdullah bin Malik. Dia mengatakan “Ibnu Malik adalah orang yang sibuk mengajar dan belajar, sampai-sampai saat menjelang kematiannya, dia sempat menhafal lima syair”

  • Tetap Belajar Meski Berada di Kamar Mandi

Dalam kitab Raudhah Al-Muhibbin Ibnu Qayyim menuturkan bahwa ayah dari Ibnu Taimiyyah (guru Ibnu Qayyim) yaitu Abdul Halim pernah berkata, “Dahulu kakekmu, Abul Barakat, apabila mau masuk ke kamar mandi untuk buang hajat, maka beliau menyuruhku untuk untuk membacakan suatu buku dengan bacaan yang keras adar dia bisa mendengar”.

  • Mengusir Kantuk Dengan Membaca Buku

Dalam kitab Al-Hayawan, Al-Hafizh Al-Jahizh menuturkan bahwa Ibnul Jahm berkata “Apabila rasa kantuk mulai menyerang kedua mataku bukan pada waktunya, maka aku segera membaca buku mutiara hikmah. Maka seketika semangat membacaku pun kembali tergugah. Aku menemukan kembali kelapangan hati saat harus memenuhi kebutuhan”.

  • Membawa Buku Kemana-Mana

Imam Adz-Dzahabi dalam bukunya, As-Siyar An-Nubala menyebutkan bahwa Ibnul Abnusi berkata, “Al-Hafizh Al-Khatib ketika berjalan selalu membawa catatan di tangannya untuk dipelajari.

Dalam kitab Tadzkirah Al-Hufffazh imam Adz-Dzahabi menceritakan bahwa Abu Dawud As-Sajistani (Pengarang suanan Abu Dawud) memiliki baju dengan lengannya yang lebar dan yang sempit. Beliau pernah mendapat pertanyaan tentang hal itu. Lantas beliau menjawab bahwa lengan baju yang lebar beliau gunakan untuk menaruh buku, sedangkan yang kecil beliau tidak membutuhkannya.

Kisan Inspiratif 40 Tahun Tidak Tidur, Kecuali Buku Tergeletak di atas Dada

Saya ingin menutup potret tradisi gila baca ala ulama ini dengan kisah yang paling memotivasi saya, yaitu kisah yang diceritakan oleh Al-Hafizh dalam bukunya al-Hayawan. Beliau berkata bahwasanya ia pernah mendengar bahwa al-Lu’luai berkata, “Selama 40 tahun, aku tidak tidur siang ataupun tidur malam, serta tidak beristirahat sambil bersandar kecuali ada sebuah buku yang tergeletak di atas dadaku”

Potret di atas merupakan sedikit dari sekian banyak potret ulama yang mengabdikan diri nya untuk benar-benar serius menunut ilmu. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang tidak sempat menikah atau mengurusi keluarganya karena lentera semangat menuntut ilmu yang tak pernah padam bahkan sampai hembusan nafas terakhir.

Sebagai umat Islam yang mewarisi risalah nabi, sudah seharusnya kita meneladani para ulama dalam menuntut ilmu. Terlebih, islam adalah satu-satunya agama yang sangat menghargai ilmu dan memberikan perhatian penuh atas hal tersebut. Terdapat ratusan hadis telah menjelaskan tentang keutamaan menunut ilmu yang dapat teman-teman temui. Bahkan wahyu pertama Rasulullah Saw. adalah perintah membaca (surat al-‘Alaq : 1-5). Maka ketika kita membaca buku, jangan jadikan hal tersebut sebagai beban, melainkan jadikanlah hal tersebut sebagai ibadah dan bentuk ketaqwaan kita kepada Allah Swt. Yakinlah bahwa di setiap huruf yang kita baca bernilai pahala di sisi Allah Swt. Sebagai bekal kita menjemput rahmat-Nya di Surga.

Similar Posts