Meminta Maaf dalam Tinjauan Syariat Islam
Dalam sejarah kehidupan manusia, akan kita jumpai bahwa tidak ada seorangpun manusia yang luput secara sempurna dari berbuat kesalahan. Kesalahan selalu saja terjadi dalam dinamika kehidupan manusia. Meskipun demikian, apakah dapat dibenarkan sikap kesengajaan untuk berbuat salah dengan dalih bahwa manusia merupakan tempatnya salah dan lupa?
Sifat rentannya manusia akan berbuat kesalahan tidaklah merupakan pembenaran dari kesengajaan berbuat yang salah. Dalam salah satu sabdanya, Nabi saw. menegaskan bahwa setiap keturunan Adam As. memiliki kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang bertaubat.
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Semua anak cucu Adam pernah melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat” (Sunan at-Tirmidzi 2423)
Ketika menjelaskan Hadis ini, Imam Abu Al Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarakfuri (w 1353 H) dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jami’it Tirmidzi, beliau memaparkan bahwa para Nabi dikecualikan dalam permasalahan ini, karena para Nabi memiliki sifat yang maksum, terlindungi dari perbuatan salah yang dapat mengakibatkan dosa. Namun, jika didapati adanya kekeliruan dari seorang Nabi, hal itu dipahami hanya sebagai kesalahan dan sebab kelupaan tanpa adanya maksud untuk berbuat ketidaktaatan (maksiat).
Berdasarkan makna Hadis di atas, dapat disimpulkan bahwa konsekuensi berbuat suatu kesalahan yaitu menuntut adanya perbaikan. Perbaikan disini dimaknai dengan sikap taubat. Makna taubat sejatinya adalah menyesali terhadap dosa-dosa yang diperbuat, memohon ampun pada Allah dan berkomitmen untuk tidak terjerumus pada lubang kesalahan yang sama. Rasulullah Saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ
“Dari Abu Hurairah Ra. dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: Orang mukmin tidak akan terperosok dua kali pada satu lobang.” (Shahih al-Bukhari 5668)
Bertaubat sebab kesalahan yang telah diperbuat dapat dilakukan dengan cara yang bermacam-macam. Teruntuk kesalahan yang melibatkan hubungan manusia secara horizontal yaitu dalam bermuamalah terhadap sesama manusia, maka dapat dilakukan dengan meminta maaf disamping terlebih dahulu memohon ampunan kepada Allah.