Berjabat Tangan dengan Non Mahram? Begini Fatwa Syekh Yusuf al-Qardhawi
Islam merupakan agama yang sedemikian rupa memerhatikan urusan-urusan manusia. Tidak hanya ibadah saja, namun detail muamalah antar satu orang dengan orang yang lain pun mendapat porsi perhatian yang sama besar. Sebagai makhluk sosial tentu kita tidak lepas dari ritual sosial saat bertemu seseorang, yaitu berjabat tangan.
Terkait akan keutamaan serta anjuran untuk berjabat tangan saat bertemu, rasanya tak perlu diragukan lagi keabsahannya. Adapun yang menjadi titik pembahasan persoalan jabat tangan ini adalah bagaimana hukum berjabat tangan dengan lawan jenis yang bukan mahram dengan merujuk pada pemahaman hadis Nabi Saw yang menyoalkan hal tersebut.
Perkara ini pada dasarnya merupakan perdebatan di kalangan ulama. Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali mengharamkannya secara mutlak, yakni baik disertai syahwat maupun tidak. Adapun beberapa ulama dari kalangan Hanafi melarangnya hanya jika disertai syahwat. Terdapat beberapa riwayat hadis yang beredar seputar jabat tangan yang kemudian dijadikan sebagai dalil boleh tidaknya menjabat tangan lawan jenis yang bukan mahram.
Dalam Shohih Bukhori, Sayyidah Aisyah menceritakan bahwa Nabi sama sekali tidak menyentuh tangan perempuan saat melakukan baiat kepada mereka.
Aisyah berkata: “Maka barangsiapa diantara wanita-wanita beriman itu yang menerima syarat tersebut, Rasulullah Saw berkata kepadanya, “Aku telah membai’atmu – dengan perkataan saja – dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan wanita dalam bai’at itu; beliau tidak membai’at mereka melainkan dengan mengucapkan, ‘Aku telah membai’atmu tentang hal itu.” [HR. Bukhari].
Adapun hadis riwayat Sayyidah Aisyah di atas tadi yang kemudian dijadikan dalil pelarangan jabat tangan dengan orang yang bukan mahram.
Selain itu, hadis riwayat dari Ma’qil bin Yasar dari Nabi juga mengisyaratkan atas larangan berjabat tangan dengan seseorang yang bukan mahram; “Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya” [HR. Thabrani dan Baihaqi].
Ditemukan juga hadis lain riwayat dari Ummu ‘Athiyyah -masih dalam Shohih Bukhori- menyebutkan hal sebaliknya, bahwa saat prosesi baiat, Nabi Saw menjabat tangan perempuan yang sedang mengucap janji setia kepadanya; “..karena itulah seorang wanita dari kami menggenggam (melepaskan) tangannya (dari berjabat tangan)..” [HR. Bukhari ].
Sedangkan berikut hadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukhori dari riwayat Anas yang mendukung riwayat Ummu ‘Athiyyah tadi, bahwa “Sesungguhnya seorang budak wanita di antara budak-budak penduduk Madinah (membutuhkan bantuan Rasulullah Saw), maka memegang tangan Rasulullah Saw, lalu membawanya pergi ke mana ia suka.” [HR. Bukhari]. Hadis ini mengisyaratkan adanya kontak fisik antara Nabi dengan budak perempuan tersebut.
Dalam perkara ini, Syeikh Yusuf Qardhawi mengkritik cara pengambilan hukum atau istidlal dari riwayat tersebut. Ada satu muqarrar (ketetapan) bahwa apabila Nabi Saw meninggalkan suatu urusan, maka hal itu tidak menunjukkan -secara pasti- akan keharamannya.
Dengan demikian, sikap Nabi Saw tidak berjabat tangan dengan wanita itu tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan keharamannya, oleh karena itu harus ada dalil lain bagi orang yang berpendapat demikian.
Sedangkan mengenai hadis riwayat Ma’qil bin Yasar, dalam fatwa Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa dalam hadis tersebut terdapat masalah dari segi sanadnya. Imam-imam ahli hadis juga tidak menyatakan secara jelas akan kesahihan hadis tersebut.
Terlepas dari semua perbedaan pandangan, secara umum pendapat ulama salaf dan khalaf sama dalam hal tidak bolehnya berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Namun sebagai makhluk sosial kita terkadang mengalami situasi yang menuntut untuk berjabat tangan dengan mereka yang bukan mahram.
Dalam hal ini Syeikh Yusuf al-Qardhawi mengemukakkan pendapat tidak haramnya berjabat tangan dengan non mahram namun dengan beberapa syarat. Pertama, jabat tangan tidak disertai dengan syahwat. Kedua, aman dari fitnah dan munculnya syahwat. Ketiga, bersalaman sewajarnya dan sesuai kebutuhan. Keempat, seyogyanya kita tidak memulai bersalaman kepada lawan jenis yang bukan mahram.
Wallahu a’lam bishowab.