Mana yang Harus Didahulukan? Shalat atau Makan?

Shalat adalah salah satu ibadah wajib bagi umat Islam. Shalat juga merupakan ibadah yang paling utama karena ia adalah amalan pertama yang kelak akan dihisab. Selain itu, diterima tidaknya ibadah lain juga sangat tergantung dengan kualitas shalat kita. Kualitas shalat selain ditentukan oleh keikhlasan dan kesesuaian dengan syariat yang diajarkan, juga ditentukan oleh kekhusyu’an dalam menjalankannya.

Lalu, apa yang harus kita lakukan jika adzan telah berkumandang namun perut keroncongan karena lapar dan makanan telah terhidang? Mana yang harus didahulukan? Shalat atau makan?

Nabi Muhammad Saw bersabda:

إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ ، وَأُقِيمَتِ الصَّلاَةُ ، فَابْدَؤُوا بِالْعَشَاءِ

Apabila makan malam telah tersaji dan shalat akan didirikan maka dahulukanlah makan. (HR. Al-Bukhari: 671).

Ada beberapa pendapat mengenai hadis ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa hadis ini berkenaan dengan orang yang berpuasa, lalu datanglah waktu maghrib, sehingga dianjurkan baginya untuk mendahulukan makan. Namun pendapat lain menyatakan bahwa hadis ini seharusnya dimaknai umum yaitu untuk semua shalat (shubuh, dzuhur, ashar, maghrib dan isya) karena melihat illat hadis ini yaitu dikhawatirkannya tidak khusyu’ dalam menjalankan shalat, sehingga dianjurkan untuk mendahulukan makan dari shalat.

Dalam kitab Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari disebutkan bahwa jumhur ulama memaknai perintah untuk mendahulukan makan ini dengan hukum sunnah. Tetapi beberapa ulama ada yang membatasinya, Ulama al-Syafi’iyyah berpendapat boleh mendahulukan makan dari shalat bagi mereka yang memang membutuhkannya (sangat lapar) pada saat itu juga. Al-Ghazali menambahkan boleh mandahulukan makan jika takut makanan tersebut basi/rusak apabila tidak segera disantap. Dan ulama lain ada yang memilih untuk mendahulukan shalat daripada makan apabila ia tidak terlalu lapar, ataupun ia lapar namun tidak membuatnya tergesa-gesa dalam melaksanakan shalatnya.

Imam al-Nawawi dalam kitabnya Raudlah al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin menjelaskan bahwa apabila ada orang yang hendak melaksanakan shalat namun dia lapar lagi haus, dan makanan telah tersaji maka hendaklah ia makan dan minum terlebih dahulu. Adapun yang dimaksud makan disini bukanlah makan sampai kenyang, tetapi sekedar menghilangkan rasa lapar dan dahaga saja.

Jika kita perhatikan, illat dari kasus ini adalah karena takut terganggunya konsentrasi yang dikhawatirkan akan mengurangi kekhusyu’an saat shalat karena memikirkan hal lain (makanan). Maka apabila hilang illat ini, hilang pulalah hukum untuk mendahulukan makan. Sehingga yang harus didahulukan adalah shalat. Selain itu, apabila waktu shalat yang tersedia sedikit, maka yang lebih baik dilakukan adalah mendahulukan shalat karena khawatir waktu shalat akan habis. Hal yang perlu diingat adalah sebaiknya tidak menghidangkan makanan bersamaan dengan datangnya waktu shalat.

Mendahulukan shalat daripada kegiatan lain memang baik, namun jika membuat shalat kita tidak khusyu’ malah jadi makruh. Allah Swt berfirman:

 قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ

 ٱلَّذينَ هُمْ في‏ صَلاتِهِمْ خاشِعُون

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya. (QS. Al-Mu’minun: 1-2)

Dalam shalat, seseorang perlu menghadirkan hati yang khusyu’. Dan untuk menghadirkannya, dia perlu menjauhkan dirinya dari hal-hal yang sekiranya mengganggu konsentrasinya dalam menjalankan shalat.

Wallahu a’lam.

 

Similar Posts