Demam Boneka Labubu; Ini Hukum Memainkan Boneka dalam Islam
Majalahnabawi.com – Boneka Labubu yang diproduksi oleh perusahaan mainan terkenal bernama Pop Mart, baru-baru ini menjadi viral di media sosial. Meskipun boneka ini sebenarnya sudah ada sejak 2015, popularitasnya melejit pada tahun 2024 setelah artis terkenal, Lisa Blackpink mengunggah foto dirinya sedang memeluk boneka tersebut di Instagram story. Tak heran, sejak saat itu, banyak penggemar Lisa dan kolektor mainan mulai berburu boneka Labubu hingga menjadi tren baru, terutama di kalangan anak muda.
Namun, di balik popularitas boneka Labubu ini, muncul pertanyaan di kalangan umat Islam, bagaimana hukum mengoleksi boneka ini? Apakah diperbolehkan, atau justru ada larangan tertentu dalam syariat? Mengingat Islam mengajarkan umatnya untuk selalu memperhatikan setiap tindakan dan benda yang kita simpan, termasuk benda-benda berbentuk makhluk hidup seperti boneka.
Kebolehan Memainkan Boneka
Dalam literatur islam dijumpai keterangan bahwa pada dasarnya hukum bermain boneka bagi perempuan adalah diperbolehkan, sebab ada sebuah hadis riwayat Siti Aisyah binti Abu Bakar bahwa beliau sering bermain boneka bersama anak anaknya dan disaksikan langsung oleh Rasulullah Saw., namun Rasulullah Saw., tak melarang tindakan tersebut.
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي، فَكَانَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِِذَا دَخَل يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ، فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ، فَيَلْعَبْنَ مَعِي
Artinya: “Aku biasa bermain boneka di hadapan Rasulullah Saw., dan aku memiliki teman-teman perempuan yang bermain bersamaku. Ketika Rasulullah Saw., masuk, mereka bersembunyi darinya, lalu beliau menyuruh mereka untuk bergabung lalu bermain bersamaku.“
Dari hadis di atas mayoritas ulama sepakat terkait kebolehan bermain boneka bagi perempuan. Namun Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Sahih Muslim mengatakan bahwa menurut Qadhi Iyadh kebolehan tersebut hanya berlaku untuk perempuan yang belum baligh. Sebagaimana penjelasan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah berikut;
تَقَدَّمَ أَنَّ قَوْل الْجُمْهُورِ جَوَازُ صِنَاعَةِ اللُّعَبِ الْمَذْكُورَةِ. فَاسْتِعْمَالُهَا جَائِزٌ مِنْ بَابٍ أَوْلَى، وَنَقَل الْقَاضِي عِيَاضٌ جَوَازَهُ عَنِ الْعُلَمَاءِ، وَتَابَعَهُ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ صَحِيحِ مُسْلِمٍ قال : قال القاضي ; يرخص لصغار البنات وَالْمُرَادُ بِصِغَارِ الْبَنَاتِ مَنْ كَانَ غَيْرَ بَالِغٍ مِنْهُنَّ
Artinya: “Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendapat mayoritas ulama membolehkan pembuatan boneka. Maka, penggunaannya tentu lebih diperbolehkan. Al-Qadhi Iyadh menyebutkan kebolehan ini dari para ulama, dan Imam Nawawi mengikutinya dalam Syarh Shahih Muslim. Beliau berkata; “Qadhi Iyadh berpendapat bahwa ada keringanan bagi anak-anak perempuan kecil untuk bermain dengan boneka” dan yang dimaksud dengan anak-anak perempuan kecil adalah mereka yang belum baligh.”
Tak Sebatas Belum Baligh
Namun pendapat Qadhi Iyadh yang hanya membatasi kebolehan bermain boneka bagi perempuan yang belum baligh, dibantah oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari. Beliau menjelaskan bahwa kebolehan bermain boneka juga berlaku pada perempuan yang telah baligh, sebab ada riwayat lain yang menjelaskan bahwa Siti Aisyah bermain boneka setelah terjadinya perang Tabuk. Ini menunjukkan pada saat itu Siti Aisyah telah baligh.
وَقالَ ابنُ حَجَرٍ: “وفي الجَزمِ فيه نَظَرٌ، لكِنَّهُ مُحتَمَلٌ، لِأَنَّ عائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْها كانَتْ في غَزْوَةِ خَيْبَرَ بِنْتَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَأَمَّا في غَزْوَةِ تَبُوكَ فَكانَتْ قَدْ بَلَغَتْ قَطْعًا، فَهذا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ التَّرخِيصَ لَيْسَ قاصِرًا عَلَى مَنْ دُونَ البُلُوغِ مِنْهُنَّ، بَلْ يَتَعَدَّى إِلَى مَرْحَلَةِ مَا بَعْدَ البُلُوغِ مَا دامَتِ الحاجَةُ قائِمَةً لِذَلِكَ”
Artinya: “Ibnu Hajar berkata bahwa ada keraguan mengenai ketetapan ini, tetapi hal tersebut masih mungkin karena Aisyah saat Perang Khaibar berusia empat belas tahun, sedangkan pada Perang Tabuk dia sudah mencapai usia baligh (dewasa). Ini menunjukkan bahwa keringanan tidak terbatas hanya bagi mereka yang belum baligh, tetapi juga dapat berlaku bagi yang sudah baligh, selama ada kebutuhan untuk itu.” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 12 halaman 121)
Tak Sebatas Perempuan
Lebih lanjut kebolehan ini tak hanya berlaku bagi perempuan saja namun laki laki juga diperbolehkan bermain atau mengkoleksi boneka sebagaimana keterangan berikut;
وَتَقَدَّمَ النَّقْل عَنِ الْحَلِيمِيِّ: أَنَّ مِنَ الْعِلَّةِ أَيْضًا اسْتِئْنَاسَ الصِّبْيَانِ وَفَرَحَهُمْ) . وَأَنَّ ذَلِكَ يَحْصُل لَهُمْ بِهِ النَّشَاطُ وَالْقُوَّةُ وَالْفَرَحُ وَحُسْنُ النُّشُوءِ وَمَزِيدُ التَّعَلُّمِ. فَعَلَى هَذَا لَا يَكُونُ الأَْمْرُ قَاصِرًا عَلَى الإِنَاثِ مِنَ الصِّغَارِ، بَل يَتَعَدَّاهُ إِِلَى الذُّكُورِ مِنْهُمْ أَيْضًا
Artinya: “Telah disebutkan sebelumnya oleh al-Halimi bahwa salah satu alasannya juga adalah untuk membuat anak-anak merasa nyaman dan bahagia. Hal ini akan memberikan mereka semangat, kekuatan, kebahagiaan, pertumbuhan yang baik, dan peningkatan dalam belajar. Oleh karena itu, hal ini tidak hanya berlaku untuk anak perempuan, tetapi juga berlaku untuk anak laki-laki.” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 12 halaman 122)
Dengan demikian hukum mengkoleksi boneka labubu adalah diperbolehkan, namun Sebagai seorang Muslim, tentu kita harus bijak dalam mengikuti tren yang ada di masyarakat, termasuk dalam hal mengoleksi boneka seperti Labubu. Meskipun boneka ini terlihat menarik dan sedang digandrungi banyak orang, penting bagi kita untuk selalu mempertimbangkan apakah tindakan tersebut bermanfaat bagi kita. Wallahu a’lam bissawab.