Daya Kritis dan Keberanian Sayyidah Aisyah dalam Ilmu

Majalahnabawi.com – Selama ini, pandangan masyarakat terhadap perempuan khususnya dalam Islam, masih banyak yang beranggapan bahwa posisi mereka terbelakang dari pada kaum laki-laki. Padahal, beberapa tokoh perempuan di zaman Nabi Saw. justru menunjukkan bahwa mereka memiliki peran penting. Salah satunya adalah Aisyah binti Abu Bakar Ra., yang terkenal dengan kecerdasannya. Peran Aisyah dalam sejarah Islam sangat perlu untuk diteladani terutama kaum perempuan sebagai cerminan para muslimah dalam menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.

Kepiawaian Sayyidah Aisyah dalam Meriwayatkan Hadis

Putri pasangan Abu Bakar as-Shiddiq dan Ummu Rauman Zainab ini lahir di Mekkah tahun ke-9 sebelum hijrah atau bertepatan dengan tahun ke-5 setelah Nabi Muhammad menjadi Rasul. Sejak kecil Aisyah sudah memiliki ingatan luar biasa terkait segala peristiwa yang dia alami. Bahkan suatu pendapat mengatakan bahwa ia mampu memahami dan meriwayatkan hadis-hadis Rasulullah Saw., Bahkan ia juga mampu menyimpulkan hukum dan cabang fikih dari hadis tersebut.

Kepiawaiannya dalam ilmu tidak lain adalah sebab Aisyah juga memiliki seorang ayah yang terkenal di kalangan Quraisy sebagai seorang paling berpendidikan, sehingga hal itu menurun kepada dirinya. Di pangkuan seorang Abu Bakar inilah Aisyah tumbuh dan berkembang. Maka, dalam banyak hal, ia memiliki banyak kemiripan dengan ayahnya. Namun, dia lebih mirip lagi dalam hal kecerdasan dan ketangkasan.

Sayyidah Aisyah Perempuan yang Kritis

Tak ada yang bisa menandingi Aisyah, baik laki-laki maupun perempuan, dalam hal kecepatan memahami, menyimpulkan, dan mengingat segala sesuatu. Selain memiliki daya ingat yang luar biasa, Aisyah juga Allah karuniai sebagai perempuan yang kritis terhadap sesuatu.

Saat memasuki usia menuntut ilmu di mana juga ia mendapat tugas untuk mendampingi Rasulullah dalam rumah tangganya. Karakter keingintahuan Aisyah tidak berubah walaupun sudah menikah. Seperti kata pepatah Arab, pengetahuan adalah sumur yang sangat dalam dan embernya adalah pertanyaan. Dia menyadari hal tersebut dan bertanya kepada Rasulullah secara langsung terkait setiap permasalahan yang belum ia ketahui dan pahami. Sehingga tak jarang dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya kepada Nabi Saw tersebut menjadi rujukan ilmu yang dapat dipelajari oleh siapa pun hingga masa ini.

Satu di antara pertanyaan Aisyah kepada Rasul tentang bab pernikahan. “Ada seorang gadis yang hendak dinikahkan oleh keluarganya, apakah harus dengan izin dan persetujuannya atau tidak?” Rasul menjawab, “Ya, harus dimintai persetujuannya.” Lalu ia bertanya lagi, “Tapi dia merasa malu.” Beliau Saw., menjawab, “Itulah tanda persetujuannya, yaitu jika dia tetap diam.”

Sikap Rasulullah terhadap Sikap Kritis Aisyah

Contoh di atas salah satu dari pertanyaan yang keluar dari pemikiran kritisnya Aisyah. Sebab rasa penasarannya terhadap ilmu serta keberaniannya, dapat melontarkan pertanyaan kepada Rasulullah. Bukan hanya pertanyaan-pertanyaan yang mendasar atau biasa, namun bahkan sampai hal yang paling tabu sekali pun. Sebab dalam benaknya tidak akan tenang jika permasalahannya belum terjawab. Bagi Aisyah, setiap hal yang tersembunyi harus tersingkap dan terjawab.

Rasulullah Saw. sendiri juga terbuka serta mentolerir sikap kritis dan rasa keingintahuan yang besar dari diri Aisyah. Hal itu beliau anggap sebagai suatu sikap yang positif, yaitu curiousity-nya terhadap kebenaran dan pengetahuan. Terlebih lagi dia adalah orang yang terdekat dan paling beliau cintai.

Pengetahuan Aisyah cukup luas tentang ayat Al-Qur’an dan hadis. Hal tersebut karena daya ingatnya yang kuat sehingga dapat merekam setiap jawaban Rasulullah atas pertanyaan umatnya. Maka, setelah Rasulullah wafat, Aisyah menyebarkan ilmunya dan mengajarkannya kepada sahabat dan tabi’in lewat madrasah yang berada di rumahnya.

Sikap Aisyah terhadap Riwayat yang Dianggap Keliru

Tidak jarang pula Aisyah meluruskan periwayatan para sahabat yang diyakininya keliru karena bertentangan dengan ayat Al-Qur’an. Seperti riwayat yang menyebutkan Aisyah mendengar berita bahwa Ibnu Umar mengatakan Rasulullah pernah bersabda tentang seorang mayat akan disiksa karena tangisan keluarganya.

Sebab meyakini bahwa dua peristiwa yang terjadi bersamaan tersebut tidak mempunyai hubungan sebab akibat, kemudian meluruskan bahwa peristiwa yang sebenarnya adalah Nabi Saw., melewati sebuah kuburan kemudian bersabda bahwa mayat di dalam kuburan tersebut sedang disiksa. Sementara itu pada saat yang sama keluarganya sedang menangisinya. Aisyah menegaskan dengan mengingatkan ayat Al-Quran seperti QS. Fathir [35]: 18 dan QS. al-An’am [6]: 164, yang menerangkan bahwa tidak seorang pun menanggung dosa akibat perbuatan orang lain (HR. Abu Daud).

Kecerdasan dan sikap kritis Ummul al-mukminin ini merupakan teladan bagi umat khususnya muslimah dalam memahami ilmu pengetahuan, terutama ajaran Islam. Di samping juga betapa konsisten Aisyah dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban agama serta menjaga akhlak dan perilaku yang baik. Aisyah telah meninggalkan teladan yang baik kepada berjutaishare perempuan untuk meraih kehidupan yang ideal dan sempurna. Dia juga menggariskan jalan yang tepat dan bermanfaat baik bagi laki-laki dan perempuan sesudahnya, yaitu dengan peninggalan dan jejak-jejak keilmuannya yang berguna untuk bekal kehidupan umat. Wallahu a’lam.[]

Similar Posts