Wasiat yang Kedua: Kewajiban Menjaga Kebaikan
Majalahnabawi.com – Pada tulisan sebelumnya penulis telah menyebutkan bahwa wasiat Imam al-Harits al-Muhasibi dalam kitabnya al-Washoya adalah wasiat takwa. Selanjutnya dalam wasiat yang kedua ini Syekh al-Harits al-Muhasibi ingin menyampaikan bahwa seseorang harus menjaga kebaikannya. Hal ini karena ada banyak sekali faktor seseorang bisa menghilangkan kebaikan yang ia miliki.
Imam al-Harits al-Muhasibi mengatakan bahwa jika saja kita mengamati keadaan kita saat ini di masa sekarang (abad ke-3 H) dengan pengamatan dan tafakkur yang panjang, tentu akan terlihat suatu zaman di mana ajaran-ajaran iman telah berganti, dan tali ikatan Islam telah terlepas. Masa di mana pengetahuan agama telah berganti, dan hukum-hukum Allah telah dilanggar. Pada zaman itu kebenaran telah hilang sedangkan kebatilan menjadi marak dan banyak diikuti.
Bahkan pada masa itu pun Imam al-harits al-Muhasibi telah melihat fitnah-fitnah telah berkumpul, sehingga orang yang cerdas sekalipun merasa bingung. Beliau melihat pada masa itu bahwa hawa nafsu telah mengalahkan iman, musuh-musuh menjadi ganas, sedang diri hanya diam saja dan pikiran telah ter-mahjub (terhalangi), dan sifat riya telah membutakan mata dari melihat surga yang sebenarnya. Maka hati dan juga keadaan pada masa itu telah berbeda dengan masa sebelumnya.
Apalagi keadaan pada masa sekarang , yaitu sekitar empat belas abad semenjak datangnya Islam. Imam al-Harits al-Muhasibi menyampaikan perkataan dari seorang sahabat yang sampai kepadanya bahwa, kalau saja ada ulama terdahulu (yang masih mengikuti ajaran Baginda Nabi dengan sempurna) yang bangkit dari kuburannya dan melihat keadaan pada masa ini tentu mereka akan kecewa dan tidak akan mau berbicara dengan seorang pun yang ada pada masa sekarang. Dan tentu ia akan mengatakan “tak ada seorang pun di sini yang beriman pada hari perhitungan”.
Memegang Teguh Agama
Imam al-Harits al-Muhasibi menyampaikan sebuah hadis bahwa Baginda Nabi Muhammad mengatakan:
يأتي على الناس زمان المستمسك يومئذ بدينه كالقابض علي الحجر
“Akan datang suatu zaman di mana orang yang mencoba memegang teguh agamanya akan sangat kesulitan seolah menggenggam bara api”.
Namun Baginda Nabi juga menyampaikan bahwa pada saat itu pahala orang yang memegang teguh agamanya setara dengan pahala ratusan orang yang syahid. Baginda Nabi mengatakan:
المتمسك بسنتي عند فساد الناس له أجر مائة شهيد
“Orang yang memegang teguh sunnahku saat rusaknya moral manusia maka baginya pahala seribu orang yang syahid”.
Melihat kekacauan di mana agama telah dikelilingi dengan fitnah dan hawa nafsu telah dituhankan, Imam al-Harits al-Muhasibi merasa takut dan khawatir. Terlebih lagi ia mengingat suatu perkataan yang sampai kepadanya bahwa akan ada zaman di mana seseorang telah melepas agamanya tanpa ia sadari. Bahkan bisa jadi seseorang keluar dari rumahnya dalam keadaan beriman dan pulang dengan keadaan iman itu telah hilang darinya. Maka dalam kekhawatiran itu, menurut beliau setidaknya ada suatu hal yang bisa menyelamatkan. Yaitu, bahwa jika kita tidak bisa melaksanakan semua hal yang Allah perintahkan, maka tidak berarti kita boleh meninggalkan semuanya. Karena hal itu akan membuat kita berada dalam kebinasaan yang abadi.
Wallahu’alam.